Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, September 3, 2013

‘’Bekeng Tako Do’ Itu Ancaman’’


GETAH nangka tercatatnya nama Walikota Kota Kotamobagu (KK), Djelantik Mokodompit (DjM), di Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, terus meluber. Senin (2 September 2013) giliran sejumlah pewarta di Harian Radar Bolmong dikagetkan dengan pesan pendek (short message –SMS) berisi ancaman dari pengirim yang mengaku kerabat DjM.

Wartawan adalah salah satu profesi yang menyerempet-nyerempet risiko, termasuk yang mengancam jiwa. Sekali pun demikian, sebagai manusia biasa, siapa yang tak keder menerima ultimatum akan diburu dan ditikam? Menurut sang pengirim SMS, keluarga DjM keberatan karena telah sepekan terakhir pemberitaan Radar Bolmong menyudutkan DjM. Ditegaskan pula, pemberitaan itu dianggap sebagai upaya mengobok-obok harga diri keluarga.

Mengetahui adanya SMS ancaman itu, reaksi pertama saya adalah kalimat, ‘’Bekeng tako do’ itu ancaman. Dorang pikir cuma dorang yang ada keluarga.’’  Selebihnya, saya terbahak-bahak karena dari pengalaman selama ini, pengirim SMS seperti itu pasti ular beludak yang tak bakal berani memunculkan batang hidungnya.

Di KK marga Mokodompit tidaklah boleh diremehkan. Dari hitungan jiwa, jumlahnya sangat signifikan. Bahkan tetangga di sisi kiri rumah Ayah-Ibu di Jalan Amal, yang sudah menjadi kerabat keluarga kami selama puluhan tahun, juga bermarga Mokodompit. Lebih dari itu, Mokodompit-Mokodompit yang punya reputasi menyegankan, terutama yang bermukim di Gogagoman, bukan hanya saya kenal, tetapi masih family sangat dekat dari sisi Ayah.

Jadi keluarga Mokodompit mana yang mengancam-ancam dengan pesan gelap itu? Sepengetahuan saya, keluarga Mokodompit yang saya kenal bukanlah jenis orang Mongondow pengecut dan bodoh. Dengan demikian, agar terang duduk-soalnya, saya menyarankan pada teman-teman jurnalis di Radar Bolmong untuk melaporkan pengancaman itu ke aparat berwenang. Dukungan teknologi yang dimiliki Kepolisian Republik Indonesia sudah mumpuni mengungkapkan asal-muasal SMS itu dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Mesti diungkapnya siapa yang mengirim SMS itu penting agar keluarga Mokodompit di KK juga tidak menjadi korban fitnah dan ‘’atas nama’’ dari oknum yang tidak bertanggungjawab. Lebih syur lagi bila kasusnya terbeber dan ternyata yang mengaku-aku bukanlah bagian dari marga Mokodompit. Saya bisa membayangkan seperti apa nasibnya di dalam tahanan polisi dan di tengah masyarakat KK.

Secara pribadi, karena turut ambil bagian menyoal tercatatnya DjM di DCT Pemilu 2014, saya juga menerima SMS caci-maki dan ancaman, salah satunya dari nomor telepon +6282395411751. Saya tak menanggapi pengirim SMS ini dengan serius, terutama karena dia tidak paham masalah apa yang ditanggapi, di mana pangkal dan ujungnya. Menghadapi manusia dangkal, bolehlah dianggap sebagai hiburan belaka. Bahwa ada ancaman akan mencari saya untuk membuat perhitungan, saya aminkan dengan kesediaan memberikan alamat, baik di Jalan Amal, Manado, maupun di Jakarta dan Perth.

Banyak orang yang mungkin jerih dengan kekuasaan dan orang-orang di sekitar penguasa. Sebagai penakut, saya juga tidak berbeda dengan orang-orang kebanyakan itu. Namun saking penakutnya, saya memilih tidak akan melarikan diri hanya karena dicaci atau diancam. Terserah yang muncul gondoruwo, tuyul, atau mangkubi, kalau tidak mempan dengan doa dan jampi-jampi, saya yakin linggis dan kawan-kawan pasti mampu menaklukkan.

