Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Wednesday, September 25, 2013

Tokek Menang-Kalah PAN KK


GUGATAN Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Kotamobagu (KK) terhadap tercantumnya (mantan) Walikota Djelantik Mokodompit (DjM) di Daftar Calon tetap Pemilihan Umum (DCT Pemilu) 2014, menuju babak akhir. Di sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Selasa (24 September 2013), majelis mencukupkan keterangan dari terduga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) KK, dan penduga. Selanjutnya, setelah pembahasan yang diperkirakan berlangsung tiga hari, pekan depan DKPP akan mengumumkan putusan dari silang-selisih ini.

Di permukaan, terutama di media massa terbitan Sulawesi Utara (Sulut) dan Mongondow, duga-menduga antara PAN dan KPU KK ini tidaklah semeriah liputan gugatan terhadap terpilihnya Tatong Bara-Jainudin Damopolii (TB-JD) di pemilihan Walikota-Wakil Walikota (Wawali) di Mahkamah Konstitusi (MK), Juli 2013 lalu. Namun tidak demikian dengan media sosial dan saluran komunikasi lain, terutama BlackBerry Messenger dan facebook, yang umumnya menyerang krebidilitas KPU KK.

Salah satu serangan yang dengan cepat menyebar adalah bagian dari materi gugatan PAN, yaitu dugaan manipulasi dokumen hingga nama DjM akhirnya tercantum di DCT. Begitu gencarnya pertukaran informasi yang berkaitan dengan isu ini  hingga tak kurang Ketua KPU KK, Nayodo Kurniawan, gerah, naik darah, dan stress.  Repotnya, stress Pak Ketua dimanifestasikan dengan kegairahannya melahap aneka camilan, yang berpotensi menggenjot berat badan, membuat tonjolan perut kian mancung, menaikkan kadar kolesterol dan gula darah, serta tensi.

Berdiri di posisi KPU KK saat ini memang sangatlah tak nyaman. Hanya dalam waktu singkat mereka yang sebelumnya dipuja-puji sebagai pahlawan suksesnya penyelenggaraan Pilwako, berbalik dihujat aneka dugaan yang lebih seram dari sekadar manipulasi. Dalam satu kesempatan di Minggu, 22 September 2013, Nayodo bahkan mengeluh sangat keberatan karena ada tudingan yang mengatakan dia menerima suap hingga meloloskan DjM di DCT.

Untunglah duga-duga sogok itu tak tercantum dalam gugatan yang dilayangkan PAN. Kendati, menurut hemat saya, materi gugatan yang dibawa ke hadapan Majelis DKPP juga amburadul, melebar-lebarkan masalah, dan berpotensi menggagalkan obyektif yang ingin dicapai. Walau menggunakan ahli hukum yang berpengalaman menangani sengketa politik, khususnya yang berlangsung di MK, serta (konon) penasihat politik piawai, gugatan yang diajukan PAN jauh dari dingin dan fokus pada titik terlemah dari pertahanan dan argumen yang mungkin menjadi benteng KPU.

Lemahnya materi gugatan PAN itu membuat peluang mereka memenangkan kasus ini sama besar dengan KPU KK. Bahkan bila Majelis DKPP mencurahkan lebih banyak perhatian pada salah satu isu utama, yaitu manipulasi dokumen, saya hampir menyakini kali ini PAN akan menerima putusan yang membuat mereka mengulum jempol dan menjabak-jabak rambut.

Itu sebabnya Nayodo Kurniawan yang juga menyandang gelar sarjana hukum cukup optimis memenangkan kasus ini. Dengan mencermati materi gugatan yang diajukan PAN, saya cenderung menyetujui kepercayaan diri Ketua KPU KK itu. Persetujuan itu saya sampaikan beberapa jam seusai sidang Selasa, 24 September 2013, di hadapan anggota KPU KK dan sejumlah orang yang bereriungan membicarakan kemungkinan putusan yang akan dijatuhkan DKPP.

