Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Monday, September 30, 2013

Tipikor di Humas Bolmut: Konspirasi Para Bedebah


MELURUSKAN sesuatu yang terlanjur bengkok dan sumir justru kerap mengungkap hal lain yang lebih buruk. Berita Totabuan.Co, Minggu, 29 September 2013, Kasie Pidsus: Penyelidikan Kasus di Bagian Humas Bolmut Sudah Ada Unsur Kerugian Negara (http://totabuan.co/2013/09/29/kasie-pidsus-penyelidikan-kasus-di-bagian-humas-bolmut-sudah-unsur-kerugian-negara/), memperjelas syak bahwa sejak mula penetapan Kabag Humas dan mantan Bendahara Humas Pemkab Bolmut sebagai tersangka Tipikor, memang bau busuk persekongkolan jahat.

Pemberitaan Totabuan.Co itu adalah follow up publikasi sebelumnya, Senin, 23 September 2013, Kejaksaan Negeri Boroko Tetapkan Dua PNS Bagian Humas Sebagai Tersangka (http://totabuan.co/2013/09/23/kejaksaan-negeri-boroko-tetapkan-dua-pns-bagian-humas-sebagai-tersangka/), yang bersama berita sejenis di Swaramanado Online saya kritik sebagai ‘’praktek jurnalisme abot-abot’’. Di dua tulisan yang sudah dipublikasi di blog ini (Media, Jurnalis, dan ‘’Pers APBD’’ dan Bau Amis Penetapan Tersangka Tipikor di Bolmut) saya mempertanyakan pula dasar dan motif Kejari Boroko mentersangkakan dua birokrat itu.

Membaca penjelasan Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Boroko, Budi Kristiarto, yang dikutip Totabuan.Co, tak urung saya menyemburkan serapah favorit, ‘’Dungu!’’ Bukti-bukti apa yang telah diteliti Kejari Boroko lalu berani-beraninya mereka memutuskan Kabag Humas dan mantan Bendahara Humas Pemkab Bolmut sebagai tersangka? Apakah Tuan Jaksa Budi adalah sarjana hukum, sarjana administrasi negara, dan sarjana akutansi hingga mampu sekaligus melaksanakan tiga tugas dari tiga domain berbeda?

Pembaca, tinjauan kritis dan kritik saya terhadap isu itu sebenarnya tak bermaksud mengusik pihak manapun, termasuk jurnalis dan media di Sulut. Apa yang saya tuliskan di blog ini semata pertanyaan-pertanyaan umum dan normatif, khususnya karena dari aspek jurnalistik pemberitaannya terkesan dipaksa-paksakan. Penulis atau pewarta berpengalaman dengan gampang dapat mengendus sebuah berita memang ditujukan demi membeber fakta; atau dengan niat jahat tertentu, terutama pemerasan dan penghancuran nama baik.

Apalagi aparat berwenang (polisi, jaksa, hakim) menjadi pemeras, baik sendiri-sendiri karena wewenang yang dimilikinya maupun bekerjasama dengan oknum lain (termasuk wartawan), sudah pula menjadi pengetahuan umum di negeri ini. Waspada, kritis, dan mempertanyakan setiap isu hukum dan perilaku aparat penegaknya adalah cara terbaik agar tak jadi korban, juga sebagai tindakan preventif supaya para bajingan tidak memiliki cukup celah mempraktekkan modusnya.

Berdasar informasi di ranah publik, terutama dari dua media digital yang aktif mempublikasi beritanya, saya tak segan menuduh ditersangkakannya Kabag Humas dan mantan Bendahara Humas Pemkab Bolmut sebagai konspirasi jahat antara kejaksaan dan sejumlah oknum wartawan. Konspirasi yang dilakukan dengan cara sangat amatiran ini, selain melanggar hukum, menunjukkan para pemainnya menganggap remeh komunikasi modern yang kian memudahkan orang ramai mengakses informasi dan bukti-bukti. Juga, mengadukan pelanggaran oleh penegak hukum ke insitusi di atasnya dan menggalang solidaritas publik bersama-sama melawan kesewenang-wenangan.

Saya ingin menunjuk hidung para bedebah dengan menggunakan bukti dari sumber yang sama, yang mulai mengangkat isu ini, khususnya Totabuan.Co. Di pemberitaan terbarunya, media ini menulis bahwa yang melaporkan adanya dugaan penyelewengan dana di Humas Pemkab Bolmut adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bolmut. Musababnya, sejumlah wartawan anggota PWI merasa dirugikan oleh (dugaan) pemalsuan tanda tangan dan cap/stempel milik sejumlah media cetak di kabupaten ini. Akibat dugaan pelanggaran hukum tersebut, para pengadu merasa dirugikan dalam proses pencairan dana advertorial di lingkungan Pemkab Bolmut.

