Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, October 25, 2016

Surat untuk Kasat Lantas Polres Bolmong: Publikasi Itu Jahat Sejahat-jahatnya

PAK Kasat Lantas Polres Bolmong, AKP Romel Pontoh, yang berwenang dan berwajib. Mohon terlebih dahulu dimaafkan jika ada yang silap dan keliru dari surat ini. Yang pasti, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa Bapak dan jajaran adalah pihak berwenang dan berwajib untuk seluruh hal-ihwal perlalulintasan di Bolmong.

Saya tidak punya keberanian, misalnya, menuliskan dengan, ''Pak Kasat Lantas Polres Bolmong, AKP Romel Pontoh, yang berwibawa tanpa senyum....'' seperti kotamobagupost.com di berita Kapolda Sulut Diminta Mendidik Etika Polisi Lalulintas Polres Bolmong (http://kotamobagupost.com/2016/10/12/kapolda-sulut-diminta-mendidik-etika-polisi-lalulintas-polres-bolmong/) yang diunggah Rabu, 12 Oktober 2016. Apalagi seseram, ''Pak Kasat Lantas Polres Bolmong, AKP Romel Pontoh, yang harus dididik etika polisi lalu lintas....''

Maka itu, dan berkaitan dengan berita kotamobagupost.com, sebelum melanjutkan surat ini, izinkan saya mendoakan dan berharap Bapak dan jajaran sedang dalam situasi bahagia, segar, hati senang, dan banyak senyum saat membaca apa yang saya tuliskan. Soalnya, oleh mereka yang paham jurnalistik, publikasi itu--yang saya baca dengan kening bertaut--mudah disimpulkan sebagai: itu bukan berita. Itu adalah tulisan yang jahat sejahat-jahatnya.

Jahat yang saya maksud tak sama dengan kata Cinta pada Rangga yang menghilang berpurnama-purnama di film AADC 2 (2016), ''Yang kamu lakukan ke saya itu jahat!'' Bapak tentu bisa membayangkan Cinta yang cantiknya bikin sesak nafas mengatakan itu sembari wajahnya siap melelehkan airmata. Saya memang tidak menonton film ini, tetapi menurut teman-teman yang sudah memirsa, melihat wajah pedih Cinta sudah ''bekeng sesak nafas''. Bayangkan jika dia sampai tersenguk-senguk dan baguling-guling sedih, pasti banyak penonton cowok yang terpaksa diangkut ke UGD karena flao kurang oksigen.

Situs berita yang menyiarkan Kapolda Sulut Diminta Mendidik Etika Polisi Lalulintas Polres Bolmong, saya pastikan, tidak membuat produk jurnalistik. Wartawan, terlebih penanggung jawabnya, justru sedang melakukan kejahatan pers. Sebuah bentuk penyalahgunaan profesi dan produknya yang kerap dilakukan dan hampir selalu sukses karena kebanyakan kita suka jerih terhadap mereka yang mengaku wartawan (KJ, jadi-jadian, atau sebenar-benar pewarta). Bahkan polisipun, yang setahu saya ''berwenang dan berwajib'', pasti pening kepala dan tiba-tiba muram bagai ayam kena tetelo jika membaca namanya diberitakan di isu buruk dan sensitif.

Biar Pak Kasat Lantas tidak menduga-duga, apalagi berspekulasi tentang saya dan niat menulis surat ini, tak apa kiranya saya memberikan sedikit latar. Saya pernah menekuni kewartawanan. Cukup lama dan bahkan sejak masa kuliah sudah menambah-nambah uang di saku dengan menulis artikel (umumnya cerita, feature alam bebas, dan opini) di media-media (syukurlah) besar terbitan Jakarta. Dari jurnalistik, saya pindah ke private sector, ''katanya'' jadi profesional, dengan tetap menulis (di media papan atas Indonesia), khususnya artikel analisis dan opini.

Walau tak lagi bergelut dengan jurnalistik, saya masih dekat dan berhubungan intens dengan profesi ini. Teman-temang reriungan saya, sehari-hari saat lowong dari urusan kerja, adalah mereka yang kebetulan menduduki posisi setingkat redaktur senior, redpel, bahkan pemred media nasional.

