Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, November 1, 2016

''Kemesraan Kucing'' di Partai ''Busisi''

DPD PAN KK menggelar Musdalub di Restoran Lembah Bening, Sabtu, 29 Oktober 2016. Dua hari sebelumnya, Kamis, 27 Oktober 2016, di Cempaka Hall, Kelurahan Mogolaing, Ketua DPW PAN Sulut, Sehan Landjar, baru saja melantik pengurus DPD PAN KK yang diketuai Jainuddin Damopolii.

PAN, khususnya di BMR, membuktikan mereka memang bukan partai biasa. Sekitar 48 jam setelah dilantik lalu sang  ketua ''diturunkan'' oleh jajarannya sendiri hanya bisa dilakukan di partai ini. Konstitusional pula. Saya kira, tidak berlebihan--ketimbang marah-marah--tokoh-tokoh PAN di Sulut bersegeralah mendaftarkan capaian mereka di KK ke MURI.

Dari lalu-lalang informasi yang saya ikuti, kecuali tak mengurus izin keramaian, Musdalub PAN KK tampaknya sah secara konstitusional. Pesertanya adalah empat DPC (dari empat kecamatan) dan 29 DPRt (dari 33). Berdasar AD/ART partai ini, Pasal 27, Ayat 1, Poin 1.2, Musdalub dapat dilaksanakan di tingkat DPD apabila ''atas permintaan 2/3 dari DPC''. Kehadiran (lengkap) empat DPC PAN KK sudah memenuhi tuntutan korum.

Kalaupun proses yang berlangsung di Musdalub dinilai tidak sepenuhnya sejalan dengan konstitusi partai, misalnya sebab ketidakhadiran peserta yang mewakili DPW sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 AD/ART, tidak mengurangi keabsahannya. Mengingat sifatnya yang luar biasa, terpenuhi persyaratan utama (atas permintaan 2/3 dari DPC), sepanjang dapat dibuktikan bahwa DPW sudah mendapat pemberitahuan sebagaimana amanat Pasal 16 AD/ART, Musdalub itu mesti diterima sebagai proses yang demokratis dan menjunjung tinggi aturan partai.

Silang selisih di PAN KK akhirnya menjadi pertunjukan yang benar-benar lucu. Di permukaan, riuh internal ini mulai mengemuka ketika Ketua DPW, Sehan Landjar, ''mengancam'' mem-PAW empat kader yang duduk di legislatif (Ketua DPRD Ahmad Sabir, Adityo Pantas, Bob Paputungan, dan Arman Adati) yang bolos di pelantikan Pengurus DPD (kotamobaguonline.com, Kamis, 27 Oktober 2016, http://kotamobaguonline.com/2016/10/sehan-ancam-paw-4-anggota-fraksi-pan-dprd-kotamobagu/). Maklumat Ketua DPW ini justru ditindaklanjuti para kader dengan menggelar Musdalub.

Macam-macam alasan yang dikemukakan kader-kader yang ''memberontak''. Salah satu kader utama partai ini di KK, Ketua DPRD, Ahmad Sabir, berargumen, Musdalub dilaksanakan sebab kepengurusan DPD yang dilantik Ketua DPW disusun tanpa menghargai para kader. Contohnya, Ketua DPD terpilih, Jainuddin Damopolii, tidak melibatkan anggota formatur lain dalam penyusunan kepengurusan. Demikian pula, undangan pelantikannyapun tiba di waktu yang kasip (totabuanews.com, Sabtu, 29 Oktober 2016, https://totabuanews.com/2016/10/ahmad-sabir-kami-tidak-dihargai-sebagai-kader).

Saya yakin Ahmad Sabir, salah satu formatur yang mestinya bekerja bersama Jainuddin Damopolii menyusun kepengurusan DPD, tidaklah berdusta. Dia, yang saya kenal kejujurannya sejak sama-sama bersekolah di SMPN 1 Kotamobagu, juga tak sedang ngecap ketika menyatakan menerima undangan pelantikan yang dipimpin Ketua DPW Sulut saat last minute.

Melihat perkembangan PAN di KK, bahkan Sulut umumnya, rasanya memang ada yang tak pas dengan partai ini. Dipilihnya Jainuddin Damopolii sebagai Ketua DPD, padahal sebelumnya (di zaman Orba ketika masih merangkap PNS), dia juga pernah memimpin partai ini, boleh dibilang adalah kemunduran. Ketika semua parpol beramai-ramai mencari kader muda untuk duduk di posisi puncak kepengurusan, PAN yang ''katanya'' reformis kok menuju arah sebaliknya.

Secara pribadi, Jainuddin yang lebih suka menempatkan posisi publiknya sebagai ''Papa Et'', seperti amnesia dengan citra dan reputasi yang selama ini mati-matian dia bangun: orang tua dan karenanya sabar, bijaksana, dan mengayomi. Dengan melibatkan diri dalam sengkarut perebutan kursi Ketua DPD PAN KK, Papa Et seperti mengaminkan tabiat politikus umumnya: golojo jabatan, mau menang sendiri, dan abai terhadap adab.

