Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, December 2, 2016

''Kakaw Abul'' dan Muslihat-muslihat Kegenitan

DIANGKAT dari novel Nelson DeMille yang terbit pada 1992, The General's Daughter (1999) telah saya tonton berkali-kali. Film yang disutradarai Simon West dengan pemeran utama John Travolta, Madeleine Stowe, dan James Cromwell, ini memang memukau. Kisahnya tentang harga diri dan kehormatan seorang anak perempuan yang tergadai karena alasan politik dan ambisi kekuasaan ayahnya.

Elisabeth Campbell (diperankan Leslie Stefanson) adalah kadet perempuan brilian di Akademi Militer West Point. Prestasinya, yang mengalahkan para kadet lak-laki, menimbulkan amarah dan akhirnya balas dendam. Satu malam, dalam latihan perang yang dilakukan sebagaimana aslinya, Elisabeth disergap, disumpal, dan ditunggak telentang dengan pasak tenda, lalu diperkosa beramai-ramai.

Perempuan malang itu ditemukan sekarat, remuk lahir-bathin, dan bahkan tertular penyakit kelamin. Ayahnya, seorang jenderal yang karirnya tengah berkibar, terbang pulang dari penugasan di luar negeri dengan tekad menuntut balas derita puterinya.

Malangnya, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap program kadet perempuan di West Point serta iming-iming karir cemerlang, sang ayah tunduk pada kompromi. Dia mengorbankan permohonan menghiba-hiba puterinya dengan pernyataan dingin, ''Ayah mencintaimu dan mari lupakan peristiwa itu.''

Bertahun kemudian perempuan itu sudah menyandang pangkat ''Kapten'' dan berada di bawah pimpinan ayahnya, Letnan Jenderal Joseph ''Fighting Joe'' Campbell, yang bersiap pensiun dan masuk arena politik sebagai calon wakil presiden. Lalu tiba-tiba Kapten Elisabeth Campbell ditemukan tewas, dalam posisi dan kondisi sama persis dengan saat dia diselamatkan dari pemerkosaan sewaktu masih di akademi.

Bahkan setelah berulang menonton film itu, menjajak bagian akhir saya tetap tak kuasa menahan getar. Menonton adegan anak perempuan yang dalam putus asa memohon perlindungan ayahnya, seseorang yang sesungguhnya punya kuasa tapi memilih berkompromi dengan mengorbankan buah hatinya, sungguh melelehkan dada.

Itu sebabnya, tatkala diberitahu bahwa seorang siswi PSG di Dinas PU telah dilecehkan dengan pencabulan disertai kekerasan oleh seorang Kabid yang juga ketua organisasi kepemudaan terkemuka di KK, saya bereaksi keras. Ya, barangkali ini saatnya saya mendeder, bahwa saya sangat mengenal terduga korban itu, seorang pelajar berusia di bawah 16 tahun yang bercita-cita jadi ahli teknik dari ITB, yang selalu menyapa saya dengan panggilan ''Om''. Setiap kali saya berada di KK, dia dan para keponakan lain beriungan di antara kami sekeluarga di rumah milik Sarif Mokodongan dan Ella Lamama di Panang, Mogolaing.

Saya tahu persis gadis kecil pemalu itu, yang kepolosannya-- sebagaimana remaja puteri rumahan lainnya--memang menggemaskan. Dia bahkan cuma bisa tersipu-sipu malu dan buru-buru bersembunyi di balik punggung tante-tantenya ketika digoda, ''Sapa ngana pe cowok? Bawa kamari dulu biar Pa' Tua' boleh lia, apa dia buaya, bajingan, atau anak bae-bae.''

Orang waras mana yang tak murka terhadap perilaku tak senonoh seorang ASN yang punya jabatan cukup tinggi, tokoh organisasi kepemudaan, di kota yang Walikota dan jajarannya sejak Maret 2016 lalu mencanangkan ''Kota Ramah Perempuan dan Anak''. Inikah wajah pengembangan P2TP2A yang diinginkan Walikota? Yang bahkan pada Rabu, 2 Maret 2016, menemui dan mengundang Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, bermuhibah ke KK?