Setidaknya saya cukup melek jurnalistik. Kompeten seluk-beluk bahasa (Indonesia), temasuk menggunakannya sesuai tradisi literasi yang terus disempurnakan dari masa ke masa. Saya orang Indonesia kelahiran Bolmong. Waras. Dan cukup paham kewajiban dan hak warga negara, terutama peran sertanya dalam urusan publik dan kontrolnya.

Maka izinkan saya menggunakan kewajiban dan hak publik itu untuk berbagi perhatian pada pemberitaan jahat yang ditimpahkan pada Bapak dan jajaran Satuan Lantas Polres Bolmong oleh kotamobagupost.com. Singkat saja, selebihnya dapat dipercakapkan secara pribadi, kalau-kalau Polres Bolmong, khususnya Bapak dan jajaran, memikirkan langkah hukum demi menunjukkan kesetaraan di antara warga negara dalam konteks perhormatan terhadap posisi profesi yang dipilih pihak per pihak.

Pertama, yang ditulis kotamobagupost.com itu, dari kaidah-kaidah jurnalistik, cacat segala-galanya. Sumber berita sebagai sosok utama rujukan ditulis dengan frasa ''sebut saja namanya Enal''. Apa-apaan ini? Jurnalisme memberikan hak pada wartawan melindungi sumber berita, bila terkait hal-hal yang dapat membahayakan dia (harta benda, pekerjaan, dan lahir-bathinnya). Petugas polisi yang digambarkan dalam berita sudah menggantongi SIM dan STNK ''si Enal itu'', jadi di mana logika melindungi nara sumber diletakkan?

Penulis yang katanya berita itu pandir (kalau bukan memang meheng) dan penanggung jawab situs berita yang mempublikasi (namanya Audy Kerap. Jabatannya penanggung jawab, pemimpin umum, pemimpin redaksi; serta pula Ketua PWI KK) pasti berotak seperti udang. Berdampingan dengan kotoran.

Kedua, tulisan itu dengan sengaja membingkai polisi umumnya adalah sosok jahat. Bajingan. Hanya ada satu-dua yang masuk kategori orang baik. Bingkai ini adalah opini yang seolah-olah. Kata ''melarikan'', ''berwibawa'', atau ''dingin'' dimanfaatkan mengirim pembacanya membayangkan polisi itu tak beda dengan copet, sok kuasa, dan beraura setan.  Apalagi, di dalam tulisan eksplisit penulisnya (eye witness) berada di tempat ketika peristiwa terjadi.

Saya kupas sedikit ihwal kata ini (selebihnya bisa dirujuk ke KBBI). ''Melarikan'' adalah perbuatan yang berakar dari kata ''lari''. Maka harusnya petugas yang disaksikan oleh penulis (sebagai saksi mata) membawa SIM dan STNK ''sebut saja namanya Enal'' itu dengan berlari dengan tujuan yang entah. Akan halnya ''berwibawa'' dan ''dingin'', ini sungguh opini yang sepenuhnya datang dari dengkul penulisnya. Wartawan yang sudah mendapat pelatihan tahu persis, deskripsikan apa yang dilihat, didengar, dibaui, dan dirasakan (dicecap). Biar pembaca, yang bukan sekumpulan cecurut yang otaknya cuma seukuran miligram, menilai dan menyimpulkan.

Tiga, ini yang fatal dan membuktikan bahwa publikasi itu bukan berita tetapi opini insinuasi, bahkan terhadap institusi kepolisian. Perhatikan, Pak Kasat Lantas yang berwenang dan berwajib, frasa ''Kapolda Sulut diminta mendidik etika polisi lalu lintas Polres Bolmong'' yang dijadikan judul, ditempatkan di alinea pertama dan penutup tulisan, bukanlah kutipan langsung. Kalau urusan pendidikan etika ini maha penting dan benar-benar dikatakan oleh ''sebut saja namanya Enal'' sebagai sumber, patut dan mustahak dia ditempatkan di antara dua kutipan (''....''). Artinya, memang diucapkan dengan jelas, terang, dan sadar oleh nara sumber; dan didengar langsung, dicatat (atau rekam) kata per kata, oleh wartawan yang kemudian menuliskannya.

