PEMILIHAN
Walikota (Pilwako) Kota Kotamobagu (KK) 2013 hingga hari ini, Rabu (13 Maret
2013), datar dan tak jauh beda dari isu yang sudah bergulir berbulan-bulan
lampau. Kompetisi di antara kandidat nyaris terpusat pada rivalitas Djelantik
Mokodompit (DjM) dan Tatong Bara (TB), dua pesaing yang juga patahana karena
masing-masing masih menjabat Walikota dan Wakil Walikota (Wawali).
Selentingan yang menguat sejak pekan lalu mengabarkan,
kandidat lain yang hampir pasti –selain DjM-Rustam Simbala (RS) dari koalisi
Partai Golkar (PG)-PDI perjuangan dan TB-Jainudin Damopolii (JD) yang diusung
Partai Amanat Nasional (PAN)-- adalah Muhamad Salim Lanjar (MSL)-Benny Ramdhani
(Brani) yang ‘’konon’’ diusung gabungan tiga partai. Apakah MSL-Brani ini kabar
yang sahih atau sekadar petasan Pilwako, akan terbukti saat mereka resmi
didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) KK.
Mengingat masih terbuka kemungkinan (maksimal) tiga pasang
tambahan, masing-masing dari partai politik (Parpol) non seat dan koalisi peraih kursi minoritas di Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) KK, di bawah permukaan negosiasi dan lobi-lobi pasti berlangsung kian
intensif. Terlebih waktu pendaftaran bakal calon Walikota-Wawali KK 2013-2018
kian kasip. Siapa-siapa para calon itu, tentu tak jauh dari nama-nama yang
sudah wara-wiri selama ini.
Namun, sebagai bagian dari warga KK, saya kira berharap ada
kandidat baru yang relatif ideal dari berbagai perpektif tetaplah sesuatu yang
harus dibuka selebar-lebarnya. Apalagi kalau itu berbentuk kejutan yang tak
hanya menjawab ekspektasi konstituen Pilwako, melainkan juga karena pasangan
kandidat itu datang dari luar nama-nama mainstream.
***
Proses Pilwako KK hingga terpilihnya Walikota-Wawali,
menurut hemat saya, harus dimaknai sebagai pembelajaran politik berkelanjutan
oleh Parpol, kandidat, dan para konstituen. Demokrasi sebagai ekspresi politik,
bagaimana pun juga adalah the long
journey bagi setiap elemen dan komponen yang terlibat di dalamnya. Sebagai
ikhtiar mengoreksi yang keliru, menyempurnakan yang kurang.
Demokrasi kita yang dengan cepat menuju kedewasaan, perlahan
berhasil mengajarkan para konstituen untuk menakar dan menilai politik hingga
lebih dari sekadar riak-riak dan gelombang permukaan. Masyarakat pemilih mulai
menelisik hingga praktek-praktek substansial, semisal ‘’etika’’ berpolitik –sesungguhnya
ini hal paling dasar yang kerap dimanipulasi dengan bungkus politik adalah
politik-- Parpol atau kandidat (tidak hanya di Pilwako).
Perkara pentingnya etika pula yang membuat saya cerewet
mengkritik Parpol dan para bakal calon Walikota-Wawali KK 2013-2018. Saya
mempercayai, hanya Parpol atau politikus dengan etika terjaga yang mampu
dipegang apa yang dikatakan; dan dipercayai apa yang dilakukan.
Itu sebabnya saya merasa agak terganggu membaca JaDi Terancam ‘Tidak Jadi’ Dampingi Tatong
(http://beritamanado.com/berita-utama/rizal-manoppo-mencuat-tatong-belum-pasti-jadi/168702/)
di Beritamanado.Com (Rabu, 13 Maret
2013) dan berita lain yang diunggah Selasa (12 Maret 2013), Ishak Ragu, Namun Rizal Yakin Dampingi
Tatong (http://beritamanado.com/totabuan/ishak-ragu-namun-rizal-yakin-dampingi-tatong/168710/).
Dalam politik segala hal mungkin, bahkan di menit-menit terakhir sebelum
putusan paling akhir diambil.
