Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, December 23, 2016

Kasus Cabul di Polres Bolmong: Ulur-ulur dan Akhirnya Kurang Bukti?

HEBAT benar jajaran Reskrim Polres Bolmong. Jumat, 23 Desember 2016, dugaan pencabulan dengan kekerasan yang dilakukan Kabid di Dinas PU dan Ketua KNPI KK yang telah dimantankan oleh Pemkot dan organisasinya, telah menginjak hari ke 25 sejak kejadiannya berlangsung dan dilaporkan. Hasil penyidikan polisi sejauh ini konsisten: tidak jelas!

Kabar terakhir sebagaimana dilansir totabuanews.com (https://totabuanews.com/2016/12/perkara-kasus-asoi-bakal-digelar-di-polda-sulut), gelar perkara keduanya (yang pertama sudah dilaksanakan sebelum penyidikan dimulai) akan dilaksanakan di Polda Sulut. Kapan waktunya? ''Tinggal menunggu waktu,'' tulis situs berita ini mengutip Kasat Reskrim, AKP Anak Agung Gede Wibowo Sitepu.

Sembari menunggu waktu yang tak pasti kapan itu (padahal tak kurang Presiden Joko Widodo sendiri menegaskan kasus yang korbannya anak-anak adalah kejahatan luar biasa, karenanya mesti ditangani dengan cara luar biasa pula), publik yang dijamin haknya oleh Peraturan Kapolri No. 14/2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, berhak tahu perkembangannya. Kilahan Kasat Reskrim yang itu-itu juga, ''Kasus ini sementara diproses'', lama-kelamaan terasa seperti mantra palsu tukang jual obat di tengah keramaian pasar.

Pergaulan bertahun-tahun di macam-macam tempat dan strata masyarakat, dari zaman sekolah, jadi jurnalis, lalu ganti profesi ke sektor bisnis, membawa saya terbiasa dengan orang-orang dari aneka pekerjaan. Termasuk para polisi. Ada teman polisi yang dekat sejak masa SD dan SMP, salah satunya seorang perwira menengah di Polres Bolmong yang sebenarnya lucunya minta ampun (makanya, ketika dia jadi polisi, saya terheran-heran: rupanya bisa tegas juga kawan satu ini? Dan ternyata memang demikian). Ada pula kawan yang hubungannya terjalin sebab hobi, kawan dari kawan, pula sebab hubungan pekerjaan. Mereka mulai dari bintara lulusan baru hingga yang bintang di pundaknya cukup bikin kelilipan.

Berkarib dengan polisi membawa pencerahan buat saya: sungguh takut melanggar hukum, bahkan sekadar tak mematuhi marka jalan dan lampu lalu lintas. Bukankah sungguh memalukan jika kawan sendiri yang terpaksa menulis surat tilang atau lebih sial jadi pemeriksa dan menatap dengan tak mengerti bercampur iba, ''Kok Anda sih?''

Tapi banyak pula berkah punya segudang karib polisi. Salah satunya konsultasi gratis kasus dan tindak pidana, termasuk ketika mengemukanya dugaan cabul dengan kekerasan (oleh oknum ASN elite KK yang juga tokoh organisasi kepemudaan dengan korban siswi PSG) yang kini jadi sorotan umum di BMR. Sewaktu peristiwanya dilaporkan ke Polres Bolmong, tanpa menyebut siapa terduga pelaku, korban, maupun tempat kejadiannya, saya sempat bertanya pada seorang kawan polisi: apakah dengan bukti-bukti yang ada kasusnya cukup kuat? Sebab saya bertanya pada polisi yang makan asam garam Reskrim, jawabannya tak perlu ditebak. Pendek saja dia menegaskan, ''Ya!''

Memang. Apa susahnya menyidik sebuah kasus yang terang-benderang. Kejadiannya di jam kantor, melibatkan oknum ASN dengan korban siswi PSG yang ditempatkan di kantornya. Ada saksi, ada visum et repertum, ada petunjuk dan bukti lain, termasuk uang yang diberikan paksa oleh terduga pelaku. Bahkan bila penyidik dan atasannya (dalam hal ini Kasat Reskrim) cukup ilmu, mereka tentu tak pura-pura meluputkan ada barang bukti lain seperti mobil yang digunakan dan petunjuk semacam: usai menurunkan terduga korban di salah satu ruas jalan di kelurahan tempat tinggalnya, berada di manakah oknum (mantan) Kabid najis itu? Dengan siapa dia ketika itu? Apa yang dilakukan dan dibicarakan?

Kasat Reskrim dan penyidik PPA di Polres Bolmong barangkali terlampau menyepelekan pengetahuan orang banyak (khususnya) di KK terhadap kasus itu. Asal tahu saja, belum sepekan setelah dilaporkan ke polisi, detil-detil perkara ini sudah lalu-lalang dan dibicarakan secara terbuka. Termasuk bagaimana mobil yang digunakan membawa siswi berusia 16 tahun itu ''dibersihkan'' dengan mengelupas kaca film yang sebelumnya gelap, pula bagaimana oknum mesum itu bersembunyi di rumah salah seorang aktivis politik KK hingga malam tiba. Menghilangnya terduga pelaku antara sekitar pukul 14.00 hingga 20.00 Wita adalah ''golden period'' yang seolah-olah diluputkan oleh polisi.

