Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, January 9, 2018

Para Pembual di Sekitar Kita

SENIN selepas magrib, 1 Januari 2018, saya menemani anak-anak yang ingin menonton The Greatest Showman di Premier XXI Mantos. Di bioskop, karena cukup lama menunggu pertunjukan dimulai, kami sekeluarga akhirnya reriungan di lounge.

Meja yang kami tempati berada di tengah, di apit dua meja depan-belakang di sisi jendela dengan pemandangan Teluk Manado dan julangan Manado Tua di kejauhan. Makan dan minuman dipesan dan segera anak-anak tenggelam dengan gadget mereka. Kids zaman now memang bukang gampang, kendati di sekitar suara percakapan berdentang-dentang, terutama dari meja yang tepat berbelakangan dengan anak bungsu saya.

Samar-samar (lagipula untuk apa menguping) saya mendengar enam orang yang menyesaki satu meja itu mempercakapkan sesuatu dengan menyebut-nyebut ‘’Bupati Bolmong’’, ‘’Walikota KK’’, dan ‘’Bupati Boltim’’, lengkap dengan nama depan mereka (Yasti, Tatong, dan Sehan—tanpa didahului ‘’Ibu’’ atau ‘’Bapak’’). Kendati cukup kenal dengan ketiga tokoh publik di BMR itu, saya tak ambil pusing dengan apapun yang terdengar di area publik. Menguping pembicaraan orang, buat saya, tak beda dengan mencopet dompet di angkutan umum.

Tapi, rupanya anak bungsu saya, yang kelihatannya asyik memainkan telepon selularnya, mendengar jelas apa yang dipercakapkan (apalagi dia hanya dipisahkan oleh sandaran kursi dengan majelis yang tengah bercakap). Sebab, setelah beberapa jenak, sambil cengegesan dia mengatakan (dengan menggunakan bahasa Inggris), ‘’Mereka mempercakapkan proyek yang katanya sudah dibicarakan dengan Tante Yasti dan Tante Tatong disaksikan oleh Om Sehan.’’

Apa yang disampaikan anak bungsu saya itu, membuat saya melotot dan mengingatkan dia, bahwa menguping percakapan orang bukan hanya tidak sopan, tetapi sesuatu yang tercela. Tapi dia kemudian mendebat, bahwa orang yang menyampaikan pernyataan itu bicara dengan volume tinggi. ‘’Sekalipun saya tidak ingin menguping, tetap saja terdengar jelas.’’

Anak bungsu saya, yang masih duduk di bangku SMA, barangkali hanya bocah umumnya yang tak ambil pusing dengan politik, kekuasaan, apalagi proyek-proyekan. Namun, mendengarkan (dengan tanpa sengaja) percakapan enam orang yang riuh-reda itu, tak urung dia terkekeh dan menyimpulkan, ‘’Orang yang menyatakan sudah bicara dengan Bupati Bolmong, Walikota KK, dan Bupati Boltim soal proyek itu, pasti cuma membual.’’

Menurut dia, yang memang kerap saya ajak sejak masih duduk di bangku SD bertemu tokoh-tokoh seperti Bupati Yasti, Walikota Tatong, atau Bupati Sehan Lanjar, omongan yang didengar itu tak lebih dari jual kecap ala calo pada bohir yang gampang diakali. ‘’Memangnya Tante Yasti, Tante Tatong, dan Om Eyang segampang itu dijual-jual? ’’ Begitu simpulannya.

Saya, setelah mencermati sosok dan wajah orang-orang itu, juga berakhir pada simpulan yang sama. Saya tak berani mengklaim sangat dekat dengan tiga elit BMR itu. Tapi saya kira tidak mengada-ada bila saya mengaku cukup tahu ketiganya dan lingkaran pergaulannya. Dalam hubungan intensif dengan Bupati Boltim, setidaknya dalam enam-tujuh tahun terakhir; serta Bupati Yasti dan Walikota Tatong yang telah berwindu-windu; sejujurnya saya belum pernah melihat enam orang itu di sekitar mereka.

Maka yang paling masuk akal: orang yang tervokal hari itu tak lain hanya pembual; calo kebablasan; atau sekadar orang yang kenal Bupati Yasti, Walikota Tatong, dan Bupati Sehan, lalu coba-coba memanfaatkan nama mereka untuk sesuatu keuntungan. Orang-orang sejenis ini, di isu dan kasus berbeda, mudah ditemui di sekitar elit politik yang memegang kekuasaan (politik dan eksekutif).

Di lain pihak, kalaupun benar orang tersebut  sudah melakukan pertemuan dengan Bupati Yasti dan Walikota Tatong, disaksikan oleh Bupati Sehan, untuk urusan ‘’membereskan proyek’’, mempercakapkan di tempat umum dengan suara keras adalah sikap haram jadah. Dia terang-terangan mengumumkan betapa gampang tiga elit BMR itu diatur-atur, tak lebih dari boneka yang mudah ditertawai di belakang punggung mereka. Bualan, fiksi atau fakta, sungguh virus berbahaya.

