Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, June 5, 2011

Rumor dan Fakta di Tes Ulang CPNS Boltim

Tes ulang penerimaan CPNS 2010 di Boltim mengundang berbagai spekulasi, termasuk dari ‘’kalangan dalam’’ di jajaran Pemkab. Salah satu yang konsern dengan isu ini adalah PNS yang kini ditempatkan di Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Pemkab Boltim, Ahmad Alheid, yang kemudian menuliskan untuk pembaca blog ini.

Oleh Ahmad Alheid

TES ulang rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Pemkab Boltim) akhirnya  digelar Kamis, 26 Mei 2011. Hasil tes ulang ini diumumkan empat hari kemudian.

Tes ulang sedianya dilaksanakan beberapa waktu lalu, namun terkendala rekomendasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB). Permintaan tes ulang ke MenPAN-RB datang dari Boltim dan Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel). Namun tim investigasi dari MenPAN-RB menemukan pelanggaran di Bolsel dengan didapatinya kelebihan Lembar Jawaban Komputer (LJK). Dasar kelebihan LJK inilah yang menjadi alasan kuat memutuskan tes ulang perlu dilakukan di Bolsel.

Bagaimana dengan Boltim? Tim MenPAN-RB, juga dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Pemprov Sulut), tidak menemukan kejanggalan apa pun. Dengan kata lain, tes CPNS yang terjadi di Boltim berlangsung obyektif dan sesuai prosedur. Berbagai laporan mengenai indikasi pelanggaran tak terbukti.

Namun, Pemkab Boltim –yang dimotori langsung Bupati Boltim Sehan Landjar— ngotot meminta MenPAN-RB merekomendasikan pengulangan tes CPNS. Meski berdiri pada ragam tuduhan yang disandarkan pada asumsi, Bupati Boltim “maju tak gentar”. MenPAN-RB, tanpa penegasan apa pun, menyerahkan persoalan ini ke Pemkab Boltim. Demikian halnya Pemprov Sulut. Terkesan mereka bersikap “cuci tangan” perihal kehendak dari Sehan Lanjar.

Sejatinya, keinginan Bupati itu –seperti yang digembar-gemborkannya berkaitan  tes ulang ini— adalah untuk menyelamatkan putra-putri Boltim, terutama pada formasi Arsiparis untuk lulusan SMU. Karena alasan itulah niat Eyang –begitu sapaan akrabnya— menjadi kuat secara moral. Setelah melewati pergulatan panjang, tes ulang berhasil diwujudkan.

Dengan alasan menyiapkan materi soal sesuai formasi, Pemkab Boltim menggandeng Universitas Negeri Manado (Unima) di Tondano. Disepakati juga bahwa Unima adalah lembaga akademis yang dinilai independen yang akan memeriksa hasil tes. Kontradiktif, memang. Di satu sisi Eyang ingin “menyelamatkan putra-putri Boltim”, di sisi lain dia berupaya mencitrakan bahwa tes ulang CPNS ini dilaksanakan obyektif.

Tes ulang tak sepi dari sorotan. Bahkan sorotan tajam itu dari pihak-pihak berkompeten, semisal Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Sulut dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Kutipan-kutipan di media massa menunjukkan sikap mereka bahwa tes ulang CPNS yang dilakukan Pemkab Boltim adalah “illegal”, sebab tak sepucuk surat pun dari MenPAN-RB yang sampai ke meja mereka berkenaan dengan keabsahannya.

Pemkab Boltim bergeming. Mereka percaya diri bahwa tes ulang tersebut adalah kewenangannya dan tak akan dirintangi MenPAN-RB. Nampaknya, MenPAN-RB sendiri tidak bersikap tegas soal ini. Mengulang atau tidak diserahkan keputusannya ke Pemkab Boltim. Dan respons mereka, barangkali, setelah melihat situasi dan kondisi yang berkembang. Bila kondusif, MenPAN-RB mungkin memuluskan tahapan selanjutnya yang akan dilakukan Pemkab Boltim.

Beberapa persoalan bisa saja muncul seiring dilaksanakan dan diumumkannya tes ulang CPNS Boltim. Pertama, tes ulang menjadi preseden bagi daerah lain dan merepotkan MenPAN-RB serta lembaga terkait. Setiap kepala daerah bisa saja meminta dilakukan tes ulang bila hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya.

Kedua, komitmen Sehan Lanjar akan dipertanyakan. Beberapa putra-putri Boltim yang lulus di tes sebelumnya, yang dilakukan dengan fair, harus menerima kenyataan tidak terakomodir di tes ulang. Tentu saja, tak hanya soal komitmen mengenai “menyelamatkan putra-putri Boltim”. Tetapi juga komitmen untuk melangsungkan tes ulang ini secara obyektif dengan menggandeng Unima untuk pembuatan soal dan pemeriksaan LJK.

Ketiga, kredibilitas Unima dipertaruhkan bila terbukti di kemudian hari proses seleksi CPNS ini mengandung kecurangan. Sejauh ini, berdasarkan penjelasan dari pihak Pemkab Boltim, proses pemeriksaan LJK dan penetapan kelulusan berlangsung obyektif karena sepenuhnya diserahkan kepada Unima sebagai lembaga independen. Namun, belum ada opini pembanding untuk keterangan tersebut. Tak terjelaskan juga dari pihak mana saja yang menjadi saksi yang dapat mendukung “independensi” Unima.

Fakta bahwa ada sekian banyak orang yang lulus di lingkar dekat petinggi Boltim belum membuktikan adanya pelanggaran hukum. Kecuali sekadar meraba-raba kemungkinan-kemungkinan kecurangan, semisal kebocoran soal atau penggantian perangkingan. Beberapa pelanggaran yang dibicarakan baru sebatas rumor. Misalnya, ada peserta yang tidak termaktub dalam daftar peserta di tes sebelumnya, tetapi mengikuti tes ulang. Atau, cerita lainnya, ada peserta yang hanya lulusan SMK tetapi tercantum di pengumuman kelulusan D3.

Untuk mengkonfirmasikan kebenaran rumor ini perlu menelisik dokumen-dokumen terkait yang menguatkan pembuktian. Soal kepesertaan misalnya harus dibuktikan dengan lembar absensi tes sebelumnya dan lantas dicocokkan dengan daftar peserta tes ulang. Demikian juga kelulusan yang tidak sesuai formasi. Bisa saja ini hanya soal kesalahan teknis yang bisa dikoreksi saat diketahui.

Satu-satunya kejanggalan yang beredar hanyalah salah seorang yang namanya diumumkan lulus, tetapi nomor peserta yang tertera di pengumuman adalah nomor orang lain. Yakni, Lenda Citra Gaib di formasi S1 Komputer sementara yang dicantumkan di pengumuman adalah nomor ujian 771771844, yang tak lain adalah milik Virli Sugeha dari formasi SMK Akutansi. Saya kira, kesalahan “kecil” ini dengan mudah dapat diklarifikasi oleh Pemkab Boltim dan Unima.***