Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, June 17, 2012

Tumbal-Tumbal CPNS KK 2009

VONIS itu dijatuhkan Senin (11 Juni 2012). Asisten II Pemerintahan Kota (Pemkot) Kotamobagu, Hardi Mokodompit, diganjar satu tahun kurungan dan denda Rp 50 juta atau diganti dengan tambahan sebulan kurungan.

Saya menerima kabar putusan terhadap Hardi, yang didakwa berkaitan dengan skandal penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kota Kotamobagu (KK) 2009, menjelang petang. Mengingat terlampau banyak bisik-bisik tidak bertanggungjawab, saya kemudian mengirim pesan pendek (SMS) dan BlackBerry Messenger (BBM), meng-cross check ke sejumlah orang. Termasuk ke beberapa kawan wartawan yang setahu saya intens mengikuti isu ini.

Ternyata info itu benar adanya, yang berarti Hardi Mokodompit menjadi terdakwa pertama yang sudah mendapatkan kepastian hukum (dua lainnya adalah mantan Sekretaris Kota –Sekkot, Muhamad Mokoginta dan mantan Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah, Idris Manoppo). Kendati, menanggapi vonis yang dia terima, Hardi menyatakan masih berpikir apakah banding atau menerima keputusan Majelis Hakim.

***

Di Jalan Amal, puluhan tahun silam, Hardi Mokodompit adalah salah seorang yang kami (yang berusia lebih muda) kagumi. Dia tergolong generasi pertama dari lingkungan kami yang menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan masuk Perguruan Tinggi (PT) dengan sangat smooth. Ketika akhirnya saya menyusul ke fakultas yang berbeda di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Hardi sudah hampir menamatkan kuliahnya (dan tepat waktu).

Di era saya Hardi dikenal sebagai anak manis-baik. Jangankan membuat ulah, perkelahian antar kaum muda yang ketika itu sudah jadi semacam olahraga di Jalan Amal, dia sama sekali tak pernah terlibat. Orang-orang tua suka menjadikan dia contoh bagaimana anak-anak mesti bersikap. Saya kenyang mendengar omelan seperti, ‘’Lia pa Hardi, nyanda pernah bekeng ribut deng bekeng malo rupa ngoni-ngoni ini.’’

Tamat kuliah dia kembali ke Mongondow, menjadi birokrat dengan karir yang menanjak cepat dibanding rekan-rekan seangkatannya. Di beberapa kesempatan (terutama Idul Fitri), kami kerap bertemu dan bertukar cerita, apalagi dia kemudian membangun kediaman tepat berhadapan dengan rumah Ayah-Ibu saya.

Melihat karirnya, saya menyakini Hardi punya peluang terus meroket. Optimisme itu saya sampaikan ketika di hari kedua Idul Fitri 2011 lalu dia dan istri bertandang ke rumah Ayah-Ibu dan saya kebetulan ada. Sembari bergurau, saya mengatakan dia adalah kandidat terkuat Sekkot KK berikutnya. Kalau pun ada satu dan lain hal yang jadi pertimbangan, karena dia menyandang marga yang sama dengan Walikota: Mokodompit.

Di Mongondow, di mana marga menunjukkan hubungan kekerabatan, promosi politik dan birokrasi mudah dikait-kaitan dengan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Dan demikianlah faktanya. Walau percaya terhadap kompetensi Hardi, saya juga tidak menutup mata pasti ada sinisme bila dia dijadikan kandidat Sekkot. Mudah bagi warga KK meruyakkan spekulasi, ‘’Nyanda herang, sama-sama Mokodompit toh….’’

***

Sedih adalah sesuatu yang gampang dikatakan, tapi sulit didiskripsikan. Mendengar vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim pada Hardi, saya mesti mengakui didera campuran antara sesal dan amarah. Di sidang-sidang skandal CPNS KK 2009 yang saya ikuti, antaranya yang terus-menerus dilaporkan oleh Tribun Manado (http://manado.tribunnews.com), tampak jelas para terdakwa sebenarnya terjerat hanya karena mematuhi perintah atasan.

Bagi awam hukum seperti saya, dari sisi hirarki birokrasi, Hardi Mokodompit berada di posisi tengah, di bawah Sekkot dan Walikota. Dengan demikian, bila secara hukum dia terbukti bersalah, maka otomatis Sekkot bersalah. Kesalahan yang sama juga tak dapat dielakkan oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat KK.

Rabu (2 Mei 2012) Tribun Manado (Kedua Terdakwa Mengakui Keterlibatan Wali Kota Kotamobagu) menuliskan kesaksian Muhamad Mokoginta dan Idris Manoppo yang sudah menunjuk hidung: Walikota dan Wakil Walikota (Wawali) KK ikut serta dalam ‘’permainan’’ CPNS KK. Aparat berwenang, terutama polisi, semestinya tidak tuli, buta, apalagi goblok, untuk segera menindak-lanjuti pengakuan (di bawah sumpah) yang dinyatakan di depan Majelis Hakim itu.

Atasan macam apa yang membiarkan bawahannya, yang hanya mematuhi perintah, harus menanggung risiko? Menurut hemat saya, atasan jenis ini bukan hanya tidak pantas dihormati, melainkan boleh diludahi tepat di kedua bola matanya. Sebaliknya, bawahan yang bersedia menerima risiko tanpa reserve atas sesuatu semata karena patuh, tidak lebih dari keledai.

Skandal CPNS KK bukan masalah administrasi atau kebijakan. Kasus ini adalah tindak-pidana. Sebab itu, kalau Hardi Mokodompit bersedia menerima hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim, dia berhak menggugat atasan yang telah menjerumuskan ke balik bui. Hal yang sama seharusnya dipahami pula oleh mantan Sekkot dan Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat KK.

Di sisi lain, atasan yang mestinya melindungi dan mengarahkan bawahan selayaknya tahu diri. Pernyataan Walikota KK di Harian Manado Post, Rabu, 13 Juni 2012 (CPNS Tak Masalah), lebih pantas dimaknai sebagai kata-kata orang mabuk. Di mana logika skandal CPNS KK 2009 tidak berkaitan dengan korupsi sebagaimana pengertian yang umumnya diketahui orang?

Definisi korupsi mana yang tidak diketahui Walikota yang terakhir bergelar master ekonomi? Adoh, Pak Walikota, makanya jangan beli ijazah. Uang negara yang dihambur-hamburkan, gagalnya kesempatan negara (khususnya KK) mendapatkan sumber daya manusia (SDM) terbaik, serta sogok-menyogok demi meluluskan CPNS, jelas adalah tindak pidana korupsi. Untuk urusan CPNS KK, lebih baik Walikota Djelantik Mokodompit menutup rapat-rapat mulutnya, lalu rajin berdoa (tidak perlu ke dukun) supaya aparat berwenang tetap mau ‘’diberi makan’’ agar malas dan akhirnya memasukkan dugaan keterlibatannya ke dalam file kategori dark number.

Mengorbankan tiga orang birokrat papan atas KK (dengan kemungkinan ada lagi ikutannya), sudah cukup pahit bagi warga Kotamobagu. Belum lagi kalau kasus ini dipersoalkan sebagai cacat yang akhirnya menggugurkan seluruh proses rekrutmen CPNS KK 2009. Kabar buruk ini berarti: Seluruh CPNS 2009 yang lulus dibatalkan dan mereka yang kini menyandang PNS dipaksa menggembalikan uang negara yang sudah diterima.***