PENTAS Idola
Cilik di RCTI, Sabtu (23 Maret 2013), berakhir haru-biru buat Novia Bachmid dan
para pendukungnya. Gadis cilik 11 tahun asal Nuangan, Bolaang Mongondow Timur
(Boltim), ini urung ke babak berikut (Tiga Besar) karena gagal mengumpulkan
dukungan maksimal pemirsa yang ditakar dari banyaknya pesan pendek (SMS) untuk
dia.
Beberapa pekan terakhir puteri pasangan Noval Bachmid dan
Mariam Batalipu ini menjadi fenomena di kalangan warga Mongondow. Tiap kali dia
naik panggung di akhir pekan, SMS dan BlackBerry
Messenger (BBM) bersiliweran mengingatkan (yang terakhir saya terima): Ketik
IC NOVI, kirim ke 6288.
Terus-terang saya hanya sekali menonton Idola Cilik di mana
Novi turut berkompetisi. Itupun, mengingat minat tontonan saya jauh berbeda,
hanya kurang setengah jam. Selebihnya, karena Novi sedang dipersepsikan sebagai
pengusung gengsi Mongondow, berpartisipasi mengirimkan SMS hingga dua jempol
pegal bukanlah beban. Apa susahnya copy and paste lalu menekan send.
Mongondow memang sedang butuh icon dan idola. Siapapun dan di bidang apapun, agar daerah ini dan
warganya bisa berhadapan dengan masyarakat daerah lain dengan kepala tetap
tegak. Harus diakui, di tengah lalu-lintas informasi yang mengabarkan tokoh dan
prestasi yang diraih masyarakat di daerah lain, orang Mongondow kerap jengah.
Orang Mongondow sedang krisis gengsi. Di media setiap hari
kita membaca, menonton, dan mendengar perilaku tokoh-tokoh (atau yang
ditokohkan) dari daerah ini. Hampir semuanya memprihatinkan dan membuat malu.
Ada tokoh muda bergelar doktor dan master yang ternyata menjadikan upaya
melahirkan Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR) sebagai bisnis demi keuntungan
pribadi. Elit politik dan birokrat teras berbondong-bondong jadi tersangka atau
bahkan sudah dikerangkeng karena korupsi. Pun macam-macam ulah para Kepala
Daerah di wilayah ini yang terang-terangan mengundang cibir.
Mendukung Novi di tengah kelindang seperti itu adalah
keniscayaan. Walau, sekalipun Novi keluar sebagai Idola Cilik 2013, dia mungkin
hanya jadi kabar baik sesaat, setelah itu tenggelam dihanyutkan ideola-idola
lain yang berhasil menjadi salah satu bintang (di antara jutaan) kreasi layar
televisi. Pahlawan dan pecundang datang dan pergi setiap detik. Beberapa karena
bakat, talenta, kecerdasan, dan konsistensi, berhasil bertahan terus bercahaya
hingga beberapa tahun. Namun kebanyakan tak beda dengan meteor atau bintang
jatuh. Cemerlang sesaat, setelah itu siapa yang ingat?
Coba tanyakan pada para penggila pentas idola yang menjamur
di layar teve Indonesia sejak Indonesian
Idol dipopulerkan, misalnya siapa yang masih ingat pemenang Idola Cilik
2012? Saya yakin, terlebih di Mongondow, hampir semua kepala bakal menunjukkan
paras berpikir keras lalu perlahan-lahan mengeleng penuh ketidak-yakinan.
Tapi kita memang lapar idola. Itu sebabnya saya memahfumi
bahkan Bupati Bolmong, Sehan Lanjar, pun turut menggerakkan diri mendukung
Novi. Bupati yang disapa akrab dengan Eyang ini, berulang kali sengaja
meluangkan waktu menunjukkan sokongannya dengan hadir di Studio RCTI, duduk di
barisan terdepan di saat Novi mentas.
Bahwa di luar perannya sebagai pejabat publik di Boltim (di
mana daerah asal Novi, Nuangan, adalah bagian dari wilayah kekuasaannya), Eyang
juga berkerabat dengan Novi, bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. Di banyak
peristiwa Eyang telah membuktikan bila terkait dengan kepentingan umum, dia tak
segan-segan mengambil bagian penting.
