PELECEHAN terhadap
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Aditya Moha, di
upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong)
ke-59, Senin (25 Maret 2013), tepat seperti yang saya duga: Ditanggapi dengan
kilah, pemelintiran, bahkan dusta. Orang-orang yang terlibat dan
bertanggungjawab, beserta pendukung dan penyokong mereka, berupaya mengalihkan
isu dari laku nista sejumlah pejabat di jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Bolmong, menjadi sabotase politis.
Lihat saja bagaimana di media-media utama terbitan Sulut,
Selasa (26 Maret 2013), kasus memalukan itu terpolarisasi dalam dua cara
pandang. Sebagian besar menilai batalnya Sidang Peripurna Istimewa HUT Bolmong
karena Ketua DPR, Abdul Kadir Mangkat, dan anggota Fraksi Partai Golkar (FG)
lebih mengedepankan kepentingan kelompok dibanding kemaslahatan orang banyak.
Hanya sedikit media yang setia menyajikan fakta, bahwa boikot Ketua DPR dan
Fraksi PG dilatari peristiwa yang mendorong mereka mengambil sikap tegas.
Sekali lagi, sebagai bagian dari masyarakat Mongondow, saya
mendukung penuh sikap Abdul Kadir Mangkat dan anggota Fraksi PG. Dukungan ini
disertai pernyataan, siapa pun yang menyayangkan, mengecam, atau mengkritik apa
yang lakukan sebagian anggota DPR Bolmong itu, otaknya tidak lebih baik dari
keledai. Dungu, sok tahu, tidak mengenal etika, jauh dari beradab, dan asal
bunyi.
***
Tahukah Anda, wahai para komentator (dari birokrat elit,
anggota DPR, politikus, hingga tikus yang mengaku aktivis –celakanya media pun
suka rela mengutip mereka), diam-diam hari ini berlangsung rapat sangat
tertutup yang membahas menghilangnya penyerahan Mobil Reaksi Cepat Penanggulangan Kecelakaan Kerja bantuan Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) ke Pemkab Bolmong dari daftar
acara?
Begitu tertutupnya
rapat tersebut, bahkan tidak membolehkan wakil yang dikirim Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang berhalangan, ikut serta. Dari dalam ruang rapat saya
mendapat laporan rinci, salah satu aktor utama konspirasi busuk dan memuakkan
itu ngalor-ngidul tak karuan, (persis seperti yang sudah pula saya tuliskan)
bagai orang mabuk cap tikus. Tanpa malu-malu dia mengkambing-hitamkan jajaran
Hubungan Masyarakat (Humas) yang memang menjadi penanggungjawab seluruh
rangkaian acara upacara peringatan HUT Bolmong.
Pejabat pongah itu
lupa mengecek, Humas Pemkab punya sejumlah bukti mereka sudah melaksanakan
tugas dengan maksimal. Penyerahan fasilitas kesehatan bergerak untuk para
pekerja yang akan dilakukan anggota Komisi IX DPR RI, Didi Moha, yang juga
mengemban mandat sebagai wakil Pemerintah Pusat, tercantum dalam susunan acara.
Ini diperkuat naskah pidato Bupati Salihi Mokodongan yang juga menyinggung
penerimaan bantuan tersebut. Termasuk ucapan terima kasih Bupati pada
Depnakertrans.
Bukti lain, di
gladi resik yang dilaksanakan satu hari sebelum puncak acara, penyerahan
bantuan Depnakertrans masuk dalam simulasi seluruh rangkaian kegiatan. Dengan
kata lain, mempersalahkan Humas menunjukkan mentalitas oknum-oknum birokrat
yang duduk di jajaran elit Pemkab Bolmong telah sedemikian luar biasa
bobroknya. Mereka seperti maling yang tertangkap tangan lalu mengamuk membabi-buta.
Tak dapat disangkal, menghilangnya penyerahan bantuan
tersebut dilakukan di menit-menit saat upacara peringatan berlangsung. Aktor
yang menjadi operator lapangan adalah Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan (Kabag TUP)
Pemkab Bolmong, Teguh Krisjati, yang bagai lintah menempeli master of ceremony (MC) demi memastikan
pembatalan itu berlangsung mulus.
Kalau Teguh Krisjati merasa nama baiknya dicemarkan, dia boleh
menggugat saya! Tapi ingat, upacara peringatan HUT Bolmong diliput media,
direkam, disaksikan ratusan kepala. Posisinya adalah tikus yang terperangkap,
terlebih apa urusannya Kabag TUP yang tugas pokok dan fungsinya adalah
mengurusi administrasi terkait dengan Bupati, Wakil Bupati, dan Sekretaris
Daerah (Sekda) dengan suksesnya tugas MC? Memangnya dia suami atau pacar si MC,
yang demi ketenangan hati dan perasaan, harus menjaga kekasih tercinta dari
godaan dan tatapan mesum hidung belang yang kebetulan terselip di antara
hadirin?
Skenario pembatalan penyerahan bantuan oleh Didi Moha adalah
konspirasi terencana. Tidak perlu otak dan tangan dingin seorang pakar untuk
membedah siapa inisiator, pelaku, dan apa motif hingga pelecehan terhadap institusi
negara (yang diwakili Didi) dan pejabat negara (Didi sebagai anggota DPR RI)
terjadi. Cukup Teguh Krisjati kita tempeleng beramai-ramai (seperti yang
dilakukan gerombolan biadab di sekitar Bupati Bolaang Mongondow Timur
–Boltim—terhadap Ayu Basalamah beberapa hari lalu), dia pasti segera
menyanyikan siapa dalang dan oknum-oknum bejat di baliknya.
***
Langkah menunda (kemudian dituduh sebagai ‘’sabotase’’ dan
‘’boikot’’ oleh sejumlah mulut asal bunyi) yang diambil Ketua DPR Bolmong dan
anggota Fraksi PG, sesungguhnya adalah penyelamatan harga diri masyarakat
Bolmong. Bagaimana orang Mongondow, khususnya yang tercatat sebagai penduduk
Bolmong (Induk), lega beriaan di HUT kabupatennya sementara anggota DPR RI asal
daerah ini yang hadir pula sebagai wakil Pemerintah Pusat dinista semata karena
sentimen dan dendam pribadi seseorang di elit Pemkab?
Pernahkah, sejak Bolmong resmi berdiri sebagai kabupaten
puluhan tahun silam, secara komunal kita bersepakat pelecehan atas nama sentimen
dan dendam pribadi absah bila itu dilakukan oleh mereka yang berpangkat dan
punya jabatan? Kalau tokoh sekelas Didi Moha (usianya memang muda, tetapi dia
adalah anggota DPR RI) boleh dilecehkan, besok-lusa meludahi Bupati, Wabup, Sekda,
atau Kepala SKPD kita nyatakan dan sepakati saja sebagai bagian dari budaya
luhur orang Mongondow.
Ketimbang mencela dan mencerca Ketua DPR dan Fraksi PG, para
pengkritik itu sebaiknya langsung pada sumber mala yang tepat terpacak di depan
mata mereka. Bupati yang kepemimpinannya bagai kapal patah layar di tengah
deraan ombak; para pejabat yang sikut-sikutan, asyik menjilat, dengan agenda
pribadi masing-masing; serta pendukung dan penyokong pemerintahan Bupati-Wabup
2011-2016 yang kian lama suaranya makin mendekati bunyi radio rusak.
Berkilah, memelintir, apalagi mengarang-ngarang dusta demi
membela para peleceh di HUT Bolmong ke-59, sama artinya dengan mendorong
kabupaten ini lebih cepat karam.***