Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, December 11, 2016

''Bupati, Maraju Dang? Somo Menyerah?''

TERSELIP di tengah isu dugaan cabul oknum Kabid Dinas PU yang juga Ketua KNPI KK, peristiwa itu tak mendapat perhatian umum. Padahal, kejadiannya bisa menjadi salah satu indikator bagaimana pemerintahan di Pemkab Bolmong digulirkan serta--yang tak kurang--perilaku dan budaya ASN di daerah ini.

D Hotel Sutan Raja Kotamobagu, Selasa, 6 Desember 2016, Bupati Bolmong, Adrianus Nixon Watung, membuka FGD RPJMD 2017-2022. Sebab banyak di antara hadirin, para pimpinan SKPD dan staf, hanya sibuk bermain ponsel dan tak menyimak sambutan yang disampaikan, tulis totabuan.co (http://totabuan.co/2016/12/merasa-tak-dihargai-pj-bupati-bolmong-tinggalkan-rapat/), Bupati marah besar. Saking marahnya, dia bahkan segera meninggalkan tempat.

Situs berita itu menulis pula, dari 32 SKPD, 12 pimpinannya mangkir dari FGD. Akan halnya kemarahan Bupati, dikutiplah Sekretaris Bappeda, Renti Mokoginta, yang menukil pernyataan orang nomor satu Pemkab ini, bahwa, ''Ndak ada guna kita baca sambutan sementara ngoni ndak perhatikan.''

Bila benar Bupati mengeluarkan perkataan seperti itu sebelum mengakhiri sambutannya dan meninggalkan tempat berlangsungnya acara, dia menambah daftar panjang prestasi lucu-lucunya sejak dilantik memimpin (sementara) Bolmong, Rabu, 20 Juli 2016. Bupati, maraju dang? Somo menyerah?

Peristiwa pertama yang pantas diberi senyum lebar adalah saat Bupati Watung mencabut izin operasi perusahaan yang mengembangkan kelapa genjah di wilayah Tiberias, PT Melisa Sejahtera. Tindakan ini diambil, tulis pilarsulut.com, Kamis, 15 September 2016 (http://www.pilarsulut.com/2016/09/bupati-bolmong-hentikan-aktifitas-pt-melisa-sejahtera-sementara/), karena desakan warga yang dilakukan dengan menutup akses jalan di Trans Sulawesi.

Yang patut membuat terbahak adalah pernyataan Asisten I Pemkab Bolmong, Chris Kamasaan, sebagaimana dikutip Media Sulut, Selasa, 15 November 2016 (http://mediasulut.co/detailpost/warga-poigar-serang-bupati-bolmong), yang menjadikan keamanan sebagai alasan. Menurut Kamasaan, ''Saat Bupati menuju Manado, dihadang oleh ratusan warga Poigar. Saat itu jalan trans diblokade warga selama lima jam. Bupati sudah terjepit, jadi mau tidak mau Bupati mengambil sikap mencabut izin PT Malisa Sejahtera.''

Gampang benar mencabut izin perusahaan yang sudah menempuh jalan panjang agar legalitas investasinya terjamin. Cilaka betul nasib duit miliaran yang ditanamkan di Bolmong, karena mudah diombang-ambing semata karena Bupati punya urusan di Manado dan tertahan unjuk rasa sejumlah orang yang kebenarannya masih tanya-tanda. Apa sulitnya meminta polisi membubarkan paksa aksi yang sudah mengganggu kepentingan umum dan mengancam stabilitas daerah?

Dengan Bupati mudah tunduk pada tekanan massa, investasi yang digembar-gemborkan bakal ditarik deras ke Bolmong akhirnya ''omdo'' saja. Alih-alih efisien, efektif, dan tepat sasaran, urusannya malah cuma menambah panjang daftar biaya dengan berputar-putar dari satu gugatan melawan gugatan yang lain.

Kejadian kedua yang membuat saya terkekeh adalah terlibatnya beberapa orang non pemerintah (terutama aktivis tak jelas dan ''konon katanya'' staf khusus Bupati) dalam proses penyusunan RKA Bolmong 2017, pekan pertama dan kedua November 2016. Saya ingat persis peristiwa ini karena keterlibatan salah satu oknum ''liar'' itu bahkan lalu-lalang jadi status fb.

RKA  merupakan turunan kesekian RPJPD dan RPJMD yang disusun oleh TAPD. Berdasar Permendagri No. 54/2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Pasal 2, lingkup perencanaan pembangunan daerah terdiri atas RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD, dan Renja SKPD.  Dengan memahami lingkup perencanaan dan urutannya ini, kita tahu (dan dalam prakteknya memang demikian) keterlibatan pemangku kepentingan (unsur DPRD, TNI, POLRI, Kejaksaan, akademisi, LSM/Ormas, tokoh masyarakat, pengusaha/investor, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pemerintahan desa, dan kelurahan serta keterwakilan perempuan dan kelompok masyarakat rentan termajinalkan) penting diindahkan. Namun, tentu saja ada waktu dan tempatnya. Tidak di seluruh rangkaian perencanaan dimaksud.

Dari terminologinya, TAPD tegas menyatakan ''pemerintah daerah''. Aktivis tak jelas, apalagi cuma staf khusus (atau justru khusus staf sebab tak bisa lebih dari itu), tidak termasuk dalam terminologi ''pemerintah daerah''. Maka keterlibatan oknum-oknum itu, yang tentu sepengetahuan Bupati, adalah kreativitas berlebihan yang tidak pada tempatnya. Untuk menghindari silap, saya bahkan menanyakan hal-ihwal ini kepada beberapa birokrat senior yang khatam urusan perencanaan dan anggaran.

Seperti biasa, di balik sesuatu yang tak umum--apalagi melanggar aturan dan kepatutan--, selalu ada bisik-bisik yang berkembang subur. Menurut percakapan yang disampaikan dari kuping ke kuping, terlibatnya oknum-oknum liar itu karena kompromi dan sikap akomodatif Bupati agar mereka tak jadi rongrongan terhadap keyamanannya. Masuk akal, sebab salah satu aktivis yang ikut cawe-cawe dalam penyusunan RKA diketahui adalah orang yang paling getol memimpin penolakan ditunjuknya Watung sebagai Penjabat Bupati Bolmong. Sedang staf khususnya, ya, pasti ''gila urusan'' yang tidak punya pengetahuan memadai tata cara dan tata laksana pemerintahan.

Masalahnya, apa dasar hukum dan aturan keterlibatan mereka itu? Lebih memalukan lagi, oknum-oknum itu selama ini banyak mulut (utamanya di media) seolah-olah jadi pengontrol kelurusan jalannya pemerintahan dan salah satu mata air akal sehat di Bolmong yang bergiat tampa pamrih? Nyatanya, maaf saja, cuma orang-orang bodoh yang tak tahu aturan dan kepatutan.

Lain soal kalau Bupati, setelah TAPD selesai melaksanakan tugas, meminta presentasi dengan didampingi aktivis, staf khusus, atau sesiapa pun yang dia anggap mampu membantu dan berkontribusi terhadap penyempurnan RKA yang akan diajukan. Cara ini benar, tidak merusak sistem, menghormati para ASN yang diembani tanggung jawab menyusun RKA, dan menutup peluang oknum-oknum bejad mengail di air keruh dengan memanfaatkan kedekatan, ketidaktahuan, atau--lebih celaka lagi-- paranoia Bupati.

Dan puncak lelucon yang dipentaskan Bupati Bolmong dalam beberapa bulan terakhir ini adalah maraju meninggalkan forum FGD karena diabaikan Kepala SKPD dan ASN yang hadir. Lalu apa setelah itu? Cuma meminta Kepala SKPD yang mangkir dicatat dan sudah? Bila demikian adanya, mari kita menyambut dengan tepuk tangan dan tawa lebar untuk Bupati Bolmong.

Saya yakin, pengabaian 12 SKPD untuk hadir dan main ponselnya ASN peserta FGD saat Bupati menyampaikan sambutan, dilakukan dengan sadar setelah mereka mengobservasi kepemimpinannya. Mereka tahu, sekalipun marah terhadap ketidakpatuhan dan pelanggaran terang-terangan, Bupati Watung bakal ragu mengambil tindakan tegas. Kan cukup digertak dengan pengerahan massa atau elus saja bokong tukang bisiknya Bupati dengan lembaran rupiah, jabatan dan posisi bakal aman tenteram.

Bupati, ketika Gubernur Sulut melantik Anda, saya yakin tugas yang diembankan tidak sekadar menjadi ''pemeran pengganti sementara''. Anda dibekali kekuasaan dan wewenang, ''tongkat'' yang dapat digunakan untuk menunjuk, mengarahkan, mencambuk, bahkan melibas mereka yang tak becus; atau justru menepuk-nepuk pundak dan mengangkat ASN yang menunjukkan profesionalisme dan kinerja optimal. Karena kekuatan yang dimilikinya, ''tongkat'' ini tak pantas digunakan sebagai ''diki-diki'' orang maraju.

Tentu saja, dengan tetap mendukung dan percaya Bupati bakal dengan tegas menunjukkan tanggung jawab dan wewenang yang diemban, masyarakat luas, khususnya di Bolmong, menunggu apa tindakan dia selanjutnya? Abis di maraju kong pake diki-diki pulang menyerah pa Gubernur? Atau, melibas semua yang menghalangi penegakan disiplin, profesionalisme, dan kinerja pemerintahan di Bolmong?***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:
APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; ASN: Apratur Sipil Negara; Bappeda: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Bolmong: Bolaang Mongondow; FGD: Focus Group Discussion; Kabid: Kepala Bidang; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia; Omdo:Omong Doang; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Permendagri: Peraturan Menteri Dalam Negeri; Ponsel: Telepon Selular; PU: Pekerjaan Umum; Renja: Rencana Kerja; Renstra: Rencana Strategis; RKA: Rencana Kerja dan Anggaran; RKPD: Rencana Kerja Pemerintah Daerah; RPJMD: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; RPJPD: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah; SKPD: Satuan Kerja Perangkat Daerah; Sulut: Sulawesi Utara; dan TAPD: Tim Anggaran Pemerintah Daerah.