Tetapi, fleksibilitas politik juga punya limitasi. PAN
mengganti bakal calon Wawali di Pilwako 2013, yang dilalui dengan proses
berliku –termasuk ikut sertanya TB di fit
and proper test dan psikotes PDI Perjuangan—lengkap dengan unjuk kekuatan
dukungan pada Jumat (1Maret 2013) lalu,
adalah spekulasi yang hampir tidak masuk akal. Jalan yang dilalui memilih JD
mendampingi TB sudah diwarnai sejumlah kekeliruan besar. Apakah PAN ingin
sekali lagi jatuh dalam kekeliruan fatal lainnya dengan menganulir JD?
***
Saya tidak mengenal Ir Rizal Manoppo yang disebut-sebut
bakal diusung Partai Demokrat (PD) menggantikan JD sebagai pasangan TB di
Pilwako KK. Di beberapa media hanya disebutkan dia adalah anggota DPR Kabupaten
Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), dan anggota pengurus Departemen Pertahanan DPP
PD. Lainnya, saya melihat iklannya di edisi cetak Harian Radar Totabuan yang memajang slogan ‘’Kota untuk Semua’’, sebagaimana
yang dipopulerkan TB sejak akhir 2012 lalu.
Ada yang keliru, bukan hanya etika tetapi juga kewarasan,
dari tuan Rizal Manoppo ini. Pertama,
saya tidak tahu apakah TB dan para pemikir politik di belakangnya pernah
mengizinkan ‘’Kota untuk Semua’’ digunakan pula oleh Rizal Manoppo. Namun
slogan ini (setahu saya memang tidak pernah didaftarkan sebagai hak paten TB)
dirumuskan jauh hari dan telah melekat sebagai indentitas politik TB untuk
Pilwako KK. Penggunaan oleh politikus lain, apalagi yang tak memiliki afiliasi sama
sekali dengan TB, tak lebih dari perampokan tak beretika.
Sedemikian sulitnyakah bagi Rizal Manoppo untuk sedikit
kreatif menggagas resep jualan diri yang berbeda dengan politikus lain? Atau,
jangan-jangan semestinya dia perlu memeriksa diri ke rumah sakit jiwa (RSJ)
terdekat, siapa tahu ada guncangan yang ternyata telah mengganggu nalar dan
logikanya. Jangan-jangan pula indikator utama yang dia gunakan bermanuver di
Pilwako KK cuma bercermin di leper.
Percaya diri adalah salah satu modal yang umum dimiliki para
politikus di luar bekal penting lain: lidah selicin piston yang baru diminyaki. Namun percaya diri berlebihan dapat
pula menjadi petanda ketidak-tahu dirian. Dan ketidak-tahudirian tanpa takaran,
apalagi kalau bukan petanda ketidak-warasan.
Kedua, saya
bukanlah anggota salah satu Parpol, tapi paling tidak cukup tahu hirarki
pengambilan keputusan khususnya dalam penentuan bakal calon Walikota-Wawali.
Sepengetahuan saya di PAN diterapkan hirarki satu tingkat di atas, yang artinya
kandidat di Pilwako diusulkan oleh DPD PAN KK, disetujui Dewan Pengurus Wilayah
(DPW) Sulut, atas sepengetahuan Dewan Pengurus Pusat (DPP). Mengganti bakal
calon Wawali satu hari sebelum pendaftaran resmi sebagaimana yang diumumkan
Ketua DPD KK, Begie Gobel, sama dengan harakiri untuk PAN.
Sejalan dengan itu, pernyataan Rizal Manoppo sebagaimana
yang dikutip Beritamanado.Com, bahwa
DPP PAN dan DPP PD sedang intens membahas koalisi dan akan turun ke KK sebelum
memilih dia sebagai pendamping TB, betul-betul igauan orang sakit. Taruh kata
dua Parpol ini memang sedemikian brengseknya hingga mudah diatur sesuka
satu-dua elitnya, tapi saya yakin tidak demikian dengan warga KK.
Mencermati sepak-terjang Rizal Manoppo dan beberapa media yang ''mengkampanyekan'' klaimnya, saya menyimpulkan politik kita adalah arena paling mudah mengail popularitas. Dengan cara yang paling ''ajaib'' sekali pun. Apalagi didukung media yang meletakkan akal sehat, nalar, dan logika di daftar terbawah syarat layak berita.***
Mencermati sepak-terjang Rizal Manoppo dan beberapa media yang ''mengkampanyekan'' klaimnya, saya menyimpulkan politik kita adalah arena paling mudah mengail popularitas. Dengan cara yang paling ''ajaib'' sekali pun. Apalagi didukung media yang meletakkan akal sehat, nalar, dan logika di daftar terbawah syarat layak berita.***