Saya ingin menunjukkan dua bukti yang masih segar di ingatan
warga Mongondow dan Sulut. Pertama,
di isu pembentukan Provinsi BMR, Eyang menjadi salah satu Kepala Daerah yang
paling gigih dan paling aktif (lepas dari apakah motifnya politik dan
popularitas atau benar-benar karena kepentingan umum) menggerakkan prosesnya. Kedua, tatkala banjir menenggelamkan
sebagian wilayah Manado, tengah Februari 2013, Eyang menjadi satu-satunya
Kepala Daerah di Sulut yang turut menyingsingkan lengan, termasuk dengan
mengirimkan Mobile Medical Center
(MMC) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkba) Boltim, lengkap dengan dokter dan
paramedisnya.
Kenyataan berkata lain. Novi tersingkir dari babak lima
besar Idola Cilik 2013. Para pendukung, terutama yang aktif menggalang
pengiriman SMS, juga Eyang, tentu kecewa dan menyayangkan. Menurut hemat saya,
fakta ini sekaligus menjadi bukti lemahnya solidaritas orang Mongondow umumnya.
Sekadar mengirimkan SMS demi gengsi bersama saja kita abai, apalagi urusan lain
yang jauh dari pikuk media?
Saya tidak heran menit-menit setelah Novi mental dari Idola
Cilik, bersiliweran SMS dan BBM yang ‘’mencaci’’ Kepala Daerah lain di
Mongondow sebagai orang-orang yang tak peduli. Setahu saya, di luar Eyang,
memang tak ada satu pun elit kita yang menunjukkan konsernnya, sekali pun
sekadar himbauan agar warga yang berkesempatan bersedia turut menyokong Novi.
***
Ekses tersingkirnya Novi tidak berhenti hingga SMS dan BBM.
Di hari yang sama, menjelang tengah malam, saya menerima kiriman foto Ayu
Basalamah (sepengetahuan saya dia adalah pengelola Ayu Salon) yang kuyu dan
‘’kelihatan’’ merana seperti habis ditempeleng di tahanan Polsek Urban Kotabunan.
Ayu (dia bukan perempuan walau namanya berbau feminis), dicokot polisi karena
mengirimkan BBM berisi cacian terhadap Eyang, yang disebut pembohong dan ‘’buah
yaki’’.
Bila ditelisik lebih jauh, cacian itu (menurut BBM Ayu yang
kemudian di-capture dan menyebar bak
api melalap ilalang kering) disemburkan karena Eyang tidak memenuhi janji
menyebar pulsa supaya warga Boltim dapat beramai-ramai mendukung Novi. Kalau
benar Eyang pernah berjanji dan tidak menepati, terlebih dalam kedudukannya
sebagai pejabat publik, dia memang harus dicaci-maki. Ayu bukan hanya tak pantas
dibogem dan ditahan aparat kepolisian, melainkan dia juga harus diberi dua
jempol.
Dan kalau pun cacian Ayu hanya fitnah semata, kebijakan dan
kerendah-hatian Eyang menanggapi justru membuat dia layak didaulat jadi Bupati
Idola 2013. Yang mesti dilakukan amat sepele: Datangi Polsek Urban Kotabunan,
temui Ayu dan nasehati hingga dia menangis termehek-mehek menyesali perbuatan,
jamin agar dikeluarkan dari tahanan, dan umumkan pada orang banyak pemaafan
telah diberi.
Terhadap pelaku penghadangan dan pengerusakan mobil Bupati
pada Jumat, 17 Agustus 2012 silam, Eyang berbesar hati memberikan maaf, apalagi
hanya untuk Ayu yang mungkin hanya butuh sedikit perhatian dan sentuhan. Siapa
yang tahu setelah itu Ayu bakal menjadi penata rambut dan kumis buat Eyang?
Media yang lapar sensasi dan yang konservatif sama-sama akan
memamah peristiwa itu sebagai santapan lezat.***