Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, October 27, 2016

''Ooo..., Wartawan Kepuyuk Itu? Oto itu?''

UNGGAHAN kotamobagupost, Rabu, 12 Oktober 2016 (http://kotamobagupost.com/2016/10/12/kapolda-sulut-diminta-mendidik-etika-polisi-lalulintas-polres-bolmong/), yang sedikit saya kuliti sebagai kejahatan profesi (wartawan), mengundang banyak informasi baru. Satu yang maha penting bahkan saya dapatkan langsung dari sumber utamanya.

Bagi para pengkhimat jurnalisme, fakta baru itu adalah kefasikan tak termaafkan. Tidak akan saya tutup-tutupi, terutama ke PWI Sulut (yang semestinya harus pula segera menindaklanjuti), minimal soal KEJ, mengingat berita itu ternyata berkaitan sangat erat dengan anggotanya. Kongres PWI XXIII di Banjarmasin, September 2013, yang merumuskan ulang PD/PRT dan KEJ organisasi ini, saya contohkan, di Pasal 3 KEJ mengatakan: ''Wartawan tidak beritikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasional.''

Dari orang yang menjadi obyek dan korban tulisan Kapolda Sulut Diminta Mendidik Etika Polisi Lalulintas Polres Bolmong yang dipublikasi kotamobagupost.com (saya tambahkan catatan: ''lalu lintas'', bukan ''lalulintas''), yang kredibilitas dan integritasnya 1.000% lebih terjamin dibanding oknum wartawan abal-abal, tukang ancam, dan pemeras, saya mengetahui: sumber berita publikasi ini, ''sebut saja namanya Enal'', tak lain adalah Ketua PWI KK sendiri, Audy Kerap. Informasi ini dari tangan pertama, terkonfirmasi, dan telah saya check dan recheck.

Kamu ketahuan! Pembaca, saya setengah tak percaya ketika diberitahu, pelanggar lalu lintas yang mencela dan mengecilkan Kasat Lantas Polres adalah Audy Kerap, dongok pongah yang mengaku wartawan dan Ketua PWI KK, dengan mobil Avansa olehan tipu sini-tipu sana. Cukup lama saya diam, mengolah logika, dan ketika buka mulut hanya bisa bilang, ''Ooo..., wartawan kepuyuk itu? Oto itu?''

Dia yang melanggar lalu lintas. Dia pula yang menjadi sumber utama berita, terutama kutipan-kutipan yang meleceh polisi dan satuan tugasnya. Dipublikasi di situs (klaimnya) yang dia pertanggungjawabkan. Maka tak perlu heran kalau sebentar lagi akan terbukti dia pula yang menulis publikasi ''penghinaan'' itu. Tak sulit memalidasi siapa penulis sesungguhnya Kapolda Sulut Diminta Mendidik Etika Polisi Lalulintas Polres Bolmong. Setiap kreator warta selalu punya jejak ''sidik jari'' penggunaan kata, pemenggalan kalimat, dan tanda baca dari karya-karyanya.

Dengan demikian, saya mengetam satu lagi tambahan fakta Audy Kerap memang cuma kriminil yang petantang-petenteng dengan indentitas wartawan, keanggotaan PWI, jabatan ketua tingkat kota organisasi ini, dan bahkan penanggung jawab, pemimpin umum, dan pemimpin redaksi kotamobagupost.com yang diaku-aku sebagai media siber. Tidak suka dengan pernyataan saya ini? Lalu Anda mau apa? Sekali lagi ke polisi, misalnya, karena saya menyatakan ada menggondol mobil? Lakukan sampai puas. Itu yang saya tunggu. Kan saya belum menggunakan giliran saya. Kita masi kase voor pa ngana.

Kalau urusan dengan Audy Kerap ini dianggap menjadi personal, mohon diingat-ingat: sejak mula saya tidak pernah ingin melongok dan mengusik-ngusik isi kancut seseorang. Laporan dia ke Polres Bolmong adalah tentang pencemaran nama baik (pribadi, pula ''konon'' Ketua PWI KK yang disesumbar masih menunggu restu PWI Sulut) yang saya lakukan. Serial tulisan yang saya publikasi di blog ini sejak Kamis, 20 Oktober 2016, adalah bela diri saya. Pembuktian bahwa dia sama sekali tak punya nama baik. Cuma kucing kurap yang digantunggi identitas wartawan, terpungut titel Ketua PWI KK, dan mengaku-ngaku bertanggung jawab terhadap sebuah situs berita.

Reputasi tingkat limbah itu malah membuat saya sudah berencana, jika berada di Kotamobagu dan kebetulan berpapasan, menyua, atau berada di satu tempat yang sama dengan Audy Kerap, saya akan meneriaki dia maling. Papancuri! Biar orang sekampung, umum yang banyak, berbondong-bodong tahu, seperti inilah bengal jenis yang lebih berbahaya dibanding yang terang-terangan menggunakan kekerasan dalam aksinya.

Tidak sudi saya cap alap-alap, terus mau menggertak seperti yang dilakukan terhadap petugas Satuan Lantas Polres Bolmong? Saya bukan ''yang berwenang dan berwajib''. Saya tak terikat pada doktrin ''mengayomi dan melayani''. Mau adu otak, sini. Jual-beli pukulan? Mari segera dengan saksama, dalam tempo sesingkat-singkatnya. Saya tidak ragu menaikkan taruhan dengan Audy Kerap. Sesumbarnya di media sosial akan ''membela harga diri sekalipun dengan nyawa'', saya pastikan dibeli dengan nilai dua kali lipat: nyawa saya dan istri.

Di usia jelang setengah abad, pernah menggeluti jurnalistik, saya tak pernah luntur cinta dan respek terhadap profesi ini. Tidak pula berkurang hormat terhadap banyak kawan wartawan, termasuk yang berhimpun di PWI, karena kesungguhan mereka mengabdi pada profesinya. Tentu sebagai manusia dengan segala salah dan khilafnya.

Tapi profesi wartawan sama dengan pekerjaan lain. Ada penyandangnya yang benar-benar berintegritas, ada yang oportunis, dan tak sadikit pula yang pantas disebut kecoak. Audy Kerap (Ketua PWI Sulut, Vouke Lontaan, mohon maaf, tapi saya sangat prihatin) yang per awal oktober 2016 didapuk jadi Ketua PWI KK adalah salah satu dari jenis coro itu.

Dia, sebagaimana para pancalongok, wartawan yang beritikad buruk, memutar-balikkan fakta (sesuatu yang sakral untuk profesi ini), bohong, dan sekadar sensasional, cuma nista untuk kaumnya. Audy Kerap adalah aib yang menumpahi para pewarta tak hanya di Bolmong. Dengan jabatan Ketua PWI KK, dia borok busuk di tubuh organisasi ini di Sulut.

Cema itu kian lengkap karena, de facto dan de jure, ternyata kotamobagupost.com dan PT Grafika Pers Cemerlang sebagai publikatornya tak dapat dikategorikan sebagai media siber. Badan hukum dan situs ini tak masuk daftar perusahaan pers di Dewan Pers. Artinya, Kronik Mongondow, yang cukup puas sudah didaftar di bookmark orang-orang di BMR yang masih kukuh menjaga kewarasannya, lebih cetar dong dari kotamobagupost.com.

Musim penghujan yang mulai menerpa Indonesia membawa guyuran di mana-mana, terlebih ''kota never dry'' Bogor (belakangan saya lebih banyak tinggal di kawasan ini), membuat kursi tempat saya bekerja tak jua hangat. Tempat duduk dingin menjadikan betah mengutak-ngatik komputer berjam-jam. Dari itu, pasti masih banyak uar-uar tentang Audy Kerap yang bakal tersiar. Kabar cegaknya, materi-materinya tinggal menunggu dituang di blog ini.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Kasat: Sepala Satuan; KEJ: Kode Etik Jurnalistik; KK: Kota Kotamobagu; Lantas: Lalu Lintas; PD/PRT: Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga; Polres: Kepolisian Resort; PWI: Persatuan Wartawan Indonesia; dan Sulut: Sulawesi Utara.