Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, November 27, 2016

Buruk Kinerja, Kabag Mencaci Wartawan

DUA hari berturut saya membaca ada perlakuan buruk terhadap jurnalis di BMR. Peristiwa ini tampaknya dianggap hal biasa oleh kalangan pewarta di daerah ini. Penjelajahan sekilas saya, dari hampir 40 situs berita yang menjamur di wilayah Mongondow, hanya dua yang menyiarkan isunya.

Padahal, kejadian itu bisa jadi indikator penting perilaku dan profesionalisme media dan pewartanya. Persepsi dan respos sumber berita. Dan, yang tak kurang penting, dampak masifnya kerja sama sumber berita-media-wartawan yang belakangan dibudayakan di BMR.

Menukil totabuanews.com, Kamis, 24 November 2016 (https://totabuanews.com/2016/11/oknum-pimpinan-bess-finance-kotamobagu-hambat-tugas-wartawan), kejadiannya melibatkan wartawan (cetak) Media Totabuan, Albar Manoppo, dan pimpinan Bess Finance Kotamobagu, Herman Dwi Sriyono. Akarnya, urusan konfirmasi dugaan dipersulitnya konsumen oleh Bess Finance yang rencananya bakal diberitakan Media Totabuan.

Perlakuan buruk pimpinan Bess Finance terhadap wartawan, tulis totabuanews.com, adalah mengusir paksa dan bahkan membanting telepon genggam Albar Manoppo. Namun, alih-alih menulis lebih jauh upaya Media Totabuan dan wartawan yang jadi korban dalam menjalankan kewajiban dan hak jurnalistiknya, situs berita ini justru ''jalan-jalan ngawur'' dengan mengutip komentar Ketua PN Kotamobagu, Romel Fransiskus Tampubolon. Apa urusannya Ketua PN dengan isu yang masih di tingkat awal ini?

Sengketa yang melibatkan jurnalis dan sumber berita, terlebih dalam isu Albar Manoppo-Herman Dwi Sriyono, pertama-tama harus dibawa ke internal yang menugaskan Albar. Medianyalah yang memutuskan akan lanjutkan ke tingkat apa tindakan yang dianggap menghalangi kerja pewarta itu. Apakah cukup dengan tetap memberitakan isu dipersulitnya konsumen Bess Finance dan ganti rugi ponsel (itupun kalau ada kerusakan); advokasi melalui organisasi profesi (PWI, AJI, dan lain-lain) dan Dewan Pers; atau tindakan hukum melalui kepolisian.

Sebab saya tak mengikuti pemberitaan Media Totabuan dan totabuanews.com juga hanya berhenti pada pemberitaan peristiwanya saja, tidak tertutup kemungkinan dua pihak yang terlibat sama-sama keliru. Albar Manoppo bisa jadi memang petantang-petenteng saat menjalankan profesinya (dan ini juga hal biasa yang gampang ditemui dari para wartawan di BMR); sebaliknya Herman Dwi Sriyono bersikap keterlaluan semata-mata karena terprovokasi.

Wartawan pintar, berpengetahuan, terlatih, dan terampil justru amat bahagia jika diperlakukan tak senonoh oleh sumber berita. Apalagi jika isunya tergolong ''syur''. Sumber berita tak ingin berkomentar, berlaku kasar, adalah obyek berita yang berwarna dan gurih.

Isu yang sama, perlakuan tak pada tempatnya terhadap jurnalis, saya baca lagi di bolmora.com, Jumat, 25 November 2016 (http://www.bolmora.com/2016/11/25/oknum-pejabat-pemkot-bersikap-arogan-kepada-wartawan-harry-dia-memaki-saya-sebanyak-empat-kali/), yang melibatkan Kabag Ekonomi Pemkot KK, Ham Rumoroi, dan wartawan Radar Bolmong, Harry Tri Atmojo. Muasalnya berakar dari berita Raskin Dibisniskan yang ditulis Harry dan dipublikasi Radar Bolmong pada Kamis, 24 November 2016. Salah satu sumber yang dirujuk dalam berita ini (di antara beberapa sumber) adalah Kabag Ekonomi.

