Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, November 29, 2016

ASN Residivis dan Janji Walikota KK

WARTAWAN Radar Bolmong, Harry Tri Atmojo, menulis tentang raskin (hak orang tak mampu) yang dibisniskan. Tulisannya mengundang berang Kabag Ekonomi Pemkot KK, Ham Rumoroi, yang lalu main caci, bahkan nyaris melayangkan bongkuyung.

''Drama'' yang berkulminasi di Gedung DPRD KK, Kamis, 24 November 2016, itu, mengundang puluhan wartawan di BMR menggelar unjuk rasa. Senin, 28 November 2016, mereka berombongan menggeruduk Kantor Pemkot, menyampaikan setidaknya tujuh tuntutan, antaranya: pencopotan Ham Rumoroi dari jabatannya, permintaan maaf terbuka dari Kabag Ekonomi ini, hingga rencana memproses kasusnya ke ranah hukum.

Mengikuti rangkaian peristiwa itu, pelajaran yang kembali diingatkan di benak adalah pentingnya solidaritas di antara sesama profesi. Tindakan para pewarta yang bereaksi keras terhadap cacian, ancaman, dan tindakan yang mengarah pada kekerasan fisik oleh Kabag Ekonomi, bukanlah tentang seorang Harry Tri Atmojo yang kebetulan berprofesi pewarta. Yang mereka lakukan adalah ihwal menegakkan profesi dan profesionalisme.

Dari itu, menurut hemat saya, para jurnalis di BMR kini sedang menata ulang laku dan profesionalisme mereka. Mengikatkan kembali makna profesi dan solidaritas, sekaligus--bila tak hati-hati--manautkan simpul yang mengekang ruang gerak mereka sendiri. Sebab jika Harry Tri Atmojo wajib dibela saat menjalankan profesinya, karena memang tidak melakukan kesalahan apapun; sebaliknya bila ada wartawan yang laku profesionalnya tercela, juga mutlak diluruskan oleh sesama jurnalis. Solidaritas profesional, sejatinya, memang demikian. Dia berlaku ke luar, sekaligus juga ke dalam.

Setelah sekian lama menjadikan pewarta, laku, dan produk-produk profesional mereka di BMR sebagai amunisi kritik dan celaan, kali ini saya tak segan berendah hati memuji pembelaan komunal terhadap Harry dan profesi kewartawan itu. Keguyuban mereka, bila dipertahankan dan dipupuk, bakal menjadi kekuatan yang pengaruhnya sungguh-sungguh mesti diperhitungkan. Seorang wartawan profesional saja sudah membuat jerih, apalagi jika jumlahnya puluhan dan semuanya bersetia dalam kelompok.

Di lain pihak, respons Pemkot KK terhadap aksi para wartawan juga patut diapresiasi tinggi. Bukan sebab jurnalis adalah ''profesi kelas istimewa'', melainkan isu yang kali ini mereka kedepankan memang mendesak ditangani. Kemendesakan itu ditunjukkan Sekkot, Tahlis Gallang, yang langsung menemui para pengunjuk rasa, berdialog, dan menjanjikan langkah-langkah sebagaimana mestinya. Yang pertama-tama, seperti yang dapat dibaca dari berita-berita yang diunggah hampir seluruh situs berita di BMR, adalah sidang kode etik ASN yang digelar hari ini, Selasa, 29 November 2016.

Tak berhenti pada Sekkot. Walikota, Tatong Bara, yang sedang menghadiri acara lain bahkan bergegas kembali dan menggelar pertemuan dengan para pengunjuk rasa di Rudis, didampingi Sekkot dan Kabag Humas Pemkot, Aljufri Ngandu. Dalam pertemuan ini, selain menyampaikan permohonan maaf atas perilaku tercela Kabag Ekonomi, Walikota  menegaskan tidak akan melindungi ASN sok preman, juga menjamin akan mencopot Ham Rumoroi dari jabatannya.

Gerak cepat dan ketegasan Walikota dan Sekkot segera mendinginkan tensi tinggi akibat ulah Kabag Ekonomi. Spekulasi dan rumor bahwa Ham Rumoroi tak bakal goyah sebab punya backing adik kandung yang anggota DPRD KK, juga terpatahkan. Kalaupun ada syak yang diam-diam masih diperbincangkan, barangkali cuma duga-duga yang memercik begitu saja, semacam, ''Jangan-jangan dicopot dari Kabag tapi justru jadi sekretaris dinas.''