Sudah opini, frasa itu juga secara langsung adalah bentuk penghinaan melalui pengecilan (belitteling) terhadap institusi kepolisian di Bolmong, khususnya Kapolres. Dengan membaca sedikit cermat, kita tahu, kambing congek yang jadi penulisnya, dengan sengaja memanipulasi pengetahuan umum pada struktur komando di kepolisian Sulut. Bukankah di atas Kasat Lantas Polres Bolmong setidaknya masih ada KaOps, Wakapolres, dan Kapolres yang punya kewajiban, tanggung jawab, dan tugas membina bawahannya yang khilaf dan salah--sengaja atau tidak. Kok yang ini langsung Kapolda? Frasa dan penjudulan itu adalah verbal harassment yang hukum pidananya tergolong berat.

Sepengalaman saya, Pak Kasat Lantas, wartawan dan media yang manipulatif seperti ini biasanya cuma tukang peras dengan kedok profesi dan produk profesionalnya. Kriminal sesungguhnya. Musang berbulu domba.

Dan keempat, yang paling fatal adalah tidak adanya keberimbangan dan keadilan sumber. Kalau ''sebut saja namanya Enal'' yang dijadikan sumber utama mendominasi seluruh tubuh berita, kemana konfirmasi dari Satuan Lantas atau Polresta Bolmong? Wartawannya jelas berada di tempat kejadian? Apa susahnya menyodorkan rekaman dan bertanya pada Kasat Lantas, ''Etis atau tidak, profesional atau tidakkah tindakan yang baru saja berlangsung di depan mata saya?'' Kalau Kasat Lantas menolak bicara, setahu saya Polres Bolmong telah mendedikasikan seorang perwira khusus untuk berhubungan dengan para pewarta.

Memang ada niat jahat dari tulisan itu. Sangat jahat. Apalagi wartawan, sesuai dengan konstitusi mereka (UU, kode etik), dan pedoman penyiaran (untuk media siber), dalam melaksanakan tugas haram hukumnya berlaku seperti maling atau jailangkung. Datang tidak diundang, pergi tidak diantar. Wartawan harus sedari mula membuka siapa dia, menunjukkan identitasnya, kecuali untuk peliputan yang bersifat investigasi. Tulisan itu bukanlah investigasi.

Darinya, dengan menimbang keempat fakta di atas (dan masih banyak lainnya yang bisa saya papar), Pak Kasat, Satuan Lantas, dan Polres Bolmong punya hak kuat memperkarakan penulis dan penanggung jawab kotamobagupost.com. Tidak usah menggunakan UU Pers, sebab dapat dibuktikan situs ini bukanlah media siber sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusinya (saya bersedia bersama-sama dengan mereka yang pakar menguji saksama simpulan ini). Saran saya, manfaatkan KUHP dan UU ITE demi kehormatan Pak Kasat, Satuan Lantas, dan Polres Bolmong, dan bahkan Kapolres sebagai pucuk pimpinannya.

Pak Kasat Lantas, AKP Romel Pontoh, yang berwenang dan berwajib, surat yang saya tuliskan ini sepenuh-penuhnya benar. Saya bersedia menanggung risiko, apapun itu, termasuk mengepel seluruh kantor Satuan Lantas jika ada sedikit saja dusta, spekulasi, atau karang-karangan di dalamnya.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

AADC: Ada Apa dengan Cinta; AKP: Ajun Komisaris Polisi; Bolmong: Bolaang Mongondow; ITE: Informasi dan Transaksi Elektronik; Kasat: Kepala Satuan; KaOps: Kepala Operasi; Kapolda: Kepala Kepolisian Daerah; Kapolres: Kepala Kepolisian Resort; KBBI: Kamus Besar Bahasa Indonesia; KJ: Kurang Jelas; KK: Kota Kotamobagu; KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana; Lantas: Lalu Lintas; Pemred: Pemimpin Redaksi; Polres: Kepolisian Resort; PWI: Persatuan Wartawan Indonesia; Redpel: Redaktur Pelaksana; SIM: Surat Izin Mengemudi; STNK: Surat Tanda Nomor Kendaraan; Sulut: Sulawesi Utara; UGD: Unit Gawat Darurat; UU: Undang-undang; dan Wakapolres: Wakil Kepala Kepolisian Resort.