Di tengah dugaan dia akan turut berkompetisi di Pilkada KK 2018 mendatang, isu kepengurusan DPD PAN KK dan Musdalub yang digagas DPC dan DPRt itu hanya menggerus modal politik dan sosial yang ditabung Papa Et. Apalagi jika dia akhirnya harus mengalah pada suara para kader yang dengan cerdas menggunakan konstitusi partai untuk mendelegitimasi kekuasaan politiknya.

Dukungan Ketua DPW PAN Sulut terhadap kepengurusan DPD yang dipimpin Papa Et dan perlawanan Ahmad Sabir dan kawan-kawan, mengingatkan saya pada pernyataan Sehan Landjar berkaitan dengan terbelahnya dukungan partai ini di Pilkada Bolmong 2017. DPP PAN mengusung Cabup-Cawabup Hj. Yasti Soepredjo Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk; sedang DPW Sulut menyokong pasangan Salihi B. Mokodongan-Jefri Tumelap.

Terhadap situasi terbelah itu, Ketua DPW Sulut, sebagaimana dikutip liputanbmr.com, Minggu, 25 September 2016 (http://www.liputanbmr.com/bolmong/eyang-pan-dukungan-nyata-sbm-jitu-calon-lain-kertas/), menyataan, ''Memang benar bahwa secara administratif (di atas kertas) PAN mendukung YSM-YRT, tapi dukungan kami yang “nyata” ada pada Paslon SBM-JiTu dan itu perintah saya selaku Ketua DPW PAN Sulut, catat itu.'' Dia juga menambahkan, ''Dukungan PAN untuk Salihi-Jefri yang asli, kalau yang di sebelah hanya kertas.''

Apa dukungan DPW PAN Sulut terhadap DPD KK yang diketuai Jainuddin Damopolii hanya kertas; sedang Musdalub yang dilangsungkan empat DPC dan 29 DPRt adalah nyata? Begitukah maksudnya? Sama dengan Ahmad Sabir dan kawan-kawan adalah penegak sesungguhnya filosofi kucing yang di banyak even penting PAN Sulut selalu diingatkan oleh Ketua DPW?

Bagaimanapun, PAN tak bisa menutup mata, empat anggota DPRD KK yang diancam PAW, yang turut dalam Musdalub, telah membuktikan kesungguhan mereka membawa partai ini ke tingkat yang harus diperhitungkan. Satu fraksi utuh di DPRD KK adalah bukti di atas kertas dan nyata untuk kerja-kerja politik mereka, ketika Jainuddin Damopoli atau Sehan Landjar belum terlibat dengan partai ini.

Politik ancam-mengancam dan anti demokrasi di kalangan internal hanya membawa mundur parpol dari substansi visi dan misinya. Masak iya partai sebesar PAN masih bertingkah seperti medioker yang senang bertengkar-tengkar di antara sesama, yang setiap langkah majunya adalah lompatan mundur? Jika begitu, lalu apa bedanya berpartai di PAN dengan berkelompok, berjamaah bergerak maju demi kemunduran seperti busisi?

Yang tak boleh terlupa, jangan-jangan silang-selisih di DPD PAN KK, bahkan terbelahnya sikap partai ini di Pilkada Bolmong 2017, memang adalah implementasi nyata dari filosofi kucing Ketua DPW Sulut. Bukankah setiap kali berkawin, kucing biasanya cakar-cakarang dan melolong-lolong, membuat setengah kampung sakit kepala? Kita, umum yang banyak dan hanya menonton, absah berwasangka, mungkin kemeriahan di PAN KK khususnya dan DPW Sulut umumnya itu memang adalah bentuk ''kemesraan kucing'' di partai yang langkah-langkah politiknya mirip manuver undur-undur.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

AD/ART: Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Busisi: Undur-undur dalam bahasa Mongondow; Cabup: Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil Bupati; DPC: Dewan Pimpinan Cabang; DPD: Dewan Pimpinan Daerah; DPP: Dewan Pengurus Pusat; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; DPRt: Dewan Pimpinan Ranting; DPW: Dewan Pimpinan Wilayah; KK: Kota Kotamobagu; MURI: Museum Rekor Indonesia; Musdalub: Musyawarah Daerah Luar Biasa; Orba: Orde Baru; Parpol: Partai Politik; PAN: Partai Amanat Nasional; Paslon: Pasangan Calon; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; PNS: Pengawai Negeri Sipil; SBM-JiTu: Salihi B. Mokodongan-Jefri Tumelap; SMPN: Sekolah Menengah Pertama Negeri; Sulut: Sulawesi Utara; dan YSM-YRT: Yasti Soperedjo Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk.