Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Monday, October 10, 2016

Sekali lagi: Sekadar ''Provinsi Tarepak''?

JUMAT malam, 7 Oktober 2016, sekitar pukul 22.15 WIB, saya menerima telepon dari Denny MB Mokodompit. Tanpa basa-basi, Denny yang adalah Wakil Bendahara (atau justru Bendahara--di beberapa publikasi posisinya bertukar-tukar antara dua jabatan ini) P3BMR, langsung mengutarakan maksud: mengkritik saya ihwal tulisan yang siangnya diunggah di blog ini, Provinsi BMR ''Bo Dandi-dandi Tatua''.

Rupanya, Denny mengkritik saya melalui account facebook-nya. Sebab saya bukan facebooker, demi kelengkapan informasi, dia membacakan apa yang sudah ditulis. Namun, belum lagi dia menyelesaikan seluruh bacaan, saya sudah menyela. Tentu saja dengan agak jengkel. Entah karena Denny hanya mendengar tentang tulisan saya atau justru gagal paham, komentar yang terlanjur dia unggah itu seperti ''jaka sembung bawa golok''.

Setelah itu, kami sudah mempercakapkan hal lain, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Provinsi BMR. Dalam isu ini, saya umumnya sependapat dengan Denny. Saya--juga adik-adik, sepupu, dan teman-teman--yang akrab mengenal dia, tahu persis kelurusan sikap dan niatnya. Kendati, kami juga kerap suka sebal karena biasanya Denny terlampau hitam-putih (kalau tidak dibilang naif dan keras kepala) dan sering lurus menabrak tembok.

Di ujung percakapan saya dan dia bahkan membuat  janji kemungkinan bertemu (saya menyatakan ''mungkin'' mengingat ada jadwal lain yang sudah ditetapkan) pada Sabtu, 8 Oktober 2016. Mumpung dia sedang ada di Jabodetabek, meluangkan waktu bersua, ngopi, dan berbual-bual pasti sesuatu yang sangat menyenangkan. Sayang, karena kesibukan saya, hingga malam harinya kami gagal mempertautkan janji itu.

Pembaca, hubungan saya (serta adik-adik dan beberapa sepupu) dengan Denny merentang jauh ke belakang ke zaman masih mahasiswa. Dia bahkan pernah menjadi bagian dari rumah keluarga kami--dan tetap demikian hingga kini--yang diberi nama ''Blengko'' di Manado, hingga lulus kuliah, menghilang, dan beberapa waktu kemudian tiba-tiba kembali dengan senyum lebar bersama pengumuman: ''Saya sudah menikah!''

Ada dua hal yang kami kagumi dari interaksi dengan Denny. Pertama, jika mengurus sesuatu, termasuk organisasi (dia pernah bertahun-tahun menjadi ''jangkar'' KPMIBM), dia akan seserius sebagaimana sholat dan baca Al Qur'an. Begitu sungguh-sungguhnya Denny, rapat KPMIBM yang hanya dihadiri empat orang pun harus mengikuti tata cara formal organisasi. Atau, demi ketertiban organisasi, pengurus yang hanya berada di kamar berbeda dinding dengan dia, mesti ditegur resmi dengan surat.

Dan kedua, Denny punya nyali kualitas super. Keberanian ini kian kental (seperti santan kelapa tua) karena kepiawaiannya dalam urusan bela diri. Dia adalah karateka penyandang sabuk hitam (saya tidak tahu lagi sudah ''Dan'' berapa) yang pernah jadi atlet dan pelatih bela diri kepolisian. Dia tidak takut adu kepal dengan anak-anak nakal di sekitar kampus. Tidak pula jerih membela apa yang diyakini dengan tonjokan dan tendangan. Jadi, kalau bikin perkara dengan Denny, adik-adik dan para sepupu dengan sangat mudah dipiting dan diperintahkan tutup mulut. Dengan saya, karena sama-sama gampang tersulut, bukan sekali dua kami saling menantang turun ke halaman, yang selalu berakhir dengan minum kopi bersama.

Karena sungguh mengenal Denny (lengkap dengan kelinglungan yang kadang-kadang hinggap di kepala seriusnya), saya hanya mencandai kiriman capture facebook-nya yang mulai berdatangan pada Minggu, 9 Oktober 2016. Saya menanggapi kawan-kawan yang menginformasikan kritiknya dengan menulis, ''Ha ha ha..., so salah, ngotot lei. Nyanda baca kong ba komen.''

Saya tak berani terlalu kurang ajar. Harap dimaklumi, usia dan pekerjaan membuat saya makin kurang olahraga. Sedikit kebisaan yang selalu dilatih di usia muda, kini sudah hampir tergerus habis. Kaki makin gampang keseleo, tangan kian mudah pegal-pegal. Sedangkan Denny, setahu saya, tetap melatih kemampuannya menendang, menonjok, dan membanting orang. Cari gara-gara, kalau akhirnya argumentasinya majal, bisa-bisa saya terpaksa harus melatih lagi jurus langkah seribu.

Apalagi, substansi keprihatinan Denny terhadap isu-isu Provinsi BMR sebenarnya sejalan dengan sikap dan apa yang saya tuliskan. Jikapun ada yang tampak sebagai kritik atau ejekan terhadap saya, anggap saja bumbu penyedap yang kadang-kadang diperlukan demi berwarnanya interaksi sosial manusia.

Kurang-lebih, sebagai salah satu tokoh utama P3BRM, Denny keberatan dengan digunakannya Provinsi BMR sebagai ''jualan'' semata, termasuk oleh media (tak terkecuali juga media online yang kini marak di Mongondow). Contoh mengail di air keruh isu provinsi ini mulai dari kelakuan yang dipertontonkan oleh Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan diawal bergiatnya P3BMR, hingga yang terkini pemberitaan bersubtansi janji tong kosong totabuanews.com, Rabu, 4 Oktober 2016, Tahun Depan, Provinsi Bolaang Mongondow Raya Terwujud (https://totabuanews.com/2016/10/tahun-depan-provinsi-bolaang-mongondow-raya-terwujud).

Tetapi, menurut saya, dengan sudah jelasnya duduk-soal kemampuan politik dan kelengkapan administrasi sebagai syarat berdirinya Provinsi BMR, yang tinggal menunggu waktu yang tepat, isu yang semestinya diperhatikan sudah jauh lebih gawat dari sekadar adanya para penjaja omong kosong yang mengambil untung politik dan ekonomi. Andai 2017 ekonomi Indonesia membaik, APBN lebih lega, dan Provinsi BMR terwujud, setelah itu apa, bagaimana, mau apa, dan siapa yang mengurus?

Abaikan dulu apa, bagaimana, dan mau apa. Kita fokuskan pada elemen paling krusial, yaitu ''siapa yang mengurus'' Provinsi BMR? Terus-terang, salah satu masalah utama yang mengganjal di seluruh wilayah Mongondow adalah SDM, khususnya yang memilih profesi sebagai birokrat. Harus diakui, kian hari birokrat di BMR (kini disebut sebagai ASN) pesat melaju dengan kecepatan undur-undur.

Di saat kabupaten dan kota lain di Sulut beramai-ramai berkompetisi menyumbang birokrat ke level provinsi, kabupaten dan kota di BMR sukses mengantar birokrat-birokrat seniornya, di jabatan penting seperti Sekda, ke balik jeruji penjara. Tengok saja bagaimana dua Sekda Bolmong (sengaja atau karena terpaksa akibat loyalitas berlebihan) berturut-turut sukses menjadi warga binaan LP. Dan melihat pemberitaan di media (cetak dan online) belakangan ini, tampaknya beberapa birokrat level menengah atas (tak hanya di Bolmong) bakal menyusul--sebagaimana beberapa orang yang, misalnya, terkait kasus TPAPD di era Bupati Marlina Moha-Siahaan--masuk bui.

Praktis, jika politikus, birokrat, dan warga BMR bersedia dengan ikhlas mengakui, tantangan berikut mimpi mewujudkan Provinsi BMR yang berguna dan berfaedah terhadap seluruh elemen adalah tersedianya ASN yang siap menjadi lokomotif pengelolaannya. Jika aspek ini diabaikan karena kebanyakan orang lebih sibuk saling menjagokan diri sendiri atau mengail keuntungan dari isu Provinsi BMR, saya kira peradaban kita di Mongondow bakal hanya sedikit bergeser dari ''kabupaten dan kota ongol-ongol'' ke ''provinsi tarepak''.

Pergerseran yang bukan kabar baik itu, tentu bukan mimpi dan ingin yang selama ini kita (masyarakat di Mongondow) rawat dengan telaten. Bahwa kemudian fakta menguatirkan itu ada di depan mata, tindak lanjutnya adalah: Apa yang harus kita lakukan? Bukan hanya apa yang harus dibuat oleh P3BMR, para politikus, birokrat, atau tokoh elit di BMR. PR yang bukan gampang dan memerlukan urun-rembuk seluruh pemangku kepentingan Provinsi BMR.

Dan tentu saja, jika Denny MB Mokodompit membaca tulisan ini dan dia masih berkomentar tak setuju atau melontarkan sinisme, saya kira dia harus segera dirujuk ke RS Datoe Binangkan. Barangkali malarianya sedang kambuh.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

APBN: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Jabodetabek: Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi; KPMIBM: Keluarga Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang Mongondow; LP: Lembaga Pemasyarakatan; P3BMR: Panitia Pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya; SDM: Sumber Daya Manusia; Sekda: Sekretaris Daerah; Sulut: Sulawesi Utara; dan TPAPD: Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa.