Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, December 13, 2016

Kampanye Dialogis dengan Batu, Otot, dan Kepalan

PASANGAN Cabup-Cawabup Bolmong, SBM-JT, menggelar kampanye dialogis di Lolak, Sabtu, 10 Desember 2016. Saya tidak paham benar apa pengertian ''kampanye dialogis'' menurut KPU. Tapi, tampaknya, kurang-lebih adalah kampanye berbentuk percakapan langsung dan terbuka, dialog antara paslon dan konsituennya.

Merujuk pengertian seperti itu, baik Cabup-Cawabup maupun pendukung dan simpatisan yang menghadiri kampanye,dipastikan datang dengan membawa dua hal penting: kepala dan isinya serta--tentu saja--mulut yang siap bicara. Tidak menyiapkan dua ''alat vital'' ini ke kampanye dialogis sama dengan ke kantor membawa pancing dan umpan, alih-alih pulpen dan pensil.

Sebab esensinya yang sangat mengandung kecerdasan, saya membayangkan kampanye model ini sarat lalu lintas dan pertukaran ide. Para pesertanya, sekalipun barangkali bertampang seram lengkap dengan tato, bakal mempertentangkan, menolak, atau mendukung ide dan isu dengan kata dan kalimat. Mungkin ada suara tinggi, bentakan, atau (jika perlu dan demi ekspresi) sedikit mengebrak meja selama forum berlangsung. Yang jelas, otot dan kepalan, terlebih batu, kayu, dan benda tajam, untuk sementara ditinggalkan dan disimpan rapat-rapat dulu.

Usai bertukar ide dan isu, pengampanye dan hadirin bakal bubar dengan otak yang dipenuhi aneka pikiran. Orang sangat pintar dan cerdas pun membutuhkan waktu memproses aneka informasi dan pernyataan, apalagi janji bagi kemaslahatannya, sebagaimana yang biasa diumbar di kampanye politik. Bila semua yang terlibat dalam kampanye dialogis datang dengan kandungan niat demikian, bakal tak terlintas pikiran apapun kecuali menginternalisasi dan menimbang-nimbang kembali apa yang telah didialogkan.

Namun, kampanye dialogis SBM-JT akhir pekan lalu itu diakhiri kehebohan berkualitas sampah: penyerangan terhadap posko dan pengerusakan rumah pendukung lawan politik. Penyebabnya, tulis kroniktotabuan.com (https://kroniktotabuan.com/uncategorized/rusak-posko-ysm-yrt-delapan-pendukung-sbm-jitu-diringkus-polisi) mengutip Kasubag Humas Polres Bolmong, AKP Saiful Tamu, sepele belaka: saling ejek saat pendukung SBM-JT melintas di depan posko tim pemenangan YSM-YRT yang memang berdekatan dengan lokasi kampanye dialogis.

Sindir-menyindir, ejek-mengejek, saling mengecilkan dan menjatuhkan, bahkan menghina lawan yang berbeda pilihan, galib belaka dalam kompetisi politik. Hampir sepanjang 2016 dunia disuguhi bagaimana brutalnya persaingan antara kandidat Presiden AS, Donald Trump dan Hillary Clinton, yang saling menyerang hingga ke tingkat caci-maki. Demikian pula dengan Pilgub di DKI Jakarta yang riuhnya hingga masuk ke ranah religiusitas. Dua fenomena pro-kontra politik ini paling mudah diikuti di media sosial, yang jika disesap dengan hati panas mudah mendorong pihak-pihak berseberangan saling mengasah dan menghunus golok.

Politik yang keterlaluan, terlebih melibatkan terlampau banyak perasaan (baper kata orang muda zaman ini), mudah tergelincir menjadi ketidakwarasan dan anarki. Bukan pelajaran tentang bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang ditaui, melainkan panen rusuh dan luluh-lantak.

Karena terlampau banyak duga-duga dan spekulasi, umum tak tahu pasti apa yang terjadi setelah episode saling ejek kemudian berlangsungnya kampanye dialogis SBM-JT. Yang jelas, sesaat setelah forum usai, pendukung paslon ini mengamuk, melempari posko tim pemenangan, dan mengacak-ngacak kediaman salah satu pendukung YSM-YRT. Rupanya memang ada yang hadir tampa membawa isi kepala dan mulut yang siap bicara, melainkan semata-mata menjinjing batu, otak kosong, dan otot.