Selain urusan proyek yang didanai APBD, yang memang berada di bawah kewenangan Bupati/Walikota, para ‘’pembual pengaku-ngaku’’ itu biasanya sangat aktif beroperasi ketika ada rencana perubahan dan mutasi jabatan. Saya pribadi punya pengalaman beberapa waktu terakhir tatkala isu mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Bolmong menjadi wacana hangat. Tiba-tiba telepon saya rajin dihubungi oleh mereka yang bahkan bukan ASN, menyampaikan basa-basi penuh puja-puji, mengangkat-angkat bahwa saya dekat dengan Bupati Yasti, lalu menitipkan nama yang pantas menjabat di posisi-posisi penting.

Waduh! Ini saatnya bagi saya mengklarifikasi banyak duga-duga, bisik-bisik, dan bualan. Pertama, saya pribadi (dan keluarga) diterima baik di lingkungan Bupati Yasti dan keluarga besarnya. Namun sebatas itu. Tidak lebih dan tidak kurang, terlebih dalam soal politik, wewenang, tanggung jawab, dan kebijakannya sebagai Bupati. Tidaklah mungkin saya, yang bukan staf khusus dan sejenisnya; aktivis partai; apalagi penasihat, melanggar kepatutan dengan mencampuri ketatalaksanaan birokrasi yang ingin dia (dan jajarannya) tegakkan di Bolmong.

Kedua, hubungan pribadi dengan Bupati Yasti—demikian juga dengan elit lainnya--yang sudah terjalin bertahun-tahun adalah pertemanan yang saling respek dan menghargai. Kami tahu persis ‘’mana urusan di laut, mana urusan di darat’’, yang keduanya tak boleh dicampur aduk. Dalam hubungan pribadi yang ‘’tahu diri’’ dan ‘’tahu tempat’’ ini, jika ada diskusi, percakapan, atau tukar pikiran di antara kami, sebatas hal-hal yang bersifat normatif.

Dan ketiga, saya sangat menghormati para elit dan pemimpin di BMR. Rasa hormat itu saya ekspresikan dengan sedapat mungkin mendudukkan mereka di posisi sebagaimana mestinya. Dugaan, bisik-bisikan, dan bualan bahwa orang biasa seperti saya mampu mempengaruhi Bupati Yasti, Walikota Tatong, Bupati Sehan, Bupati Herson Mayulu (Bolsel), apalagi Bupati Depri Pontoh (Bolmut), jelas menghina kewarasan mereka dan akal sehat saya. Memangnya mereka sebegitu bodoh dan naïfnya hingga kebijakan dan putusannya gampang saja dipengaruhi?

Jadi, wahai orang-orang yang berakal sehat, berhentilah percaya pada para pembual yang ujung-ujungnya cuma mempraktekkan modus penipuan. Lihatlah mutasi yang dilaksanakan oleh Bupati Yasti, Jumat, 5 Januari 2018, lalu, dan nilai sendiri: adakah di antara perubahan—promosi dan degradasi—yang dia lakukan dapat diindikasi terpengaruh oleh pihak di luar mereka yang memang berwenang dan bertanggung jawab? Menurut hemat saya, sejauh ini (terlebih karena perubahan kabinet Yasti Soepredjo Mokoagow-Yanny Tuuk ditransparansi jauh-jauh hari) yang tampak dan dipraktekkan adalah pendekatan meritokrasi yang mengedepankan profesionalisme birokrasi dan kompetensi ASN.

Bahkan, bila dicermati lebih jauh, Bupati Yasti dan jajarannya melakukan terobosan dibanding daerah lain di BMR. Sebelum mutasi dilaksanakan, Bupati menginstruksi agar kendis ditarik dari seluruh ASN. Hasilnya, setelah mutasi tidak ada isu kendis yang susah payah—hingga bertahun-tahun—dialihkan karena ditahan dan enggan dikembalikan oleh birokrat yang sebenarnya tak berhak lagi karena pindah jabatan (struktural).

Pengalaman mutasi jabatan di Pemkab Bolmong itu dan ‘’kupingan tanpa sengaja’’ bualan di lounge Premiere XXI Mantos mengkongklusi: suka atau tidak, di sekitar kita memang banyak pembual yang doyan menjual-jual kedekatan dengan para elit politik dan pemerintahan. Percayalah, motif mereka hanya satu: penipuan demi keuntungan pribadi.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Bolmut: Bolaang Mongondow Utara; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Bolsel: Bolaang Mongondow Selatan; Kendis: Kendaraan Dinas; KK: Kota Kotamobagu; dan SMA: Sekolah Menengah Atas.