Jika ditelisik dengan kacamata netral, dari seluruh aspek jurnalistik, berita Raskin Dibisniskan baik-baik saja. Rekam jejak Harry Tri Atmojo sebagai wartawan, sekalipun saya banyak menyimpan kritik terhadap Radar Bolmong, juga tergolong bagus. Dia, sepengetahuan saya, adalah satu dari sangat sedikit jurnalis di BMR yang telaten dan cukup cermat dalam meliput dan menulis berita.

Maka, apa yang dilakukan Kabag Ekonomi, di tengah orang banyak, di Kantor DPRD KK sesaat sebelum pelaksanaan rapat paripurna pada Jumat, 25 November 2016, adalah tindakan yang 100% hina. Kabag jenis seperti ini memang harus segera ditindak atasan langsungnya, ada atau tidak keberatan dari Harry Tri Atmojo, Radar Bolmong, komunitas pewarta di BMR, atau bahkan organisasi profesi kewartawanannya. Apalagi, ternyata Kabag Ekonomi ini tergolong doyan nantang adu otot. Selain Harry, dia tercatat pernah berselisih dengan seorang Kadis di lingkungan Pemkot KK.

Saya jadi bertanya-tanya, benarkah proses penunjukkan pejabat di posisi strategis di KK dilakukan sebagaimana tata laksananya, termasuk fit and proper test? Kok bisa ada ASN dengan perilaku tidak terkontrol, jauh dari matang, menduduki jabatan setingkat Kabag di jajaran Pemkot, yang mensyaratkan kemampuan memenej diri dan perilaku dengan ketat?

Andai saya berada di posisi Sekkot KK sebagai atasan langsung Kabag Ekonomi, yang saya lakukan terlebih dahulu adalah mencopot ASN sialan itu, bahkan sebelum ada pemeriksaan resmi. Bukti apa lagi yang diperlukan jika perbuatan tercelanya dilakukan terbuka di ruang publik seperti Gedung DPRD? Bila seorang Kabag dengan congkak dan seenaknya memperlakukan profesional yang tidak berada di bawah wewenangnya seperti itu; maka yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban langsungnya pasti ditangani dengan cara lebih buruk lagi.

Tapi memang, kerja sama Pemda-media (pemberitaan, iklan, dan lain-lain) di BMR berdampak buruk dua arah. Pemda dan jajarannya, terutama para elit ASN, mempersepsikan media dan wartawan harus menulis yang baik-baik saja; sebaliknya wartawan dipaksa dan terpaksa mesti menjaga kepentingan kerja sama medianya. Keluar terlampau jauh dari persepsi ''kerja sama'', media yang bersangkutan akan kehilangan sumber dana; atau--yang sangat buruk--wartawannya dianggap pihak yang bersalah karena melanggar kesepakatan aliansi.

Para Bupati/Walikota dan jajarannya di BMR (terutama para elit ASN) barangkali lupa, berita yang memerahkan kuping seperti Raskin Dibisniskan justru patut disyukuri sebagai bukti para jurnalis peduli terhadap profesionalisme ASN dan ketatalaksanaan pemerintahan. Seorang Kabag Ekonomi yang diberitakan terkait ''permainan kotor'' di bidang kerja di bawah wewenang, tanggung jawab, dan kewajibannya, semestinya memberikan pujian dan respek setinggi-tinggi pada sang jurnalis. Mohon maaf, tapi berita seperti itulah yang menyelamatkan pantatnya dari kudis penyalahgunaan dan kursinya dari kebakaran inkompetensi.

Bila faktanya Kabag Ekonomi Pemkot KK ternyata mencak-mencak, mencaci dan (bahkan) menantang wartawan adu jotos, Sekkot patut mengusut dan menyelesaikan bukan hanya peristiwa di Gedung DPRD KK itu. Harus pula dikuak hingga ke akar perkaranya, yakni kinerja Kabag Ekonomi dalam mengurusi raskin yang diduga dibisniskan. Sebab pasti bukan tanpa alasan hingga dia kebakaran jenggot dan mencak-mencak mirip kerbau gila.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

AJI: Aliansi Jurnalis Independen; ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR: Bolaang Mongondow Raya; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Kabag: Kepala Bagian; Kadis: Kepala Dinas; KK: Kota Kotamobagu; Pemda: Pemerintah Daerah; Pemkot: Pemerintah Kota; PN: Pengadilan Negeri; Ponsel: Telepon Selular; PWI: Persatuan Wartawan Indonesia; Raskin: Beras (untuk orang) Miskin; dan Sekkot: Sekretaris Kota.