Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, December 4, 2016

Omong Kosong Praduga Tak Bersalah KNPI KK

DARI bilangan almanak, Minggu, 4 Desember 2016, dugaan cabul dengan kekerasan (bahkan dari fakta yang kian terungkap sebenarnya sudah masuk kategori percobaan pemerkosaan) oknum Kabid di Dinas PU yang juga Ketua KNPI KK telah menginjak hari keenam. Yang mengherankan, Pemkot--termasuk Walikota, Sekkot, dan MKE--, polisi, LSM perlindungan perempuan dan anak, termasuk organisasi tempat oknum mesum itu berkiprah, bersikap seolah peristiwanya adalah kasus kecil.

Masya Allah, belakangan bahkan ada sejumlah oknum yang terang-terangan ingin menutup-nutupi kasusnya dengan menyuap media dan wartawan. Petandanya terang-benderang. Telusuri saja di antara sekitar lebih 35 situs berita di BMR, yang sama sekali tak memberitakan kasus ini adalah mereka yang harganya cuma berada di kisaran Rp 500-Rp 1 juta. Terlalu murah untuk reputasi dan tak beda dengan ''makan uang lendir''.

Lebih menjijikkan lagi, oknum-oknum yang bergerak itu selama ini adalah yang omongannya paling koar dan sok idealis. Yang kemana-mana membanggakan diri sebagai kelas orang berpendidikan, punya komitmen terhadap kemaslahatan Mongondow, dan merasa paling layak dianggap tokoh. Tai kucinglah mereka semua.

Menutup-nutupi borok bernanah yang sudah menjadi pengetahuan umum, bahan gunjing dan cela, sama dengan berkubang lumpur bersama pelakunya. Tapi memang tidak mengherankan. Orang bijak dan para tetua selalu menasihati, waspadalah dalam pergaulan. Ajak hanya berhimpung dengan ajak. Babi cuma cocok dengan kumpulan babi. Tentu absah belaka jika kita, umum yang akhirnya tahu persis kasusnya hingga detil, berkonklusi mereka yang masih berusaha melindungi oknum cabul, sama belaka kelakuannya. Sesama cabul dan mesum memang tak malu-malu saling melindungi.

Pewarta siapapun yang sudah makan pelatihan jurnalistik dasar pasti sadar, isu pencabulan dengan kekerasan sungguh gurih, terlebih melibatkan tokoh yang sedang jadi perhatian publik, terkait pula masalah yang diprihatini secara nasional. Sebagai materi berita, kasusnya memenuhi seluruh mimpi media dan jurnalisnya.

Melihat fenomena gigihnya konspirasi dan komplotan jahat yang berusaha menimbun isu gawat ini dari kewarasan publik, saya mengapresiasi tinggi beberapa media (cetak dan situs berita) yang masih terus memperbaharui isu pencabulan dengan kekerasan itu. Mereka adalah benteng terakhir yang menunjukkan tetap dipeliharanya kewarasan di KK. Apalagi korbannya, seorang perempuan di bawah umur, pelajar berusia 16 tahun, disenonohi pelaku yang selain punya kuasa, duit, juga didukung segerombolan bajingan yang cukup punya kemampuan persuasi dan agitasi.

Bila dikuak lebih dalam, jejaring dan temali oknum tercela itu juga terkait--setidaknya di KK--dengan politikus papan atas, birokrat elite, dan tokoh-tokoh publik terkemuka. Bukan rahasia lagi, misalnya, terpilihnya dia menjadi Ketua KNPI tak lepas dari adanya campur tangan beberapa tokoh. Mungkin pula dengan dana tak sadikit. Sebagai sebuah investasi, galib jika ada upaya menyelamatkan oknum cabul ini, walau itu melawan seluruh fakta, keinginan pubik, termasuk pula lampu merah bahaya kekerasan dan pelecehan perempuan dan anak yang tengah digiatkan di negeri ini.

Karenanya, betapa pandir dan omong-kosongnya peryataan Sekretaris KNPI KK, Hendra Manggopa, yang dikutip totabuan.co (http://totabuan.co/2016/12/hendra-knpi-kotamobagu-masih-hargai-asas-praduga-tak-bersalah/). Tuan Sekretaris, kilahan Anda, ''Biarkan proses hukum berjalan dulu. Kita hargai asas praduga tak bersalah,” sungguh tak bermutu. Kasus cabul yang makin jelas bukan dugaan lagi, terlebih tak beraninya oknum pelakunya sedetik saja tampil di depan umum, tidak memerlukan pembelaan yang melecehkan intelektualitas pengurus dan seluruh kader organisasi seperti KNPI.