Lepas dari ancam-mengancam dan atas nama itu, apa sesungguhnya substansi disoalnya nama DjM di DCT Pemilu 2014? Pertama, dia pejabat publik yang kata-kata dan perilakunya langsung atau tidak terkait dengan kepentingan orang banyak. Kedua, sekali pun hanya dengan logika, kita semua tahu persis, proses pencalonan DjM sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) KK di Pemilu 2014 patut dipertanyakan keabsahannya. Fakta-fakta terkini secara nyata menunjukkan terjadi manipulasi, penelikungan hukum dan aturan, dan bahkan konspirasi jahat. Dan ketiga, setiap warga negara berhak dan wajib ikut mengontrol proses berbangsa dan bernegara. Mempertanyakan, juga memaki DjM karena dugaan lancung (padahal sebagai pejabat publik dia mestinya jadi panutan), bukanlah wilayah haram.

Kalau takut kena getah, jangan makan nangka. Kalau tidak mau dicermati, dikontrol, bahkan dicaci, maka jangan menjadi politikus dan pejabat publik.

Pengetahuan dan imaji masyarakat telah maju pesat, melampaui kreativitas para politikus dan pejabat publik dalam menyembunyikan perbuatan curangnya; dan bahkan kecermatan aparat berwenang, khususnya polisi, menyikapi dugaan terjadi pelanggaran hukum. Dengan memahami kondisi terkini masyarakat KK, saya bersetuju dengan ejekan bahwa aparat Kepolisian Resort (Polres) Bolaang Mongondow (Bolmong), gagap merespons dugaan pelanggaran hukum di balik lolosnya DjM di DCT Pemilu 2014.

Kegagapan itu eksplisit diungkapkan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskim) Polres Bolong, AKP Iver S Manossoh, SH, sebagaimana yang dikutip Radar Bolmong (Djelantik-Rustam Terancam Pidana: Polisi Tunggu Laporan Resmi, Senin, 2 September 2013). Menurut Kasat Reskrim, pihaknya belum bisa menentukan sikap terkait permasalahan ini. "Sebab objek permasalahannya belum jelas," kata Manossoh.

Namun, tulis Radar Bolmong, Kasat Reskrim memberikan signal tidak tertutup kemungkinan proses pidana terhadap dugaan pemalsuan surat-menyurat (yang menjadi dasar lolosnya DjM di DCT) itu dilakukan. ‘’Harus jelas dulu siapa yang dirugikan. Artinya bersifat delik aduan. Jika ada yang melapor, kami akan bertindak,’’ kata Manossoh.

Aduh, Pak Kasat, sewaktu kuliah hukum Anda tidak kebanyakan tidur kan? Saya ingin mendebat logika hukum Anda dengan pengandaian seperti ini: Ada orang yang merusak jembatan yang terletak di samping Polsek Mogolaing hingga luluh-lantak. Semua orang tahu pelaku dan obyeknya. Tetapi tidak seorang pun yang melapor ke Polres Bolmong (termasuk Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang justru gembira sebab bakal ada proyek baru) karena masyarakat punya akses lain, lewat Jalan Adampe Dolot, Jalan Amal, Jalan Cendana, dan belok kiri ke arah Polsek Mogolaing, lalu polisi boleh ongkang-ongkang kaki?

Yang lebih serius, Pak Kasat, tahukah Anda bahwa tindakan subversif yang merongrong kewibawaan negara bukanlah delik aduan? Polisi yang sadar tugas dan tanggungjawab semestinya tahu bahwa sekali pun hanya dugaan, memanipulasi dokumen negara adalah perbuatan subversif yang mesti segera ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan. Menunggu seseorang resmi melaporkan adanya dugaan rongrongan terhadap kewibawaan negara, karena dia merasa dirugikan, sama dengan meminta Presiden RI sebagai representasi bangsa dan negara turun tangan langsung melapor ke Polres Bolmong.

Tetapi kalau pun diperlukan, dengan tulisan ini, sebagai warga negara yang merasa dirugikan oleh manipulasi yang dilakukan DjM dan oknum-oknum terkait, saya resmi melapor ke Polres Bolmong. Mengingat jajaran kepolisian sudah membuka hotline, channel pengaduan lewat SMS, termasuk facebook dan twitter, tentu saya tidak perlu secara fisik hadir di markas Polres Bolmong. Polisi toh sudah canggih dan tak ketinggalan zaman?***