Periksa saja tuan rumah yang tak pernah berpikir kediamannya bakal jadi tempat ngumpet terduga cabul. Saya yakin, sebagai petunjuk, polisi bakal mendapatkan cerita yang mengkonfirmasi kebenaran terjadinya peristiwa tak senonoh itu. Sebab sedikit-banyak saya tahu profil penyidik yang menangani kasusnya, saya berkeyakinan ilmu menyidik tingkat dasar ini khatam mereka kuasai. Tapi mengapa kasusnya malah terulur-ulur dan meleber kemana-mana?

Di atas penyidik Unit PPA ada Kasat Reskrim. Dengan berhati-hati dan takut jadi fitnah atau pencemaran nama baik, barangkali ada baiknya saya menginformasikan pada AKP Anak Agung Gede Wibowo Sitepu, di setiap percakapan tentang dugaan pencabulan dengan kekerasan oleh oknum (mantan) Kabid itu, namanya selalu disebut dengan sinisme. Orang-orang yang dengan cermat mengikuti proses penyidikan kasus ini, bahkan tidak segan lagi mengatakan, ''Kasat pasti main mata dengan terduga.''

Demi nama baik Satuan Reskrim Polres Bolmong dan terutama Kasat AKP Anak Agung Gede Wibowo Sitepu, selayaknya polisi menyeriusi bisik-bisik semacam itu. Sebab, tak ada asap tanpa api. Tidak pula mungkin polisi melarang publik menafsir perkembangan bakal dilakukannya gelar perkara kasus dugaan pencabulan itu di Polda Sulut. Bahwa, sebagai sebuah proses, omong kosong belaka gelar perkara (khusus) ini dilaksanakan karena Polres Bolmong ingin memastikan kelayakan dan keabsahan penyidikan, saksi, dan bukti-buktinya.

Dari pengalaman panjang, baik sebagai terperiksa (untunglah kasus-kasus yang melibatkan saya, dulu, umumnya cuma karena kenakalan mengorganisasi massa dan unjuk rasa) maupun sebab bergaul dekat dengan kalangan polisi, gelar perkara (khusus) untuk kasus yang tergolong mudah, biasanya dilaksanakan karena para ''dewa di tingkat lebih tinggi'' melihat, mendengar, atau mengetahui ada kejanggalan yang terjadi. Dengan kata lain, ada seseorang dengan wewenang lebih tinggi yang sebenarnya memerintahkan jajaran Polres Bolmong untuk melaksanakan gelar perkara di Polda Sulut.

Dugaan terbaik saya, jika tak ada gelar perkara (khusus) itu, skenario yang paling mungkin adalah: tampaknya setelah penyidikannya diulur-ulur, terduga pelaku diberi privilege seolah sulit disentuh tangan hukum, langkah berikut Reskrim Polres Bolmong adalah mengumumkan penyidikan perkaranya dihentikan karena kurang bukti. Atau, penyidikannya dibuat terus-menerus berputar-putar dan akhirnya masyarakat lupa, media bosan, korban dan keluarganya juga capek lalu ujung-ujungnya cuma bisa pasrah bongkokan.

Kurang bukti? Jelas tidak! Diulur-ulur? Pasti. Dengan efektif dan efisien pula, sampai-sampai di hari ke 25 sejak dilaporkan ke Polres Bolmong perkembangan penyidikannya hampir sesenyap kuburan di malam Jumat.

Modus ulur-ulur lalu kurang bukti atau dibiarkan hingga semua orang (termasuk korban) bosan menindaklanjuti, bukan hal baru di lingkungan Polres Bolmong. Salah satu kasus, berkaitan dengan KDRT (psikologis), yang setahu saya tak jelas ujung-pangkal penyidikannya adalah yang melibatkan Sekretaris KNPI KK (ketika itu menduduki jabatan Sekretaris Panwas KK) saat ini. Benarkah info ini? Kasat AKP Anak Agung Gede Wibowo Sitepu tentu bisa membenarkan atau sebaliknya membantah tegas dengan bukti perkembangan hasil penyidikannya, termasuk membeber berapa lama prosesnya berlangsung.

Masyarakat KK dan BMR umumnya, lebih khusus lagi kaum perempuan di bawah umur, menaruh harapan besar pada gelar perkara (khusus) kasus dugaan pencabulan oleh terduga (mantan) Kabid ''gabet'' yang akan dilaksanakan di Polda Sulut. Mudah-mudahan, karena kasusnya seterang siang bolong di musim kemarau, harapan ini tidak dikempiskan dengan aneka alasan tak masuk akal. Kecuali jika polisi lebih suka orang banyak mulai memilih hukum rimba ketimbang hukum formal.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

AKP: Ajun Komisaris Polisi; ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Kabid: Kepala Bidang; Kapolri: Kepala Kepolisian Republik Indonesia; Kasat: Kepala Satuan; KDRT: Kekerasan Dalam Rumah Tangga; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia; Panwas: Panitia Pengawas (Pemilihan Umum); Pemkot: Pemerintah Kota; Polda: Kepolisian Daerah; Polres: Kepolisian Resor; PPA: Perlindungan Perempuan dan Anak; PSG: Praktik Sistem Ganda; PU: Pekerjaan Umum; Reskrim: Reserse Kriminal; SD: Sekolah Dasar; SMP: Sekolah Menengah Pertama; Sulut: Sulawesi Utara; dan Wita: Waktu Indonesia Tengah