Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Saturday, July 27, 2013

Anggota Dhuafa yang Terhormat di Boltim


MELETUPLAH tawa tatkala saya membaca Kontraonline, Sabtu (27 Juli 2013), PA KPA dan PPTK Serta seluruh Anggota DPRD Boltim Resmi Jadi Tersangka Kasus Korupsi Anggaran Ma-Mi (http://kontraonline.com/13129/pa-kpa-dan-pptk-serta-seluruh-anggota-dprd-boltim-resmi-jadi-tersangka-kasus-korupsi-anggaran-ma-mi/). Dari judul berita, kita semua mahfum, 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bolaang Mongondow Timur (Boltim) kini kebat-kebit menyambut datangnya gelar narapidana.

Buru-buru saya menggali-gali ingatan apakah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Boltim pernah terdengar mencantumkan pembangunan rumah tahanan (Rutan) atau sejenisnya. Untunglah, setidaknya hingga tulisan ini dibuat, kabupaten ini belum berencana membangun ‘’pedepokan’’ pelanggar hukum di wilayahnya. Sebab tidak tertutup kemungkinan para penghuni pertama justru adalah seluruh anggota DPR dan aparat birokrat terasnya.

Dibanding DPR lain di Mongondow, anggota dewan yang terhormat di Boltim memang paling meriah dalam segala hal. Ada-ada saja pelanggaran hukum yang mendadak menyedot perhatian orang banyak yang mereka lakukan. Terlibat narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba), tertangkap masyuk di hotel bukan dengan pasangan resmi, materai palsu, dan kini menelikung anggaran makan-minum (Ma-Mi). Selain hiperaktif dan lucu-lucu, dalam kasus Ma-Mi anggota DPR Boltim ternyata masuk kategori kaum dhuafa.

Ya! Kasus Ma-Mi, menurut Kontraonline, melibatkan 23 tersangka dengan kerugian negara sekitar Rp 184 juta rupiah. Uang sejumlah ini, dibagi rata untuk 20 anggota dewan yang terhormat serta tiga tersangka lain yang terlibat, per kepala masing-masing mengantongi Rp 8 juta. Untuk kebanyakan warga masyarakat di Boltim, Rp 8 juta sungguh nilai yang sangat berarti. Tapi anggota DPR, yang selain menerima gaji, tunjangan ini-itu, Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), dan lain sebagainya, Rp 8 juta ‘’mungkin’’ sekadar uang kopi tiga bulanan saat menyambangi konstituen.

Didudukkannya seluruh anggota DPR Boltim sebagai tersangka dengan nilai dugaan penyelewengan yang relatif tak signifikan itu, mungkin perlu dicatatkan ke Meseum Rekor Indonesia (MURI). Setidaknya, menurut pengetahuan saya, mereka berhasil memecahkan rekor sebagai DPR ‘’tercemen’’ di Indonesia dalam soal korupsi, dibanding tersangka (atau terpidana) korupsi yang juga anggota DPR di negeri ini, yang nilainya berbunyi ratusan juta hingga miliar per orang.

Simpulan saya, tampaknya gaji dan hak-hak lain di DPR Boltim tidak memadai hingga mereka berjamaah menjadikan dana Ma-Mi tak sesuai peruntukkan. Ujungnya, terjerumuslah ke jerat pidana.

Tersebab itu, warga Boltim –termasuk para dhuafa yang sesungguhnya—mesti prihatin dan kian mengetatkan ikat pinggang demi menyelamatkan harkat dan martabat seluruh masyarakat. Bukankah sungguh memalukan bila anggota DPR yang seharusnya berkonsentrasi mengurusi hajat hidup orang banyak, ternyata setiap hari mesti bersilat dan bersiasat agar mampu mencukupi kebutuhannya, termasuk terpaksa melakukan sulap-menyulap anggaran Ma-Mi.