Pertama, dugaan pemalsuan tanda tangan dan cap/stempel hingga merugikan proses pencairan dana advertorial di Pemkab Bolmut berarti: Ada advertorial yang sudah dipublikasi tetapi dananya sulit atau tak dapat dicairkan. Pertanyaan saya pada Tuan-tuan Jaksa di Kejari Boroko, di bagian mana ada kerugian negara bila barang/jasa yang harus dibayar dengan dana APBD dapat dibuktikan berwujud?

Kalau kemudian masalahnya adalah dugaan pemalsuan tanda tangan dan cap/stempel, ini tindak pidana biasa yang menjadi domain polisi; bukan urusan Kejari Boroko. Cuma jaksa dungu atau yang berniat jahat menyelewengkan penegakan hukum yang bersedia menerima laporan tindak pidana biasa dan memprosesnya dengan pelintiran sebagai kasus Tipikor.

Dan kedua, apa urusan PWI dalam kasus ini? PWI ini organisasi wartawan, organisasi media, atau tempat berlindung para pemeras berkedok jurnalis? Praktek jurnalistik bukanlah rocket science. Masyarakat tahu persis ada dua bagian besar yang sama sekali terpisah di setiap institusi media: redaksi dan usaha. Redaksi mengurusi apa yang akan dipublikasi (berita, feature, reportase panjang , atau reportase investigatif); sedang usaha menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan aspek bisnis, termasuk iklan dan advertorial.

Dengan pembagian wilayah redaksi dan usaha yang ketat seperti itu, bila wartawan menemukan ada dugaan tindak pidana oleh oknum birokrasi, yang dia lakukan adalah mengumpulkan fakta, meminta pernyataan dari pihak-pihak terkait dan berwenang, kemudian menulis dan mempublikasikan temuannya. Publikasi wartawan di medianya, bila valid dan kredibel, dapat digunakan sebagai referensi bagi penegak hukum untuk menjalankan kewajibannya dengan melakukan penelitian, penyelidikan, dan penyidikan.

Adakah wartawan yang sebelumnya telah menulis dugaan penyelewengan yang kini dituduhkan ke Kabag Humas dan mantan Bendahara Humas Pemkab Bolmut? Dari telisikan saya, sama sekali tak ada. Yang ada adalah pemberitaan tiba-tiba dan sumir ditetapkannya dua birokrat ini sebagai tersangka Tipikor.

Sejalan dengan pembagian kewenangan redaksi dan usaha, pemuatan iklan atau advertorial adalah pengikatan hukum antara media dan pemasang iklan atau advertorial. Kalau salah satu pihak melanggar kesepakatan, dia boleh jadi adalah kasus perdata atau pidana. Dalam kasus dugaan pemalsuan tanda tangan dan cap/stempel, tak lain adalah pidana biasa yang harus dilaporkan oleh jajaran pimpinan perusahaan media yang bersangkutan. Laporan ke pihak kepolisian memang boleh diwakilkan pada siapapun, termasuk wartawannya, sepanjang dia mengantongi surat kuasa dari pemimpinan perusahaan atau pemimpin umum.

Dengan demikian, tidak ada urusan dan wewenang apapun dari seorang wartawan, terlebih tanpa surat kuasa, melaporkan dugaan tindak pidana ke penegak hukum. Kecuali wartawan tersebut juga merangkap sebagai pemimpin umum, pemimpin perusahaan, pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur, reporter, fotografer, tukang cetak, dan loper. Dia adalah pemilik sekaligus pengelola tunggal medianya. Dan media seperti ini, menurut saya, patut dipertanyakan kredibilitas dan kepantasannya sebagai mitra kerjasama.

Fakta-fakta yang dikonklusi dari dua pertanyaan besar itu menegaskan keyakinan saya, bahwa dugaan Tipikor yang ditimpakan pada Kabag Humas dan mantan Bendahara Humas Pemkab Bolmut memang sejak awal didasarkan pada niat dan rencana jahat. Karenanya, saya (yang sama sekali tak bersentuhan, apalagi berkomunikasi dengan keduanya) berharap mereka mesti menggugat balik dengan melaporkan oknum-oknum di Kejaksaan Boroko ke Kejati Sulut dan Kejagung.

Akan halnya PWI Bolmut, dua birokrat yang kini berstatus tersangka berhak menyeret mereka ke kepolisian dengan sangkaan tindak pidana pencemaran nama baik, manipulasi, atau bahkan pemerasan. Sejalan dengan laporan ke kepolisian, pengaduan juga dilayangkan ke PWI Pusat dan Dewan Pers agar dua lembaga ini tahu ada pelanggaran etika dan penghinaan terhadap profesi pewarta di Bolmut oleh sejumlah oknum atas nama jurnalisme dan organisasi para jurnalis.***