MENCERMATI ulah
para bocah selalu jadi kenikmatan tiada tara. Bersama dua keponakan yang kini
tinggal di rumah Ayah-Ibu di Jalan Amal, Gatan dan Apgan, misalnya, membuat
saya melepas segala atribut orang tua atau profesional yang di keseharian
disapa ‘’Bapak’’ dengan penuh segan.
Tiap kali berada di Kota Kotamobagu (KK), dua bandit kecil
itu menjadikan dunia saya ditaburi bintang. Karena dipeningi aksi huru-hara
mereka; pun sebab kejailan keduanya –ditambah si bungsu Ubay yang kebisaannya
baru taraf ‘’hu’’ dan ‘’ha’’— tak henti menciptakan kegembiraan.
Tiga kepala kecil itu, dilengkapi seorang keponakan perempuan yang kecil-kecil
sudah menunjukkan bakat Zena The Warrior Princess, Zoya, segala penat dan beban
menguap. Sekali pun mesti memainkan banyak peran (kuda-kudaan, pesilat, ahli
masak-memasak, tukang memandikan, pendongeng, dan sesekali uncle yang galak), saya sama sekali tak keberatan. Mereka
memberikan hiburan ekslusif, sekaligus cermin jernih yang membawa banyak
pencerahan.
Bocah tetaplah bocah. Apalagi Gatan dan Apgan yang masih tercatat
sebagai murid Taman Kanak-Kanak (TK) dan anggota ‘’Play Group’’ (saya kesulitan
merumuskan apakah Play Group memang
harus diterjemahkan sebagai ‘’Kelompok Bermain’’ –bukankah TK juga demikian;
dan tepatkah sematan ‘’murid’’ untuk anggotanya?). Saya selalu terbahak-bahak melihat dan
mendengar rivalitas di antara mereka berdua, yang kebetulan bersekolah
(sebenarnya lebih tepat disebut bermain-main sembari sedikit belajar) di tempat
yang sama.
Apgan, sekali pun lebih muda dan bertubuh kecil, tak pernah
rela takluk. Apa yang dilakukan kakaknya, selalu ingin dia saingi. Termasuk dalam
urusan berteman. Kalau Gatan meng-klaim punya teman lima, Apgan akan
menggandakan jumlah temannya menjadi 10 (setelah itu dia kebingungan
menjelaskan berapa 10 itu sesungguhnya).
Tapi, sehebat-hebatnya kedua bocah itu, mereka sama-sama tak
berdaya di hadapan Zoya. Bukan karena Zoya lebih galak dan siap menerkam Apgan
dalam memperebutkan mainan, tapi karena perempuan kecil ini tampaknya tahu
keunggulan lebih yang dia miliki: Aki, Ba’ai, Papa, Mama, Om, Tante, dan Uncle
Pemarah akan melompat begitu terlihat tanda-tanda –terutama— Apgan akan
melakukan sesuatu terhadap Zoya.
***
Kamis sore (20 Februari 2013) Djelantik Mokodompit (DjM)-Rustam
Simbala (RS) yang resmi diusung koalisi Partai Golkar (PG) dan PDI Perjuangan
sebagai bakal calon Walikota-Wawali (Wawali) KK 2013-2018, diarak dengan konvoi
oleh massa pendukungnya. Arak-arakkan ini demi menyambut Surat Keputusan (SK)
penetapan mereka sebagai kandidat yang akhirnya dikantongi.
Pada seorang kerabat yang iseng menelepon, menggambarkan
suasana konvoi itu, saya berkomentar, ‘’Biasa
itu. Sama deng Apgan kalu abis ba kase warna gambar, kong dia kira yang dia
bekeng lebe bagus dari yang Gatan ada warnai.’’
DjM kelihatan punya tabiat khas yang sukar diubah, yaitu
kegemaran pada show of force hingga
kita –lebih khusus warga KK—jadi sukar membedakan apakah itu tanda syukur atau
ekspresi makang puji. Adipura diarak
dengan konvoi, kini SK (sepotong kertas biasa yang anehnya diperlakukan bagai
jimat keramat) juga dia dikonvoikan. Sebentar lagi kalau DjM ikut lomba mancing
dan berhasil menangkap ikan lele, bukan tidak mungkin juga akan diarak dengan
konvoi keliling kota.
