Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, December 6, 2016

Kasus Cabul dan Orang-orang yang Menyedihkan

BIASANYA saya mudah naik darah jika dicaci di belakang punggung, terutama di media sosial semacam fb. Terbiasa dengan komputer sejak tahun ketiga kuliah (saya tahu, di masa itu orangtua saya mesti susah payah menabung demi anak-anaknya bisa punya perangkat canggih ini), kemudian Internet, saya--juga adik-adik--menggunakan teknologi ini untuk hal-hal serius. Dan fb tidak masuk salah satu kategori ini.

Tak ber-fb (demikian pula twitter, Path, dan sejenisnya) membuat saya mengandalkan kebaikan kawan dan kerabat supaya tetap kekinian, tak ketinggalan gosip-gosip yang lalu lalang. Untunglah selalu ada orang baik yang meng-capture, mem-forward, bahkan mengirimkan dalam bentuk tercetak hal-hal yang dianggap serius dan menarik dari media sosial. Terlebih yang secara langsung terkait tulisan-tulisan di Kronik Mongondow.

Omong Kosong Praduga Tak Bersalah KNPI KK yang saya unggah di blog ini,  Minggu, 4 Desember 2016, misalnya. Tulisan ini ternyata mengundang reaksi yang mencaci dan merendahkan saya, termasuk dengan sebutan sese', dari Sekretaris KNPI KK, Hendra Manggopa, di akun fb-nya. Status emosional yang bahkan menyatakan saya bukanlah siapa-siapa saat berada di usia seperti dia, mengundang banyak komentar, antaranya sebutan ''jongos'' di perusahaan asing.

Dalam sekejap saya menerima capture status fb itu dan komentar-komentar yang mengikutinya dari tak kurang 21 orang. Jumlah yang kurang lebih sama juga saya terima  berkenaan dengan sesumbar Audy Kerap (yang tampaknya tetap bodoh dan tak kapok-kapok) berkaitan dengan pengungkapan bahwa sejumlah media dan wartawan di BMR makan sogok agar tak memberitakan dugaan cabul oknum Kabid di Dinas PU yang juga Ketua KNPI KK.

Menyimak lalu lintas status dan komentar di fb itu, saya justru merasa lucu dan kasihan pada mereka yang jadi hatter.  Saya ingin mulai dari Hendra Manggopa. Tuan Sekretaris KNPI KK, saya akui, Anda sepenuhnya benar: sejauh ini, sebagai pribadi yang tidak risau dianggap bukan apa-apa di Mongondow, satu-satunya sumbangsih saya terhadap tanah kelahiran adalah tidak merepotkan daerah ini. Tidak berusaha cari jabatan, popularitas, bahkan cari makan dari Mongondow. Sejak mulai belajar mandiri di masa kuliah, saya hampir sepenuhnya hidup dari tanah orang lain.

Anda juga benar, wahai Yang Mulia Sekretaris KNPI KK. Di usia seperti Anda saat ini, saya bukan siapa-siapa di Mongondow. Memang sese'. Sebab, saat itu saya lebih asyik mengelilingi empat benua, hidup berpindah dari satu negara ke negara lain. Jika tidak karena pekerjaan, maka demi belajar sebab tempat di mana saya ''berjongos''mengharamkan para profesionalnya punya otak tumpul dan nir kompetensi. Makanya, di usia seperti Anda, jangankan jadi Sekretaris KNPI tingkat kota, sekadar anggota pun tampaknya saya sama sekali tak pantas.

Muasalnya sederhana: saya tidak biasa menjilat pantat orang sekadar demi punya jabatan. Apalagi menempelkan lidah di bokong seorang ketua yang kini diancam masuk kerangkeng karena mesum terhadap anak di bawah umur, supaya bisa menyandang jabatan keren Sekretaris KNPI. Saya tidak mampu jadi maling uang negara dan harus terlibat TGR. Tidak pula kuasa menganiaya istri (terlebih anak) hingga harus terjerat kasus KDRT yang hingga saat ini prosesnya masih menggantung.

