SELAMAT Tahun Baru 2018. Selalu dan tetaplah merdeka!
Ini sudah tahun Pilwako di KK. Mari kita
memanaskan tensinya dengan sekhimat-khimatnya. Pilwako adalah pesta demokrasi.
Dia mesti meriah. Kemeriahan yang melulu cuma menumpahkan keluh-kesah dan lara
hati seolah di-dzolimi, curiga dan paranoia
di akun fb, pasti adalah upacara pemakaman.
Supaya Pilwako KK 2018 bukan ta’ziyah kinopatoi-an, saya mulai saja
dengan kisah yang tercecer dari pleno verfak KPU KK, Jumat, 29 Desember 2017.
Di pelataran Kantor KPU, hari itu saya dengar (dan kemudian baca di media),
salah satu yang riuh dipertengkarkan KPU dan Panwaslu adalah dokumen dukungan
balon independen.
Panwaslu keberatan sebab tak mengantongi
dokumen dimaksud. KPU KK bersikukuh memang demikian adanya, karena sesuai PKPU
sifatnya adalah rahasia. Setiap rahasia tentu tidak boleh sembarang diumbar.
Bila perlu, dokumennya di-stempel tinta merah bertulis ‘’Rahasia’’ melintangi
separuh kertas, dimasukkan ke dalam amplop bersegel, lalu ditumpuk dalam lemari
besi kelas Solingen Bernstein.
Hormat grak
untuk KPU KK! Lembaga ini memang luar biasa. Mereka tampaknya sudah belajar,
jika ingin mensosialisasikan sesuatu, maka cap saja dengan kata ‘’Rahasia’’. Dengan
segera warga empat penjuru mata angin KK punya setiap copy dan detail informasinya.
Faktanya, di mana pun saya pergi, terutama
di kalangan yang melek politik, copy dokumen dukungan balon independen
Pilwako KK dipertukarkan seperti koran yang memajang headline hot. Juga ditertawai. Dengan mata seperempat terbukapun
kita tahu: tanda tangan di KTP dan di formulir KWK seperti laki-bini habis baku
hantam saling lempar piring dan gelas. Yang satu ke Utara, yang lain ke
Selatan.
Rahasiakah dokumen itu? Putar bale! Sama putar bale-nya dengan kegigihan KPU KK menyatakan sudah
melaksanakan vermin—juga verfak—dengan saksama. Bahkan saking mencoloknya
perbedaan antara tanda tangan di KTP dan formulir KWK, warga KK rasanya perlu
mendonasikan lup, siapa tahu mata mereka sudah diserang katarak kronis. Dan
untuk Timsel KPU KK berikutnya: mohon pemeriksaan mata kandidat komisioner
dilakukan ekstra ketat.
Jika demikian adanya, bagaimana
sesungguhnya tim pemenangan dan pendukung balon independen mendapatkan dokumen
dukungan? Saya kebetulan adalah mahluk urban yang terpontang-panting antara
Jakarta-Bogor-lokasi kerja-Manado-Kotamobagu. Ketika Pilgub Jakarta mulai
memanas, Gubernur petahana, Basuki Tjahaya Purnama, digadang dicalonkan lewat
jalur independen.
Bergeraklah anak-anak muda yang bersimpati
dan mendukung Ahok—nama populernya—mengumpulkan KTP dan tanda tangan. Tidak
main-main: mereka membuka booth di
hampir seluruh penjuru Jakarta, termasuk di pasar dan mal. Tidak mengherankan,
saat itu, bila menemui ada antrian panjang di hall mal, jangan mengira ada produk yang lagi laris manis senyum
kimpul. Itu rombongan simpatisan dan pendukung yang menunggu mengisi formulir,
membubuhkan tanda tangan, dan menyetorkan copy
KTP.
Dalam waktu tak lama, Ahok mengantongi 1
juta dukungan dan copy KTP. Melampaui target yang ditetapkan.
Lalu peraturan berubah. Formulir dukungan
harus sudah mencantumkan balon Gubernur dan Wagub. Pusing 13 keliling-lah tim
pengumpul dukungan sebab prosesnya musti diulang. Hebatnya, sekali lagi
orang-orang yang sudah membubuhkan tanda tangan dan menyetorkan copy KTP, bersedia mengulang proses yang
melelahkan dan menjengkelkan itu.
Bahwa Ahok, yang akhirnya berpasangan
dengan Djarot Saiful Hidayat di Pilgub 2017 dan dicalonkan melalui jalur
parpol, kalah dari pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, adalah persoalan lain.
Dia dan anak-anak muda sadar politik yang sebelumnya mengikhtiarkan jalur
independen sudah membuktikan: bukang
gampang kerja teknis mengumpulkan dukungan (tanda tangan dan KTP) orang per
orang.
Di KK, sejak kapan ada halo-halo
pengumpulan dukungan untuk balon independen Walikota-Wawali? Hanya para balon
dan timnya yang tahu. Ataukah ini ‘’operasi main-main intelejen’’, dilakukan
dalam sunyi dan senyap? Tapi jangan lupa, ada empat kecamatan dan 33 kelurahan/desa
di KK. Demi memenuhi persayaratan persebaran, maka minimal di setiap
kelurahan/desa harus terdapat 260 dukungan. Bila per rumah tangga setidaknya
terdapat tiga pemilih terdaftar dan sah, maka tim balon independen harus
mengujungi minimal 86 rumah tangga.
Kecuali para tetangga bilog dan bongol, operasi
sunyi dan senyap pengumpulan dukungan dan KTP dapat dilaksanakan dengan
sukses-sejahtera. Masalahnya, kebudayaan mulu-mulu
dan simpit di KK, terlebih dengan
dukungan media sosial, membuat pengumpulan dukungan balon independen itu (saya
berani bertaruh tanah dan rumah), jika benar dilakukan sebagaimana mestinya,
pasti sudah jadi trending topic di
fb, twitter, instagram, dan grup WA.
Lain soal kalau dilakukan dengan metode bulk. Kelompok tani didatangi dengan
iming-imingi pupuk dan bibit; kelompok pengajian dikunjungi dengan janji
bantuan masuk sorga; masyarakat ekonomi lemah diilusi bedah rumah dan bantuan
kesejahteraan; orang-orang muda didelusi janji pekerjaan dan beasiswa.
Ringkasnya: dengan jurus dan silat putar
bale.
Tidak heran dalam proses verfak protes
berhamburan dan bersiliweran. Umumnya berkisar pada keheranan: ‘’Haila, na’-anta KTP tua pinake’ bi’ kon
Pilwako?’’ Terujung karena terujung iming-iming bertarung di Pilwako dan
terpilih sebagai Walikota-Wawali, ada pula balon yang menuduh protes dan
keberatan itu dikreasi oleh calon pesaing. Tuduhan itu bahkan diikuti sesumbar,
siapapun yang akan menghalangi akan diperkarakan dan yang memimpin (paling
depan) adalah sang kandidat balon.
Siapa pesaing yang dimaksud? Sebut saja.
Bukankah sepanjang dapat dibuktikan, ulah pesaing yang mendzolimi pasti akan
menguntungkan yang didzolimi. Soalnya
adalah: yang saya amati, ‘’permainan didzolimi’’ ini sekadar alat menarik
simpati yang kian hari kian tak laku. Dan ini putar bale lainnya yang merendahkan kesadaran warga KK terhadap
politik dan demokrasi.
Maka demi berlangsungkan pesta demokrasi
Pilwako KK 2018 sebagaimana amanat dan niatnya, menurut hemat saya, mari kita
cermati apakah KPU KK serta tim, pendukung, dan simpatisan balon independen
yang sekarang pura-pura bongol, bilog, bo
pikiran dia’ ko badan, tetap tumon-bilog,
tumon-bongol, bo tumon-linda’. Bila demikian adanya, mereka perlu segera
dirujuk ke RS terdekat.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
Balon: Bakal Calon; fb:
Facebook; KK: Kota Kotamobagu; KPU: Komisi Pemilihan Umum; KTP: Kartu Tanda Penduduk; Panwaslu: Panitia Pengawas Pemilu; Pemilu: Pemilihan Umum; Pilgub: Pemilihan Gubernur (dan Wakil
Gubernur); Pilwako: Pemilihan
Walikota (dan Wakil Walikota); PKPU:
Peraturan Komisi Pemilihan Umum; RS:
Rumah Sakit; Timsel: Tim Seleksi; Verfak: Verifikasi Faktual; Vermin: Verifikasi Administrasi; WA: WhatsApp; Wagub: Wakil Gubernur; dan Wawali:
Wakil Walikota.