Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, September 22, 2016

''Ta Mo-soe Ow'' dan Lawak Politik Eyang

SAYA menulis artikel ini sembari membayangkan senyum usil--biasanya diiringi ''hi hi hi...'' lepas--Ketua DPW PAN Sulut, Sehan Landjar. Pasang naik Pilkada Bolmong 2017 yang ditandai mendaftarnya pasangan Cabup-Cawabup, Yasti Soepredjo Mokoagow-Yani Tuuk, mau tidak mau segera menempatkan politikus yang akrab disapa Eyang ini di tengah pusarannya.

Pengusung YSM-YT adalah PDIP, PAN, PKB, PKS, dan Nasdem. Koalisi ini seperti mengulang Pilkada Bolmong 2011 (ketika itu mengusung Salihi Mokodongan-Yani Tuuk) dengan penambahan PKB dan Nasdem. Komposisi pasangannya juga sama: Cabup dari PAN, Cawabup dari PDIP. Bedanya, kali ini bukan PAN (yang hanya meraih lima kursi di Pemilu 2014) yang menjadi lokomotif, melainkan PDIP (dengan delapan kursi DPRD Bolmong). Beda yang lain, di Pilkada 2017 ini--setidaknya yang marak diumbar media--penunjukkan Cabup yang diusung PAN justru berseberangan dengan sikap Ketua DPW.

Rumor yang berkesiuran menyebutkan, penolakan Eyang terhadap pen-Cabup-an YSM bahkan disertai pernyataan, jika itu terjadi, dia akan mengembalikan atribut partai ke DPP PAN. Yang terkini, ditengah masih simpang-siurnya kepastian pencalonan pasangan Salihi B. Mokodongan-Jefry Tumelap, Harian Media Totabuan (Kamis, 22 September 2016) justru memajang maklumat Eyang Siap Menangkan SBM-JiTu.

Pilkada Bolmong yang semestinya menjadi pertarungan antar pasangan Cabup-Cawabup dan pengusungnya (parpol pengusung dan dan tokoh-tokohnya) dengan pasangan lawan (lengkap dengan parpol pengusung, juga tokoh-tokohnya), lewat manuver Eyang tampak tereduksi menjadi hanya pertempuran antar tokoh dan kelompok di tubuh PAN. Lalu, kita pun seperti deja vu, bernostalgi dan terpaksa menengok kembali Pilkada Boltim 2015 lalu.

Mari saya ringkas pertempuran politik Pilkada Boltim 2015: Ketika itu, alih-alih mendukung Cabup-Cawabup Sahrul Mamonto (Ketua DPD PAN Boltim)-Medi Lensung (petahana Wabup dari PDIP), DPP PAN justru merestui pasangan Sehan Landjar-Rusdi Gumalangit. Tidak jelas benar apa alasan di balik keputusan DPP PAN. Yang pasti, Eyang terpilih untuk masa jabatan kedua dan segera berkibar menjadi tokoh kuat baru di PAN Sulut, bahkan dalam waktu singkat ditunjuk pula menjadi Ketua DPW. YSM, Tatong Bara (Walikota KK yang juga mantan Ketua DPW PAN Sulut), dan kelompoknya yang bersikukuh mendukung Sachrul Mamonto, tak pelak harus minggir jauh-jauh. The winner takes it all!

Tapi bandul politik memang mudah berubah. Apalagi tidaklah gampang menyingkirkan tokoh sekualitas YSM, politikus pertama PAN yang berhasil membawa partai ini punya kursi dari Sulut di DPR RI pada Pemilu 2009. Bukan sepele pula meniadakan rekam jejak Tatong Bara sebagai Ketua DPW PAN yang berhasil menambah kursi partai ini di DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten di Sulut.

Keputusan DPP PAN mencalonkan YSM-YT yang bersamaan dengan penunjukkan Tatong Bara sebagai Ketua Bappilu Nasional PAN, adalah tamparan buat Eyang (dan kelompoknya). Peringatan bahwa ''bulan madu kemenangan'' bisa berakhir cepat setelah semua orang tersadar dari euforia sesaat. Bahwa pada akhirnya ada rekam-jejak dan investasi politik-sosial-ekonomi-budaya yang harus dihitung dari setiap tokoh dan politikus.

Dibanding para politikus elit BMR umumnya, Eyang adalah pengecualian. Dia bintang yang sekejap meroket. Dari politikus gagal meraih kursi di DPRD Provinsi Gorontalo pada Pemilu 2009, menjadi Bupati Boltim di Pilkada 2010, dan media darling yang sepak terjang dan omongannya laris-manis dikutip. Tapi siapa yang  mengenal Eyang di BMR sebelum 2010, kecuali kerabat, kawan, dan kenalan dekatnya di tempat lahir, Desa Togid, dan sekitarnya?

Berbanding terbalik dengan YSM, yang merintis aktivitas sosial (kemudian politik) dari zaman PT di FISIP Unsrat. Setapak demi setapak YSM meraih karir politik di PAN, mulai dari deklarasi partai ini di Sulut sampai mencapai kursi anggota DPR RI.