Andai skenario itu yang terjadi, PAN KK, khususnya para pengurus yang namanya tercantum sebagai penggugat, berpotensi balik diperkarakan oleh KPU KK dan para personilnya. Tidak terbuktinya tuduhan manipulasi yang dilayangkan, dapat menjadi dasar gugatan pidana pencemaran nama baik, penghinaan, dan sejenisnya. Setahu saya, hingga tulisan ini dibuat, Nayodo Kurniawan dan rekan-rekan sedang mempertimbangan dengan serius kemungkinan mengambil langkah hukum tersebut, andai mereka akhirnya dibebaskan dari segala tuntutan oleh Majelis DKPP.

Kecerobohan, sok tahu, dan jumawanya PAN yang baru diguncang euphoria kemenangan di Pilwako KK tampaknya membuat para pengurus partai ini lengah. Padahal, jalan masuk memenangkan gugatan mereka terhadap tercantumnya nama DjM di DCT Pemilu 2014 tidaklah harus dikais-kais di tengah timbunan kelindang hukum di negeri ini. Sebagaimana yang berulang kali saya tulis, setidaknya ada dua pendekatan sederhana. Pertama, mengadukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) KK dan DjM telah melakukan menipulasi dokumen negara ke pihak berwenang. Kedua, mempersoalkan keabsahan administrasi yang menjadi syarat pencalonan DjM sebagai anggota DPR KK dari Dapil Kotamobagu Barat, khususnya jangka waktu pengurusan dokumen-dokumen utamanya.

Dua pendekatan itu telah saya tuliskan di blog ini, juga berulang kali disampaikan langsung pada beberapa pengurus PAN KK. Apapun putusan DKPP, pendekatan pertama tetap relevan dilaksanakan hingga batas kedaluarsa satu perkara dugaan tindak pidana. Akan halnya pendekatan kedua, dasarnya adalah Pasal 3, Ayat 1, Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2013, tertanggal 1 Maret 2013, Tentang Tata Cara Pengunduran Diri Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, dan Pegawai Negeri yang Akan Menjadi Bakal Calon Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, Serta Pejabat Negara Dalam Kampanye Pemilu. Bunyinya: ‘’Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang paling lambat 1 (satu) bulan sebelum batas akhir pengajuan bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.’’

Bertumpu pada Pasal 3 Ayat 1 PP No 18 Tahun 2013 itu, tanpa repot-repot mengaitkan dengan konspirasi manipulasi dan dugaan-dugaan spekulatif yang menerobos isi rumah tangga KPU, PAN KK dengan mudah membuktikan haram hukumnya DjM masuk DCT Pemilu 2013. Di sidang-sidang DKPP, baik dokumen kronologis dan pendukungnya serta kesaksian yang diajukan kedua-belah pihak mengkonklusi fakta tak terbantahkan, pengunduran diri DjM sebagai Walikota tidak memenuhi syarat minimal satu bulan sebelum batas akhir pengajuan bakal calon anggota DPR KK.

Sidang DKPP telah berakhir. Orang per orang yang hadir selama prosesnya berlangsung pasti sependapat dengan saya, bahwa gugatan yang diajukan PAN melebar dan bahkan nyaris tidak menyentuh titik paling lemah dari syarat administratif yang harus dipenuhi DjM.

Yang dapat dikonklusi dari seluruh rangkaian gugatan PAN terhadap KPU KK itu adalah: Saya bercuriga, jangan-jangan sebagaimana Ketua DPR KK, seperti kata peribahasa, bukan tak mungkin PAN KK menyusun gugatannya dengan ‘’berhakim pada beruk’’. Kalau demikian adanya, menurut saya  jajaran pengurus partai ini bersiap-siaplah mengelus dada. Dengan lolosnya DjM di DCT Pemilu 2014, mereka hanya memenangkan pertempuran di Pilwako, tapi kalah telak dalam perang politik di KK.***