Sungguh, Yang Hebat Tuan Hendra Manggopa, saya memang bukan siapa-siapa. Butul-butul sese',  sebab cuma mengkritik dan mencaci segala yang tidak benar di Mongondow lewat blog ini. Orang seperti Andalah yang patut diacungi jempol, terutama karena di jabatan seperti Sekretaris KNPI KK tetap tak bisa membedakan mana urusan publik dan yang personal. Kritik yang saya tuliskan karena Anda bicara atas nama Sekretaris KNPI KK, yang isinya ternyata cuma omong kosong. Jika Anda kemudian menyerang saya pribadi, itulah kehebatan yang patut diberi pujian tinggi: bahkan mempertontonkan kepandiran pun kalian lakukan tanpa malu-malu.

Saya yang sese' ini juga harus mengakui pada pengomentar status fb Anda, benar adanya selama hampir 20 tahun terakhir saya adalah ''jongos'' yang pindah dari satu korporasi global ke korporasi internasional yang lain. Tapi bukankah kita, yang masih bekerja untuk pihak lain (tak peduli itu orang, lembaga pemerintah, atau swasta), punya status yang sama: jongos. Bedanya, barangkali, saya jongos premium kelas internasional dengan jabatan Manajer, GM, bahkan tim Executive Management, sementara kalian cuma jongos kelas kampung yang sibuk menjilat-jilat pantat yang punya kuasa (politik dan birokrasi) dan menghiba-hiba demi jabatan dan prestis.

Mengingat kita ternyata sama sese' dan jongos belaka, maka mari saling menghormati dengan memilah mana ruang dan pernyataan publik; mana yang private dan personal. Janganlah membikin diri kalian pada akhirnya cuma orang-orang menyedihkan, yang sebab jabatan dan ikutannya, jadi tak punya harga diri dan kehormatan.

Walau diper-sese', diper-jongos, bahkan eksplisit dan implisit diancam pernyataan-pernyataan tong kosong seperti yang dilakukan Audy Kerap (di lalu lintas komentar karena unggahan Ando Lobud), saya tidak akan marah. Saya justru kian kasihan pada kalian, terutama orang seperti Audy Kerap. Sekadar informasi, beberapa minggu yang lalu saya sudah ke Polda Sulut, sedianya melaporkan yang bersangkutan.

Apa yang terjadi? Saya justru terlibat diskusi seru dengan Unit Cyber Crime, mendadah macam-macam kasus dan kejadian, termasuk diingatkan bahwa: jika saya serius menuntut yang bersangkutan, alangkah sengsara nasibnya. Saya serius, karenanya juga berhati-hati dan setuju dengan aparat berwajib dan berwenang, bahwa langkah-langkah yang tepat sangat efektif dan meremukkan hanya dengan sekali pukul.

Untuk itu, Saudara Audy, ketimbang Anda mengancam-ngancam di media sosial, kumpulkan saja segala yang mungkin akan dituntutkan ke saya. Cuma harap diingat: saya sama sekali tidak takut diancam fisik, ditakut-takuti dengan laporan polisi, apalagi sekadar provakasi bohong-bohongan. Anda yang cuma berputar-putar di Sulut bisa mengaku punya nyali, masak saya yang Alhamdulillah sudah kesasar dan hidup di daerah-daerah bergolak dan perang, harus hilang keberanian?

Nikmat betul menjadi sese' di tanah kelahiran dan jongos internasional, karena dengan begitu saya berhasil meluaskan perkawanan, menimba banyak pengetahuan dan pengalaman, juga mengasah nyali agar tak mudah kendor dan gentar. Termasuk tak peduli jika akhirnya cuma saya seorang yang tetap mengkritisi, mengkritik, dan mencaci segala hak publik di Mongondow yang dibengkokkan, dimanipulasi, atau dijarah oleh para oknum bejad.

Saya sadar betul, hewan buas yang ditakuti dan jadi penguasa belantara adalah binatang soliter. Untuk Mongondow yang saya cintai sepenuh hati, telah lama saya menerima kemungkinan kesendirian dan sepenuhnya waras memilih jadi binatang buas itu.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

BMR: Bolaang Mongondow Raya; fb: Facebook; GM: General Manager; Kabid: Kepala Bidang; KDRT: Kekerasan Dalam Rumah Tangga; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia; Polda: Kepolisian Daerah; PU: Pekerjaan Umum; Sulut: Sulawesi Utara; dan TGR: Tuntutan Ganti Rugi.