Sasarannya gaduh adalah posko dan tim pemenangan YSM-YRT, juga kediaman Tenges Tuerah (masyarakat Lolak menyapa dia dengan panggilan Ko’ Teheng) yang memang dikenal sebagai salah seorang pendukung gigih pasangan ini. Dari foto-foto yang diunggah totabuanews.com, Selasa, 12 Desember 2016 (https://totabuanews.com/2016/12/tim-buser-polres-bolmong-ringkus-pelaku-pengrusakan-rumah-tim-pemenangan-yasti-yanny) saya bisa melihat bagaimana kondisi rumah yang diobrak-abrik itu. Hampir tak dapat dibedakan dengan tempat yang habis dijarah.

Rusuh selesai, korban jatuh, aset rusak, dan polisi meringkus delapan orang yang diduga terlibat dan punya peran penting. Mereka masih diproses, demikian kata berita, lengkap dengan (lagi-lagi) dugaan dan teori bahwa massa bergerak tidak sekadar akibat saling ejek. Ada provokasi terencana yang mendorong orang-orang melampiaskan amuknya. Mantan konsultan politik SBM di Pilkada 2011 yang kini berada di kubu YSM-YRT, Ismail Dahab, sebagaimana dinukil totabuanews.com, Minggu, 11 Desember 2016 (https://totabuanews.com/2016/12/lolak-memanas-rumah-tim-pemenangan-yasti-yanny-nyaris-dibakar) bahkan menduga tindakan anarkis itu terjadi karena ada perintah.

Dugaan itu masuk akal. Maka wajar bila pihak YSM-YRT menganggap Polres Bolmong dan Panwas perlu memanggil SBM-JT karena pelaku rusuh adalah pendukung mereka. Kejadiannya juga meletus sesaat setelah kampanye dialogis yang digelar pasangan ini.

Disentuh-tidaknya pasangan itu, kita serahkan pada polisi dan Panwas. Bagi saya (barangkali juga umum yang waras dan damai), secara politik peristiwanya justru sangat merugikan SBM-JT. Terlebih, bukannya menyatakan bertanggung jawab, tim kampanye paslon ini buru-buru cuci tangan seperti yang disampaikan Kadir Mangkat dan dipublikasi totabuanews.com, Minggu, 11 Desember 2016 (https://totabuanews.com/2016/12/kadir-mangkat-sebut-kericuhan-lolak-diluar-kendali-tim-sbm-jitu), ''Gerakan masa tersebut di luar kendali kami, dan sangat tidak elok jika seorang konsultan tim pemenangan kemudian langsung mengeluarkan stetmen dugaan tuduhan, apa lagi sudah menyebutkan nama kandidat.''

Pernyataan Kadir Mangkat, yang kenyang asam-garam politik di Bolmong (Ketua DPRD Bolmong 2009-2014 dan Wakil Ketua 2014-2019) ini, menambah panjang daftar lelucon politikus di daerah ini. Tanpa bermaksud membela siapapun, menurut hemat saya, dugaan (totabuanews.com juga menggunakan kata ini) elok-elok saja. Bukankah yang mengamuk adalah pendukung SBM-JT, bukan massa yang mendadak muncul begitu saja.

Lagi pula, kalau peristiwa itu sekadar kejadian spontan, para perusuh cukup menyerang posko tim pemenangan YSM-YRT yang memang berdekatan dengan tempat dilaksanakan kampanye dan dilewati peserta dialog. Dengan merusak kediaman Tenges Tuerah yang berada di bagian lain wilayah Lolak, orang banyak tak dapat meluputkan pikiran: aksi brutal itu direncanakan dan memang sejak mula telah menyasar tempat dan orang-orang tertentu.

Sekali lagi, biarlah polisi dan Panwas yang mengusut dan membeber jika ada konspirasi di balik rusuh pendukung SBM-JT itu. Bagi para konstituen, menurut saya, peristiwanya dapat menjadi tanda awas: kompetisi politik memang membolehkan segala cara dan trik digunakan untuk menang. Namun, pengalaman juga mengajarkan, ketika kekerasan terlibat, yang menggunakan biasanya hanya politikus yang jauh-jauh hari sudah mencium kekalahannya. Dia menjadi cara merusak fairness atau bahkan tabungan alasan bila teryata benar-benar tersungkur.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

AKP: Ajun Komisaris Polisi; AS: Amerika Serikat; Baper: Bawa Perasaan; Bolmong: Bolaang Mongondow; Cabup: Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil Bupati; DKI: Daerah Khusus Ibukota; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Humas: Hubungan Masyarakat; KPU: Komisi Pemilihan Umum; Panwas: Panitia Pengawas; Paslon: Pasangan Calon; Pilgub: Pemilihan Gubernur; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; Polres: Kepolisian Resor; Posko: Pos Komando; SBM-JT: Salihi Bue Mokodongan-Jefri Tumelap; dan YSM-YRT: Yasti Soepredjo Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk.