Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Wednesday, April 2, 2014

Yasti

BILA ingatan ini tak selip, Selasa siang (25 Maret 2014) saya menerima kiriman tautan tulisan Pitres Sombowadile, Kisah PAN dan Tragika Yasti, yang dipublikasi situs www.okemanado.com. Tersebab pekerjaan yang dihadapi menumpuk, setelah menyimak cepat, saya mengirim terima kasih dan komentar pendek pada kawan yang meluangkan waktu membagi informasi itu. Saya menuliskan, ‘’Biasa kua’ itu. Skarang kan musim cari perhatian. Nyanda Caleg, nyanda tim sukses, samua mo suka makang puji.’’

Rabu malam (26 Maret 2014), ditindih penat penerbangan Jakarta-Manado yang disiapkan terburu-buru karena saya baru mendapat konfirmasi beberapa jam sebelumnya, lalu perjalanan Manado-Kotamobagu; menjelang tengah malam saya menyua pertemuan Yasti Soepredjo Mokoagow dengan ratusan orang di salah satu desa di antara Inobonto-Kotamobagu. Saya menyaksikan bagaimana anggota Komisi V DPR RI berlatar Mongondow ini berkomunikasi dengan konstituennya; memaparkan apa yang sudah dilakukan untuk Sulut dan Bolmong Raya khususnya; serta apa yang menjadi rencana ke depannya.

Dia, yang terdaftar sebagai Caleg Nomor 6 PAN Dapil Sulut di Pemilu 2014 ini, sebagaimana Caleg-Caleg lain, tengah menjalani ritus lima tahunan: Kembali menjajakan diri agar masyarakat pemilih melirik dan menjatuhkan pilihan. Dan, tanpa bermaksud melebih-lebihkan, dibanding Caleg DPR RI berlatar Mongondow lain, Yasti jauh unggul dari berbagai aspek. Apa yang dia lakukan terbukti dan dirasakan, dikomunikasikan, dan yang terpenting: Sejauh ini dia cukup konsisten.

Tak urung, ditemani sebotol air mineral di warung yang terletak tak jauh dari tempat pertemuan, saya menikmati keriuhan dialog Yasti dengan konstituennya sembari mengingat-ingat kembali tulisan Pitres Sombowadile. Sejatinya, saya tidak terganggu dengan apa yang dia tuliskan. Saya mengenal Pitres sangat dekat; demikian pula dengan Yasti. Selebihnya, kalau pun ada bisik-bisik saya terlibat dalam beberapa urusan terkait prestasi politik Yasti, percayalah, itu hoax belaka. Sama halnya dengan hoax yang dituliskan Pitres Sombowadile ihwal kelahiran PAN dan bagaimana Yasti kini tampil menjadi salah satu politisi papan atas (setidaknya) di Sulut.

Mari saya kisahkan catatan kaki lain di balik kelahiran PAN. Tersebutlah satu majalah bernama UMMAT yang pernah berjaya pada 1990-an hingga paruh 2000-an. Di malam-malam tertentu, terutama menjelang deadline, saya –sesekali bersama sastrawan AS Laksana-- kerap berada di ruang redaksi UMMAT. Para pengelola majalah ini membolehkan saya reriuangan sepanjang tidak mengganggu kesibukan mereka. Orang-orang itu kini tetap dikenal sebagai nama-nama beken di jagad (utamanya) sosial dan politik negeri ini: Hamid Basyaib, Luthfi Assaukanie, Abdillah Toha, Syafe’i Anwar, Farid Gaban, dan di banyak kesempatan ada pula Ihsan Ali-Fauzi serta Eep Saefulloh Fatah.

Majalah UMMAT-lah yang terang-terangan menempatkan Amien Rais sebagai tokoh, salah satunya dengan memilih dia menjadi Tokoh UMMAT pada 1998 (sebelum Soeharto mundur dan lahirlah orde reformasi). Karena itu, dengan banyak lupa dan keterbatasan ingatan, saya sedikit mengetahui persis bagaimana sesungguhnya muasal PAN yang cikal-bakalnya berkecambah dari MARA. Apalagi belakangan saya bersentuhan cukup intens dengan beberapa nama yang diakui punya andil melahirkan partai ini, semisal Goenawan Mohammad atau Rizal Pagabean. Yang lain, katakanlah Fikri Jufri atau Sutrisno Bachir, di setiap pertemuan di mana mereka hadir, saya puas menikmati jadi penonton dan penyimak yang takzim.

Agar tidak melantur kemana-mana dan mendadak saya ikut-ikutan menggambar diri berkolor merah dilengkapi sarung yang melambai-lambai di punggung, sekelumit sejarah kelahiran PAN dari versi yang tak ditemukan di situs resmi Parpol ini, dapat disimak di: http://yoilah.blogspot.com/2012/04/sejarah-berdirinya-pan-dan-peranan-amin.html. Tentu versi ini --dan versi-versi lainnya yang saya dengar langsung dari aktor-aktor utama yang terlibat— agak berbeda dengan versi Pitres Sombowadile. Mana yang benar, kita serahkan pada ‘’perasaan kepahlawanan’’ orang per orang, khususnya mereka yang merasa terlibat, dilibatkan, tahu, atau bahkan sekadar sok tahu.

