Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Wednesday, December 21, 2016

Tersangka yang Entah di Polres Bolmong dan Sigapnya Polsek Urban Bolaang Uki Menyingkap Kasus Cabul

MENJELANG tengah malam, Selasa, 20 Desember 2016, saya mendapat informasi situs berita mongondow.co baru mengunggah perkembangan terkini penyidikan kasus dugaan pencabulan dengan kekerasan oleh oknum (mantan) Kabid di Dinas PU dan (mantan) Ketua KNPI KK. Sumber yang dikutip adalah Kasat Reskrim Polres Bolmong, AKP Anak Agung Gede Wibowo Sitepu.

Setelah belakangan sulit ditemui dan dimintai konfirmasi oleh para pewarta, akhirnya Kasat Reskrim kembali bersuara. Sayangnya mudah diduga dan normatif belaka, sebab substansinya masih sama: penyidikan kasus dengan korban seorang siswi PSG yang baru berusia 16 tahun itu boleh dibilang jalan di tempat. ''Kasus  ini dalam proses. Kita akan gelarkan perkaranya di Polda,'' kutip mongondow.co.

Dalam pemberitaan Kasat Reskrim juga mengemukakan, ''Biar saja Polres terkesan lambat. Yang penting penangananya sesuai dengan aturan.'' Dia juga mengungkap, isu yang melibatkan terduga seorang ASN dengan jabatan ''cukup stratagis''(sebelum dicopot) serta tokoh organisasi kepemudaan ini, sudah jadi ''kasus atensi''. Menjadi perhatian umum dan menyangkut anak-anak.

Untunglah polisi punya Peraturan Kapolri No. 14/2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang menjamin hak orang banyak mengetahui perkembangan penyidikan sebuah perkara. Pasal 3 peraturan ini antara lain menegaskan prinsip-prinsip: (e) transparan, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara terbuka yang dapat diketahui perkembangan penanganannya oleh masyarakat; 
(f) akuntabel, yaitu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan; dan 
(g) efektif dan efisien, yaitu penyidikan dilakukan secara cepat, tepat, murah, dan tuntas. 


Sejauh ini, kasus dugaan pencabulan dengan kekerasan yang telah dilaporkan ke Polres Bolmong pada Selasa, 29 November 2016, itu tetap jadi sorotan publik di BMR. Jika mulanya karena terduga yang terlibat adalah ''tokoh'', setidaknya dalam pekan terakhir isunya bergeser pada lambatnya penanganan aparat di Polres Bolmong. Padahal, sebagaimana Pasal 17, ayat (4), Peraturan Kapolri, dalam melaksanakan penyidikan polisi membagi perkara menjadi empat tingkat kesulitan berdasar kriteria: perkara mudah; perkara sedang; perkara sulit; dan perkara sangat sulit.

Pertanyaannya, berdasar fakta-fakta yang kini diketahui publik, masuk kriteria manakah kasus dugaan pencabulan itu? Pasal 18, ayat (1) peraturan yang sama menyebutkan, kriteria sebuah perkara masuk kategori mudah antaranya: saksi cukup; alat bukti cukup; tersangka sudah diketahui atau ditangkap; dan proses penanganan relatif cepat. Sedang ayat (2) menjelaskan kriteria perkara sedang antaranya: saksi cukup; terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka; 
identitas dan keberadaan tersangka sudah diketahui dan mudah ditangkap; tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir; 
tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya; dan 
tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli mudah didapatkan.

Merujuk Pasal 18 Peraturan Kapolri No. 14/2012, dengan bukti-bukti yang sudah terbeber, dugaan pencabulan dengan kekerasan itu sebenarnya masuk kategori ''perkara mudah''. Atau, dengan memahami kebanyakan terduga bakal mati-matian berkilah (apalagi kalau yang bersangkutan punya jabatan, uang, dan gerombolan pendukung die hard), dengan baik sangka kita upgrade dan klasifikasikan kasusnya menjadi ''perkara sedang''.

Namun, tetap dengan berpedoman pada Peraturan Kapolri, Pasal 19 menyatakan penanganan perkara sesuai kriteria Ayat 4, Pasal 17 ditentukan sebagai berikut: a. tingkat Mabes Polri dan Polda menangani perkara sulit dan sangat sulit; b. tingkat Polres menangani perkara mudah, sedang dan sulit; dan c. tingkat Polsek menangani perkara mudah dan sedang. Tahulah kita, bahkan jika dugaan pencabulan dengan terduga oknum (mantan) Kabid di Dinas PU dan (mantan) Ketua KNPI KK masuk kategori ''perkara sulit'', wewenangnya masih tetap berada di bawah tanggung jawab tingkat polres.

Bagaimana dengan gelar perkara? Pasal 15 Peraturan Kapolri itu menyebutkan, gelar perkara adalah salah satu tahap dari proses penyidikan. Pelaksanaannya, menurut Pasal 69, dengan cara: a. gelar perkara biasa; dan b. gelar perkara khusus.; kemudian Pasal 70, Ayat (1), Gelar perkara biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, dilaksanakan pada tahap: a. awal proses penyidikan; b. pertengahan proses penyidikan; dan c. akhir proses penyidikan.

Dari pernyataan Kasat Reskrim Polres Bolmong (''menjadi perhatian umum dan menyangkut anak-anak''), gelar perkara kasus dugaan pencabulan dengan kekerasan yang kini ditangani pihaknya dan akan dilaksanakan di Polda Sulut, semestinya masuk kategori khusus. Kekhususan ini paling tidak sesuai Poin a, Ayat (1), Pasal 71 Peraturan Kapolri, yang menyebutkan, (Gelar perkara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b, bertujuan untuk:) ''merespons laporan/pengaduan atau komplain dari pihak yang berperkara atau penasihat hukumnya setelah ada perintah dari atasan penyidik selaku penyidik''; serta Poin b, Ayat (2), (Gelar perkara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan terhadap kasus-kasus tertentu dengan pertimbangan:) ''menjadi perhatian publik secara luas.''

Bila sebab kasusnya ''menjadi perhatian publik secara luas'', maka siapakah yang semestinya bertanggung jawab? Menurut hemat saya, seluruh jajaran Polres Bolmong, khususnya Satuan Reskrim, dan lebih khususnya lagi Unit PPA. Orang banyak, saya haqul yakin, terlebih media, tidak akan berulang membeber dan mendeder kasusnya jika penanganan polisi dilakukan sebagaimana prinsip-prinsip penyidikan perkara sesuai Peraturan Kapolri: transparan; akuntabel; serta efektif dan efisien.

Di lain pihak, di tengah mengarusutamanya dugaan pencabulan dengan kekerasan oknum ASN yang juga tokoh organisasi kepemudaan itu, di bagian lain BMR ada kasus sejenis yang ternyata ditangani dengan amat cepat. Adalah Koran Sindo Manado, Sabtu, 10 Desember 2015, yang mewartakan kasusnya dengan tajuk Petani Tabilaa 'Garap' Anak Tiri Sejak Kelas 3 SD. Hanya dalam waktu sepekan sejak kasusnya dilaporkan, tulis koran ini, Polsek Urban Bolaang Uki sudah ''mengamankan'' pelaku. Bahkan sebelum polisi mengantongi visum et repertum, yang sejatinya telah mengkonfirmasi ada pencabulan terhadap korban yang kini berusia 14 tahun dan diam-diam disenonohi ayah tirinya sejak masih duduk di bangku SD.

Sigapnya Polsek Urban Bolaang Uki menyidik perkara itu patut diacungi jempol. Padahal buktinya bahkan lebih sedikit dari dugaan pencabulan dengan kekerasan oleh oknum (mantan) Kabid dan (mantan) Ketua KNPI KK yang per Rabu, 21 Desember 2016, ini sudah 23 hari disidik Polres Bolmong. Hebatnya lagi, Kapolsek Kompol Baharudin Samin juga tak perlu melakukan gelar perkara di Polres Bolmong, terlebih Polda Sulut, untuk dengan segera bersiap melimpahkan kasusnya ke kejaksaan.

Berkaca dari Peraturan Kapolri dan kinerja Polsek Urban Bolaang Uki, tak urung saya bersyak, jika gelar perkara di Polda Sulut itu dilakukan atas permintaan Reskrim Polres Bolmong, memangnya kasusnya masuk kategori sulit dan sangat sulit? Masak cuma karena ''menjadi perhatian publik secara luas'' lalu penyidik PPA keder dan tumpul ilmu? Sebaliknya, bila dilaksanakan atas permintaan Polda, bukankah itu mengindikasikan ada sesuatu yang tak beres dan tak pada tempatnya yang terjadi selama proses penyidikan?

Padahal kasusnya tergolong mudah. Jika pun diklasifikasi sedang, masak iya setelah 23 hari tersangkanya masih entah? ***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

AKP: Ajun Komisaris Polisi; ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Kabid: Kepala Bidang; Kapolri: Kepala Kepolisian Republik Indonesia; Kasat: Kepala Satuan; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia; Kompol: Komisaris Polisi; Mabes: Markas Besar; Polda: Kepolisian Daerah; Polres: Kepolisian Resor; Polsek: Kepolisian Sektor; PPA: Perlindungan Perempuan dan Anak; PSG: Praktik Sistem Ganda; PU: Pekerjaan Umum; Reskrim: Reserse Kriminal; SD: Sekolah Dasar; dan Sulut: Sulawesi Utara.