Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Saturday, June 18, 2011

Tafsir Bengkok Penafsir Sepotong-Sepotong

SENIN, 13 Juni 2011, saya menerima email berisi tulisan M untuk Bupati Lapadengan! dari Fahri Damopolii. Tak lama kemudian dia menelepon, mengkonfirmasi apakah email itu tiba dengan selamat, tak kurang satu apa pun, dan dapatkah diunggah di blog ini?

Jawaban saya, tulisannya akan dibaca, kalau perlu diedit, setelah itu baru dipublikasi. Ini prosedur standar yang saya tetapkan untuk menjamin artikel-artikel yang diunggah (minimal) sejalan dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, logis, dan enak dibaca.

Namun bagi siapa saja yang berniat menyumbang tulisan, mohon mengerti cepat-lambatnya pengunggahan sangat tergantung waktu luang saya. Mengelolah blog ini semata kesenangan di antara banyak pekerjaan yang dihadapi. Tampaknya karena Fahri Damopolii ingin tulisannya segera disaji, satu hari kemudian dia menyusulkan info: artikelnya sudah dikirim ke Harian Radar Totabuan.

Harian yang terbit di Kotamobagu itu kemudian menurunkan M untuk Bupati Lapadengan! di halaman Opini, Kamis (16 Juni 2011). Saya mengetahui dimuatnya artikel itu sesaat setelah menghidupkan telepon setelah penerbangan panjang dari Jakarta ke Eropa. Pesan pendek yang saya terima dari seseorang juga mengatakan, ‘’Tulisan itu cukup menggusarkan Penjabat Bupati Bolmong.’’

Menafsir-Nafsir Tafsir

Saya memaklumi kalau benar Penjabat Bupati Gun Lapadengan gusar. Sebagai orang yang dua tulisannya dirujuk Fahri Damopolii (Pada Satu Santap Siang dengan Bupati Gun Lapadengan, Kamis, 14 Mei 2011 dan Terapi Kejut Penjabat Bupati Bolmong, Rabu, 8 Juni 2011), saya berkewajiban meluruskan pemelintiran dan penafsiran ‘’pesan yang dikandung’’ artikel yang dia gunakan sebagai dasar mengkritik Penjabat Bupati.

Setelah berulang kali mencermati artikel Fahri Damopolii, catatan saya: Pertama, yang ingin dia kritik Pejabat Bupati Gun Lapadengan atau kelakuan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertingkah barbar, yang ‘’katanya’’ membangunkan seorang Kepala Bagian (Kabag) pada sekitar pukul 06.30 pagi? Apa tak salah diskripsi waktu yang dia cantumkan? Hebat betul dedikasi Satpol PP yang sepagi itu sudah masuk kantor dan melaksanakan tugas. Luar biasa malasnya pula Kabag kita yang terhormat itu, sebab pukul 06.30 pagi dia masih terlelap.

Ada sejumlah hal yang tak logis dari pembuka tulisan Fahri Damopolii. Dia tak menjelaskan apakah peristiwa ‘’pembangunan’’ itu pada hari kerja atau bukan. Apakah pula si Kabag semalaman begadang mengerjakan urusan kantor atau masih mimpi ketika matahari terbit sebab malamnya keasikan main domino hingga larut. Tak pula diungkap lebih jauh kepentingan pemanggilan yang dilakukan Penjabat Bupati, yang siapa tahu sungguh penting semisal menyangkut hidup-mati seseorang. Informasi lain Kabag mematikan telepon dan karenanya Penjabat Bupati (atau ajudan) tak bisa mengontak langsung, sengaja pula diabaikan.

Simpulan saja, sejak awal tulisan itu dipelintir bukan sebagai informasi bahwa ada Satpol PP di Bolmong yang kurang ajar yang harus ditegur dan dihukum oleh Penjabat Bupati; tapi Penjabat Bupati brengsek karena punya bawahan Satpol PP yang tak punya otak. Satu hal, artikel itu dengan lugas menginformasikan bahwa ada Kabag di Pemkab Bolmong yang pemalas dan bahkan masih memeluk guling di saat sebagian besar pegawai negeri sipil (PNS) sudah bersiap ke kantor.

Dua, tulisan saya yang dirujuk berisi apresiasi atas kebijakan yang diambil Penjabat Bupati Gun Lapangan dalam menata birokrasi di Bolmong, secepat yang dapat dia lakukan. Adakah yang keliru dari penataan itu? Bahwa kemudian patut dicurigai kebijakan yang dia ambil bermuatan motif pribadi, apa buktinya?

Tulisan saya yang dirujuk, yang pertama berisi informasi kebijakan apa yang akan diambil Penjabat Bupati dan atas dasar apa. Tulisan kedua adalah pandangan dan penafsiran saya terhadap khususnya penataan pejabat dan jabatannya di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolmong. Dua-duanya normatif dan sudah jadi pengetahuan umum karena hampir setiap hari dieksplorasi oleh media-media yang terbit di Manado dan Kotamobagu.

Menurut saya Fahri Damopolii yang menulis dia tahu persis siapa Gun Lapadengan, dengan sengaja memelintir, menafsir, dan mengaburkan-ngaburkan substansi tulisan saya, seolah tindakan Penjabat Bupati ini hanya didasarkan pada makang puji dan sok jago.  Siapa Gun Lapadengan, bagaimana rekam jejaknya, dan apa yang bisa membuktikan dugaan-dugaan miring yang dilontarkan terhadap kebijakannya?

Mengambil, menafsir, dan merujuk tulisan saya sepotong-sepotong sebagai pembenar apa yang sudah dikemas dan ingin disampaikan, adalah sikap yang jauh dari terpuji.

Kalau pun Fahri Damopolii mengetahui persis siapa dan apa yang sudah dilakukan Penjabat Bupati Bolmong di masa lalu dan kini, yang motifnya ‘’busuk’’ dan ‘’amis’’, maka tuliskan. Duga-duga, spekulasi, dan seolah-olah ada rahasia besar sebagai kartu truf yang hanya dia, Gun Lapadengan dan Tuhan yang tahu, adalah jenis politicking yang memualkan.

Ketiga, mudah membaca bahwa M untuk Bupati Lapadengan! ditulis dengan alasan sejenis sakit hati. Sebagai Penjabat Bupati yang masa berkuasanya terbatas, Gun Lapadengan memang harus bergegas menata aspek-aspek umum yang ada di depan matanya. Penguasaan kendaraan dinas oleh para pejabat, jabatan yang mengabaikan golongan dan kepangkatan, pengelolaan keuangan daerah, hingga pemindahan Ibukota Kabupaten ke Lolak yang terkatung-katung, tak bisa terus dibiarkan sebagaimana adanya.

Bukan soal panjang-pendek kesempatan seseorang menduduki posisi dengan tanggungjawab besar, tetapi seberapa serius dia membuktikan kekuasaan yang diamanatkan tegak sesuai proporsinya. Berkaitan dengan Penjabat Bupati Gun Lapadengan, kalau pun kebijakan itu dihubung-hubungan dengan sejarah dan rekam jejaknya sebagai seorang birokrat, penghakimannya dilakukan dengan adil dan komprehensif.

Tak dapat dielakkan, saya terpaksa menyimpulkan Fahri Damopolii dengan sengaja telah mencurangi Gun Lapadengan. Dia juga terlampau pengecut mengkritisi hal-hal yang lebih penting dan jelas-jelas bengkok seperti yang dipraktekkan Walikota Kota Kotamobagu (KK). Tafsir saya, itu mungkin karena mereka sama-sama mengurus Korps Alumni Makasar Indonesia Bolmong Raya.***