Dengan berbaik sangka dan percaya pada integritas dan kualitas kepemimpinan Walikota dan Sekkot, saya meyakini Pemkot KK tak bakal mengorbankan kepentingan kepercayaan publik dengan tunduk--kalaupun ada--pada tekanan politik. Mau seorang ASN di-backing satu DPRD KK, yang lancung tetap saja lancung. Dia semata kanker yang harus dipotong dari tubuh birokrasi yang sehat, profesional, dan berpihak pada kepentingan orang banyak.

Tapi wasangka seperti itu wajar belaka. Sudah menjadi pengalaman orang banyak, politik yang ikut campur dalam urusan profesionalisme birokrasi, kerap menjungkir-balikkan akal sehat publik. Rekam jejak Ham Rumoroi, misalnya, jika tak salah info, dari seorang pendidik (guru), melompat jadi lurah, kemudian naik ke kursi Kabag. Apa Pemkot KK kekurangan sarjana ekonomi? Kalau demikian adanya, prioritaskanlah penerimaan ASN berikut untuk sarjana ekonomi, apalagi KK sudah mencanangkan 2017 adalah Tahun Investasi.

Dalam perkara raskin, reputasinya juga tak bagus-bagus amat. Beberapa pewarta yang menggeluti jurnalistik lebih 10 tahun terakhir di BMR menutur, saat jadi Lurah Mongondow, Ham pernah terseret-seret isu yang kurang-lebih sama. Termasuk pula terlibat silang-selisih dengan wartawan karena pemberitaan yang tak berkenan di hati dan perasaannya.

Contoh laku bengkok Ham Rumoroi yang bagai puncak gunung es, pelan-pelan terbuka, termasuk dengan kesaksian Kano Tontolawa, wartawan salah satu media cetak regional, yang dikutip totabuan.co, Minggu, 27 November 2016 (http://totabuan.co/2016/11/kabag-ekonomi-kotamobagu-ternyata-sudah-pernah-ancam-wartawan/). Akibat pemberitaan netralitas ASN yang haram terlibat politik praktis, Kano mengaku diancam oleh Ham dan ditakut-takuti rekornya yang sudah 12 kali masuk bui. Lho, apa-apaan dengan Pemkot KK? Residivis, kriminil kambuhan, kok bisa jadi Kabag? Atau jangan-jangan dia jenis bajul biongo yang gampang masuk kerangkeng karena modusnya kacangan.

Sangkarut Ham Romoroi-Harry Tri Atmojo-para jurnalis, pada akhirnya merasuk hingga ketatalaksanaan pemerintahan di KK. Bahwa, sebagaimana yang diutarakan Walikota Tatong Bara, jajarannya punya niat dan itikad baik memperbaiki seluruh sistem dan orang yang terlibat di dalamnya, patut didukung dengan kontribusi dan sumbang saran nyata. Misalnya, dengan mendorong Pemkot KK mengadopsi best practices dari sektor bisnis seperti adanya saluran formal pelaporan pelanggaran (whistleblower) dan mekanisme keluhan (grievance mechanism).

Pelaporan pelanggaran memberikan akses yang terjamin kerahasiannya, dimaksudkan agar ASN, mantan ASN, atau anggota lembaga/institusi/organisasi di jajaran Pemkot dapat bebas melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan. Dan mekanisme keluhan, yang sifatnya hukum dan non hukum, boleh digunakan oleh siapa saja yang memiliki aduan, sengketa, atau keluhan terhadap Pemkot dan jajarannya. Mekanisme keluhan ini juga dikenal sebagai ''mekanisme akuntabilitas''.

Adanya saluran formal seperti itu juga penting demi menunjukkan keseriusan Pemkot KK terhadap komunikasi dan transparansi, sebagaimana--antaranya--diamanatkan UU No. 14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Urun-rembuk semua pihak yang berkepentingan terhadap KK bukanlah mencampuri wewenang, tanggung jawab, kewajiban, dan hak Walikota dan jajarannya. Itu, jika terjadi, adalah ikhtiar agar sebuah pemerintahan maslahat, yang hasilnya adalah kabar baik dan optimisme hari ini dan di masa depan.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR: Bolaang Mongondow Raya; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Kabag: Kepala Bagian; KK: Kota Kotamobagu; Pemkot: Pemerintah Kota; Raskin: Beras (untuk orang) Miskin; Rudis: Rumah Dinas; Sekkot: Sekretaris Kota; dan UU: Undang-undang.