Gawatnya isu kekerasan dan pelecehan perempuan dan anak semestinya menempatkan setiap oknum pelakunya sebagai ''terduga bersalah'' hingga dia membuktikan sebaliknya. Sebagai ketua organisasi yang butuh publikasi, minta (bahkan instruksikan) Ketua KNPI KK tampil di depan media dan wartawan, menjelaskan duduk-soalnya seterang dan selengkap-lengkapnya. Kami tidak akan risih kok, sekalipun kisahnya barangkali sama birunya dengan novel-novel porno Enny Arrow atau Nick Carter. Pula, apa susahnya seluruh jajaran pengurus yang lebih sebulan lalu beriaan berjaket organisasi dilantik mengampuh KNPI KK, meminta keterangan langsung pada yang bersangkutan?

Ketua KNPI KK dipilih oleh para anggota. Maka seluruh anggota organisasi ini, terutama mereka yang memilih dia dan pengurus yang dia pilih, wajib tahu dengan segera kebenaran (atau ketidakbenaran) dugaan kasus pencabulan dengan kekerasan itu. Kecuali jika para pemangku kepentingan utama ini terpaksa memilih orang yang salah karena sogok, tekanan, kepentingan sesat, atau sebab terlalu dungu menilai mana yang emas dan yang cuma loyang.

Organisasi yang punya kehormatan, norma, etika, dan mekanisme, memiliki cara sendiri menegakkan marwahnya. Berlindung pada logika mesti menunggu proses pembuktian hukum oleh pihak berwenang (polisi, kejaksaan, dan hakim), adalah cara cuci tangan murahan. Lalu apa kerja nyata pengurus organisasi ini? Untuk apa ada pengurus tingkat provinsi dan DPP? Katakanlah, kalau aparat hukum memerlukan waktu berbulan menyelesaikan kasusnya, apakah dengan demikian organisasi ini juga harus menunggu sedemikian lama untuk akhirnya membersihkan kotoran ayam encer yang ditempelkan di jidat?

KNPI adalah organisasi tempat berhimpun kaum muda yang pengurus dan anggotanya dikenal berpendidikan di atas rata-rata. Didirikan oleh Kelompok Cipayung, forum bersama lima organisasi mahasiswa (HMI, GMKI, GMNI, PMII, dan PMKRI), yang menandatangani Kesepakatan Cipayung, Jawa Barat, pada 22 Januari 1972, akar organisasi mahasiswa ini menempatkan KNPI sejak mula dipercaya punya pemihakan yang solid.

Sayangnya, pemihakan itu tak saya lihat ada di KNPI KK dan Sulut. Berpusingnya mereka seperti kucing mengejar ekor dalam kasus yang melibatkan ketuanya, sama dengan maklumat organisasi ini sekadar tempat berhimpun orang-orang muda yang bingung dan nir-ideologi. Gampang diseret dan diarahkan sekadar meramaikan dinamika sosial atau politik praktis. Bahwa akhirnya organisasi ini hanya berisi sekumpulan boneka dan ''pak turut'' yang gampang bilang ''proses'' dan ''mekanisme'' tanpa tahu bagaimana menjalankan dan menerapkannya.

Jadi, begini saja, teruslah mencari-cari alasan dan mengulur waktu. Tapi jika akhirnya hukum berjalan dan membuktikan oknum terujung birahi itu cabul disertai kekerasan, jangan salahkan jika umum juga tidak lagi hanya menuntut tindakan terhadap dia. Sekalian saja organisasi ini dibubarkan supaya bisa menghemat APBD. Bukankah aktivitas organisasi ini di KK, sedikit-banyak, juga turut menggunakan uang rakyat?***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

BMR: Bolaang Mongondow Raya; DPP: Dewan Pengurus Pusat; HMI: Himpunan Mahasiswa Islam; GMKI: Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia; GMNI: Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia; Kabid: Kepala Bidang; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia; LSM: Lembaga Swadaya Masyarakat; MKE: Majelis Kode Etik; Pemkot: Pemerintah Kota; PMII: Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia; PMKRI: Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia; PU: Pekerjaan Umum; dan Sekkot: Sekretaris Kota.