Ingatan umum yang mudah selip barangkali tinggal samar-samar mengingat kampanye ''Kota Ramah Perempuan dan Anak'' itu serta kunjungan Menteri Yohana. Maka mari saya ingatkan: jika Walikota dan jajarannya, yang belakangan ini panen macam-macam penghargaan, sungguh-sungguh serius ''membereskan'' borok di KK, terutama di internal Pemkot, mohon segeralah mengambil tindakan. Jangan sampai kelambanan-kelambanan tak perlu menjadikan masyarakat berkonklusi, ''Butul jo ini penghargaan-penghargaan yang Pemkot trima atau cuma oca-oca' pake tipu-tipu politik dengan lobi-lobi?''

Di isu dugaan pencabulan dengan kekerasan yang kini jadi gunjingan se-BMR itu, salah satu kelambanan parah birokrasi KK adalah perlindungan terhadap korban. Sekalipun punya P2TP2A yang berada di bawah BPMD PP & KB, hingga pengambilan keterangan oleh PPA Polres Bolmong, Jumat, 2 Desember 2016, belum ada pendampingan sama sekali terhadap terduga korban. Perempuan di bawah umur ini, korban yang semestinya dilindungi, hanya didampingi kedua orangtuanya saja. Tidak ada ahli hukum, psikolog, atau pakar perlindungan perempuan dan anak yang ''katanya'' telah dihimpun dengan saksama di P2TP2A.

Pernyataan dan kampanye politik seringkali memang cuma indah kabar dari rupa.

Tanpa tindakan serta-merta dan tegas dari semua pihak, terutama Pemkot, siswi PSG yang diduga diperlakukan tak senonoh itu bakal berulang kali jadi korban. Termasuk korban muslihat-muslihat genit para pembela terduga pelaku yang kini menyebarkan aneka gosip dan rumor menyesatkan. Untuk diingatkan, orang-orang yang kini tampil bersuara itu, alih-alih terduga pelaku yang justru rapat-rapat menyembunyikan diri, hati-hati dengan langkah kalian. Anak perempuan ini, yang harga diri dan kehormatannya telah dicemarkan, juga punya kerabat, termasuk om-om dan tante-tante yang belum kalian cek siapa dan apa saja mereka itu.

Dengan mengarusutamanya dugaan kasus ini, segala dalih dan manuver-manuver genit--termasuk konon mendekati para wartawan dengan iming-iming uang demi menyurutkan pemberitaan isunya--itu percuma belaka. Tak ada lagi yang mampu membendung cemooh dan label semacam ''kakaw abul'', ''asoing'', atau Ketua KNP*p*' terhadap terduga pelaku, karena fakta yang terpapar memang demikian adanya.

Lagipula, harap diingat, amat banyak perilaku terduga pelaku, baik sebagai ASN, Kabid, maupun tokoh, yang kini bersiliweran dari tangan pertama ke umum yang luas, yang menunjukkan bahwa apa yang ditampakkan selama ini cuma kosmetik. Jangan pula para pembela yang belingsatan mencari-cari pembenaran bakal ditampar fakta baru, bahwa kelakuan busuk Kabid yang juga ketua organisasi kepemudaan itu terhadap korban terbaru, bukanlah peristiwa pertama. Sebelumnya sudah ada upaya coba-coba (setidaknya yang saya ketahui pasti) terhadap seorang perempuan muda, yang segera dihentikan karena dia digebrak kontan di tempat.

Bila Letnan Jenderal Campbell di The General's Daughter tega mengorbankan harga diri dan kehormatan putrinya, jangan bermimpi hal yang sama bersedia dilakukan keluarga terduga korban. Setahu dan seyakin saya, ''jenderal-jenderal'' di sekitar anak di bawah umur ini, yang masih diam dengan menahan dada nyaris meledak, tidak bakal membiarkan seorang korban akhirnya berkali-kali dikorbankan hanya demi menyelamatkan Kabid cabul yang kebetulan juga ketua organisasi kepemudaan. Eso-eso jo stau! ***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; BPMD PP & KB: Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana; ITB: Institut Teknologi Bandung; Kabid: Kepala Bidang; Kakaw Abul: Kakak Cabul; KK: Kota Kotamobagu; P2TP2A: Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak; Pemkot: Pemerintah Kota; Polres: Kepolisian Resor; PPA: Perlindungan Perempuan dan Anak; PSG: Praktek Sistem Ganda; dan PU: Pekerjaan Umum.