Hingga Pilkada Boltim 2015 dan terpilih kembalinya Eyang sebagai Bupati, orang banyak mengkonklusi, politikus dengan talenta alamiah dan hasil godokan praktis telah dengan telak membabat praktisi karir seperti YSM, sampai keadaan seketika berbalik. Untuk sementara, dengan sekali tepuk YSM bukan hanya hanya melunasi kemenangan Eyang di Pilkada dan ditunjuknya dia sebagai Ketua DPW PAN Sulut, tetapi juga melampaui lewat penunjukan Tatong Bara sebagai Ketua Bappilu Nasional. Suka atau tidak, wewenang dan pengaruh Tatong (sebagai bagian dari ''kelompok YSM'' di PAN) lebih kuat dan berdaya dibanding sekadar Ketua DPW.

Skor sementara (dan mungkin bertahan cukup lama) adalah 2-0 untuk YSM dan kelompoknya melawan Eyang dan kelompoknya. Posisi ini bakal lebih buruk lagi, menjadi 7-0, jika Eyang benar-benar WO dengan mengembalikan atribut partai (dan artinya mundur dari Ketua DPW), terlebih lagi jika dia sungguh-sungguh berdiri di depan proses pemenangan SBM-JT.  

Tapi, bagi yang mengenal Eyang luar-dalam, situasi politik permukaan itu bukanlah fakta sesungguhnya. Bahwa posisi politik dan publiknya sedang berada di titik (meminjam ujaran yang populer di kalangan masyarat Buyat, Boltim, yang kerap dikutip Eyang), ''ta mo-soe ow'' (dengan ''o'' panjang), justru akan memicu kreativitas, kenakalan, dan keusilannya. Bukan Eyang jika menyerah begitu saja. Dan terlampau dungu pula para pesaingnya jika menganggap keterpojokan politik dengan mudah membuat dia menyerah.

Kreativitas, kenakalan, dan keusilan itu pula, yang biasanya ditandai dengan ''senyum gaya tertentu diiringi kikik khas lepasnya'' segera tergambar di benak saya tatkala membayangkan bagaimana Eyang bersiasat keluar dari kepelikan politik Pilkada Bolmong 2017. Ihwal senyum ini, percayalah, hanya mereka yang benar-benar memahami dia yang mampu menafsir ''situasi bathin seperti apa'' yang diekspresikan Sehan Landjar''.

Senyum plastik dan fotografi seperti yang banyak beredar di media, berarti ''sekadar menyenangkan siapapun yang ada di depan dan samping kiri-kanan''. Senyum serius, mesti diterjemahkan sebagai ''untuk sementara akan diingat dan setelah itu lalu bersama angin''. Senyum basa-basi, tafsirnya tak jauh dari ''saya sudah bosan dan capek''. Tapi tidak dengan senyum diiringi ''hi hi hi...'', yang pasti menunjukkan orisinalitasnya:  kreatif, nakal, usil, dan tak peduli.

Saya kira, pernyataan-pernyataan yang dikemukakan Eyang (utamanya yang dikutip media) berkenaan dengan Pilkada Bolmong 2017, disertai dengan senyum serius. Apapun itu, cuma sementara dan akan segera terlupa. Sebab jika Eyang benar-benar hengkang dari PAN atau serius berseberangan dengan YSM dan kelompoknya, dia mesti menghitung kembali rencana-rencana politiknya di masa datang. Eyang barangkali cukup hebat di Boltim, tetapi dia bakal dengan gampang dipencet di tingkat BMR. Apalagi jika dikeroyok barisan tokoh dan politikus yang kini sedang berada di puncak prestasi.

Eyang bukan lone ranger yang mampu memenangkan pertempuran sendirian atau ke medan laga dengan hanya didukung kuda tua dan sepasukan kodok kento'. Terlebih, saya kira, dengan catatan dan rekaman panjang publik terhadap sepak terjangnya, hampir 80% masyarakat di BMR memaknai pernyataan-pernyataan terkini Eyang sekadar bakusedu, 19% menafsir sebagai ''ancaman politik'', dan cuma 1% (barangkali termasuk Eyang sendiri, itu pun kalau dalam kondisi tensi tinggi) sebagai ucapan serius.

Kerena cuma bakusedu, disertai sayang dan respek, sebagai karib, dengan tawa lebar saya mengomentari jurus politik terkini Eyang itu dengan mengutip komentar kawan dari Kopandakan (tempat lahir Ibu kandung saya), bahwa: ''Lawak bi' tua.'' Saya haqqul yaqin, terhadap komentar ini, Eyang bakal tersenyum (usil) dan ber-hi hi hi... lepas.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

Bappilu: Badan Pemenangan Pemilu; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Cabup: Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil Bupati; DPD: Dewan Pimpinan Daerah; DPP: Dewan Pimpinan Pusat; DPRD: Dewan Perwakilan rakyat Daerah; DPR RI: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; DPW: Dewan Pimpinan Wilayah; FISIP: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; PAN: Partai Amanat Nasional; PDIP: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Pemilu: Pemilihan Umum; PKB: Partai Kebangkitan Bangsa; PKS: Partai Keadilan Sejahtera; PT: Perguruan Tinggi; Nasdem: Nasional Demokrat; SBM-JT: Salihi B. Mokodongan-Jefry Tumelap; Sulut: Sulawesi Utara; Unsrat: Universitas Sam Ratulangi; Wabup: Wakil Bupati; WO: Walk Out; dan YSM-YT: Yasti Soepredjo Mokoagow-Yani Tuuk.