Entah kenapa, kepada kerabat yang menelepon itu, saya
spontan pula menyelutuk, ‘’Karna DjM-RS
so kase tunjung makang puji, jang herang kalu Tatong Bara (TB)-Jainudin
Damopolii (JD) –yang diusung Partai Amanat Nasionla (PAN)— mo bekeng konvoi lei. Dorang mo makang puji,
orang banya’ makang asap kanalpot.’’
TB-JD dan pendukungnya memang tak mau kalah unjuk kekuatan,
yang digelar megah Jumat (1 Maret 2013). Meminjam lalu-lintas gambar dan
komentar di BlackBerry Messenger (picture profile dan group), ‘’Konvoinya Membirukan KK’’. Konvoi DjM-RS ''konon'' diperkirakan
diperkuat lebih 3.000 orang; ''katanya'' dilipat dua oleh bala manusia dan kendaraan yang
digelar TB-JD (sembari mereka melupakan ada 90.000 lebih pemilih KK yang kesal
atau naik pitam karena dihadang macet dan kebisingan).
Tapi tetap saja gelar kekuatan TB-JD sungguh luar biasa! Makang puji dibalas makang puji pe kaka’.
Konvoi dibalas konvoi lebih besar. Kontan dan lunas. Juga sama goblok dan
kekanak-kanakkannya.
Warga KK tak perlu terkejut dan heran melihat
keanehan-keanehan rivalitas di antara dua politisi itu dan para pendukung
masing-masing. Bersiap saja menerima segala kemungkinan, termasuk satu ketika
melihat TB menggunakan rok renda-renda dan jadi perhatian orang banyak, lalu DjM
akan menyaingi dengan menyematkan renda-renda bukan hanya di pantolan tapi
mungkin hingga ke dasi dan ujung lengan kemeja.
***
Tindakan politik, apapun bentuknya, semestinya dilakukan
dengan kalkulasi matang. Serta, yang terpenting, harus memiliki alasan kuat agar tak menjadi sekadar penyaluran ‘’syawat makang puji’’ yang hasilnya nol,
atau lebih buruk lagi mendegradasi kredibilas politik seorang politikus atau
partai politik (Parpol) di mana dia bernaung.
Konvoi DjM-RS adalah contoh bagaimana unjuk kekuatan yang
seharus memberi manfaat, secara politik justru jadi amunisi dan pupuk
kebencian, bahkan dari khalayak yang sebelumnya mendukung atau minimal bersikap
netral. Mengusung SK penetapan DjM-RS adalah provokasi, baterek, mengecilkan, atau bahkan menghina sejumlah calon pesaing
RS, baik yang mendaftar lewat PG maupun yang mengikuti fit and proper test
(FPT) dan psikotes PDI Perjuangan.
Saya tak mampu membayangkan perasaan mereka, khususnya
Hairil Paputungan, yang sudah menjadi pengetahuan umum turut ambil bagian di
keriuhan Pilwako KK karena sebelumnya resmi dilamar dan mendapat jaminan
(langsung dari DjM) pasti dipilih sebagai bakal calon Wawali.
Sebaliknya, konvoi
TB-JD juga sekadar parade ‘’tak ingin tampak kecil’’ yang nilai politisnya
hampir nol. Bila hanya pasangan DjM-RS dan TB-JD yang ‘’dianggap’’ terkuat di
Pilwako KK (baik dari dukungan partai serta sumber daya dan sumber dana), saya
yakin TB-JD sudah keluar sebagai pemenang. Dua pasangan ini jauh dari ideal.
Pilihan yang buruk di antara yang terburuk. Dan TB-JD, sebagaimana yang
berulang kali saya tuliskan, lebih dapat diterima karena relatif lebih sedikit
menciptakan musuh.
Keunggulan kecil itu tidak ditindak-lanjuti dengan strategi
dan taktik yang menunjukkan kecerdasan, kematangan, kebijaksanaan, dan
kerendah-hatian berpolitik. BBM status seorang wartawan yang bertugas di KK
tepat menggambarkan penilaian terhadap konvoi DjM-RS dan aksi tandingan tanpa
alasan TB-JD dan para pendukungnya: Udang
vs katang. Lebe bae pilih ikang putih jo di Pilwako 2013.***