Namun dengan merunut aktivitas ‘’memberi panggung’’ pada Amin Rais oleh kalangan media (khususnya Harian Republika dan Majalah UMMAT) berbulan-bulan sebelum orde reformasi ditahbiskan, kelahiran MARA; Tanwir Muhammadiyah, 5-7 Juli 1998 di Semarang; hingga deklarasi PAN pada 23 Agustus 1998, saya agak sulit menempatkan peristiwa Mei 1998 di Bonn seperti yang ditulis Pitres pada logika yang runut. Tidak mengherankan, sebab Pitres terlibat kendati mengaku ada di pinggirnya saja; sedangkan saya cuma penonton yang rajin bertepuk-tangan.

Sama halnya dengan saya gamang menempatkan peran mantan Ketua DPR Sulut, Syachrial Damopolii, dengan karir politik Yasti yang dia bangun sejak menjadi Koordinator Deklarasi PAN di Sulut, kemudian Ketua Departemen Ekonomi dan Koperasi DPW PAN Sulut (1999-2000), hingga Ketua DPW PAN Sulut (2006-2008). Saya cukup mengenal (sekali pun tak berani mengklaim sungguh akrab) Syachrial Damopolii, politisi dengan kecerdasan politis alamiah di atas rata-rata yang amat setia pada partainya, PG.

Syarial menjadi tokoh penting masuknya Yasti ke ranah politik (demikian yang saya tafsir dari kalimat Pitres, yang tapak logisnya memang membingungkan, ‘’Tetapi, grafik kemajuan PAN di Sulawesi Utara tidak bisa dilepaskan dari Yasti Soepredjo, yang setahu saya awalnya dia dibidani oleh Drs. Syachrial Damopolii MBA….’’), saya curigai sebagai hasil tafakur berteman cap tikus atau saledo. Bahwa Yasti juga berhubungan sangat baik dengan Syachrial Damopolii, bahkan pernah bersikukuh menyandingkan dia dengan Tatong Bara pada Pilwako KK 2009, adalah fakta yang diketahui umum. Namun, Syachrial mutlak tidak cawe-cawe dengan pilihan Yasti berpolitik, apalagi ke PAN.

Tampaknya Pitres mengacaukan Syachrial Damopolii dengan mantan Ketua DPW PAN Sulut, Almarhum JA Damopolii. Tokoh kedua ini, di banyak kesempatan, diakui Yasti cukup berperan dalam karir politiknya. Setidaknya sebagai ‘’orangtua’’ yang mengayomi dan menjadi tempat bertukar-pikiran.

Malam itu, usai menonton pertemuan politik dengan Yasti sebagai pemeran utamanya, pertanyaan kecil menggantung di kepala saya: Apa motif Pitres mempublikasi artikel dengan judul yang juga dia karang-karang sendiri itu (cobalah cari kata ‘’tragika’’ dalam bahasa Indonesia, Anda pasti akan berakhir di ketiak ular, sebab yang benar adalah ‘’tragedi’’)? Pertanyaan ini bahkan masih menggantung setelah saya marathon mengelilingi hampir seluruh wilayah Mongondow, bertemu banyak orang, termasuk beberapa Kepala Daerah.

Di perjalanan dari kediaman pribadi Bupati Boltim, Sehan Landjar, di Bunong menuju Manado, Minggu tengah malam (30 Maret 2014), sepercik jawaban menggelegar di kepala saya: Artikel Pitres Sombowadile yang juga diketahui menjadi ‘’penasihat’’ Caleg PG Dapil Sulut untuk DPR RI, Didi Moha, adalah upaya belittling terhadap Yasti. Terlebih ada frasa yang menyerang Yasti secara pribadi, kendati dia bungkus dengan kalimat manis. Ah, sengaja atau tidak, politik kerap mampu menampilkan watak seseorang yang sesungguhnya.

Sebab itu, pada akhirnya, menurut pendapat saya, menakut-nakuti Yasti dengan parliamentary threshold dan hasil survei tarhadap Parpol peserta Pemilu 2014, bakal menjadi tragedi tersendiri untuk Pitres. Apalagi kalau PAN dan Yasti lolos dan Caleg yang didukung Pitres justru tersungkur –sekaligus mengulang pengalamannya di Pilkada Bolmong 2010 lalu.

Kenyataannya, di seluruh wilayah Mongondow nama Yasti memang mendominasi. Ini tentu membuat Caleg lain dan pendukungnya meriang, tidur tak nyenyak, makan dan minum tak enak. Termasuk Pitres-kah?***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Caleg: Calon Legislatif; Dapil: Daerah Pemilihan; DPR: Dewan perwakilan Rakyat; DPW: Dewan Pengurus Wilayah; MARA: Majelis Amanat Rakyat; PAN: Partai Amanat Nasional; Parpol: Partai Politik; Pemilu: Pemilihan Umum; PG: Partai Golkar; RI: Republik Indonesia; dan Sulut: Sulawesi Utara.