Mumpung penetapan tersangka bertepatan dengan Ramadhan, ada baiknya seluruh mesjid dan tempat ibadah menyediakan kotak sumbangan untuk seluruh anggota DPR Boltim yang kekurangan dana itu. Saya yakin mengumpulkan Rp 184 juta tidaklah sulit. Siapa tahu dengan secepatnya menggembalikan kerugian negara, hukuman yang diancamkan pada para tersangka dapat dikurangi dan mereka tidak perlu ramai-ramai di-Pergantian Antar Waktu (PAW)-kan. Mengganti 20 anggota DPR secara serempak boleh jadi bakal membuat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Boltim yang baru dilantik bakal botak dan kerempeng.

Toh kemungkinan dikembalikannya kerugian negara yang memberi cela pengurangan hukuman tetap menyisahkan kelucuan lain. Mempertahankan seluruh anggota DPR menjalankan tugas sebagai tersangka atau bahkan terpidana, menjadikan kredibilitas apa pun yang mereka hasilnya hanya setara sampah. Dan produk sampah kalau tidak mengundang iba, pasti menaikkan tensi atau justru memicu tawa dan sinisme.

Lalu kelucuan dari Boltim belum selesai. Kontraonline menambahkan amunisi yang siap meledak lewat berita Bukti Dugaan Suap PT MPU ke Dua Pejabat Boltim Dikantongi Polisi (http://kontraonline.com/13137/bukti-dugaan-suap-pt-mpu-ke-dua-oknum-pejabat-boltim-dikantongi-polisi/). Dari apa yang dipapar, patut diduga bahwa suap-menyuap yang ‘’konon’’ demi mengamankan masyarakat Desa Paret agar tak terus menggeruduk operasi tambang pasir besi PT Meytha Perkasa Utama (MPU), benar belaka. Bukti yang dimaksud adalah foto-foto saat penyerahan duit dilakukan, di mana wajah dua oknum pejabat itu tampak terang-benderang. Kisikan lebih gawat yang saya terima, selain foto, bukti sahih lainnya adalah rekaman video. Alangkah menariknya mendengarkan kalimat-kalimat yang dpertukarkan saat serah-terima dilakukan.

Namun, mengingat terlampau banyak duga-duga, spekulasi, fitnah, dan sebagainya di Bolmong (terutama yang melibatkan politikus dan tokoh birokrasi), saya tidak serta-merta menyimpulkan dugaan suap PT MPU itu 100 persen benar. Siapa tahu PT MPU justru tengah menyerahkan dana bantuan pada Pemerintah Daerah (Pemkab) Boltim pada ‘’oknum eksekutif’’ yang disebut-sebut sebagai terduga. Demikian pula, boleh jadi ‘’oknum eksekutif’’ yang sudah dicap sebagai terduga ternyata hanya menerima dana hibah dari PT MPU. Kalau pun masyarakat Boltim tidak mendengar dana bantuan atau hibah itu, mungkin memang belum waktunya diumumkan secara terbuka.

Bukankah galib di mana-mana di negeri ini kalangan perusahaan mengalokasikan bantuan dan hibah pada institusi pemerintah dan legislatif, yang dibungkus istilah ‘’dana corporate social responsibility (CSR)’’. Sekali pun sebagai praktisi CSR yang intens menekuni bidang ini sejak lebih 10 tahun terakhir saya kerap binggung terhadap semena-menanya penggunaan istilah ini. Dana CSR? Hewan melata jenis apakah ini? Seolah-olah komitmen perusahaan untuk beroperasi dengan etis, bermoral, dan bermartabat, direduksi sekadar angka-angka rupiah dan dolar.

Kembali pada soal suap-suap sebagai tindak pidana, langkah polisi mengusut dua oknum pejabat yang menjadi penerima, membuka pintu selebar-lebarnya menyandingan mereka dengan 23 tersangka anggaran Ma-Mi di DPR Boltim. Pembaca, Anda tentu sudah dapat menduga, puncak kelucuan dari rangkaian penetapan tersangka dan penyidikan terduga di Boltim itu adalah: Sebentar lagi kelangsungan pemerintahan kabupaten ini minimal bakal dibahas di ruang penyidikan di Kepolisian Resort (Polres) Bolmong atau bahkan di salah satu bilik di Rutan provinsi ini.***