Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, May 18, 2014

Dagelan Picisan Tiga Anggota KPU Bolmong

KPU telah menetapkan Caleg terpilih DPR Bolmong 2014-2019 di pleno yang dilaksanakan Senin-Selasa, 12-13 Mei 2014. Penetapan yang dilakukan KPU Bolmong ini termasuk untuk Caleg PG Dapil 5 dan 6, Robby Giroth (di artikel PG yang Linglung dan KPU Goblok saya menulis Robbi Giroth) dan I Ketut Sukadi, yang oleh partainya justru diminta dianulir.

Permintaan PG agar dua politisi terpilih itu tak ditetapkan membuat pleno molor dan jadi sorotan umum. Terlebih dasar yang digunakan tidaklah sejalan dengan aturan dan ketatalaksanaan Pemilu, khususnya yang tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 29 Tahun 2013 Tentang Penetapan Hasil Pemilian Umum, Perolehan Kursi, Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih Dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Peraturan itu, khususnya bagi KPU sebagai pelaksana Pemilu, adalah panduan yang wajib dipatuhi. Sebagai ‘’petunjuk yang harus dikhimati’’, dia sederhana dan relatif terperinci. Membaca pasal demi pasal dan ayat per ayat, awam sekali pun dengan segera memahami peraturan ini tak memerlukan tafsir, apalagi improvisasi.

Mengulang kembali apa yang sudah saya tuliskan di blog ini, Peraturan KPU No 29/2013, Pasal 50, Ayat (1) menjelaskan, ‘’Penggantian calon terpilih Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan, apabila calon terpilih: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; d. terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.’’ Dan Ayat (2), ‘’Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan bukti surat keterangan.’’

Dari pemberitaan media, masyarakat mengetahui Robby Giroth dan I Ketut Sukadi sehal wal afiat; tidak mengundurkan diri; tidak pernah dinyatakan tak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR (Pasal 51, Ayat (4) Peraturan KPU menyatakan klausal ini sah bila disertai Keputusan KPU); dan tidak pula tersangkut tindak pidana Pemilu. Andai pun dua Caleg ini tengah diperkarakan karena tindak pidana Pemilu, mereka dapat dianulir jika sudah terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Bahwa di internal partainya dua kader itu melakukan pelanggaran etika seperti yang berulang kali disiarkan media dengan mengutip Sekretaris PG Bolmong, Widi Mokoginta, sepanjang tidak memenuhi Ayat (2) b dan c Peraturan KPU No 29/2013, keterpilihan mereka harus ditetapkan. Memaksakan perubahan dengan kader lain sebelum anggota DPR Bolmong terpilih ditetapkan, dengan menggunakan surat pernyataan keduanya siap diganti lewat PAW sebagaimana penjelasan Ketua KPU Bolmong, Fahmi Gobel, di totabuanews.com (http://totabuanews.com/2014/05/didepak-golkar-robbi-giroth-dan-ketut-sukadi-sakti/), Rabu, 14 Mei 2014, justru memantik curiga.

Ada apa di PG Bolmong? Rumor yang mampir di kuping saya mewartakan, motif penganuliran Robby Giroth dan I Ketut Sukadi kental dilatari duit berjumlah besar. Mereka harus disingkirkan karena penggantinya, yang kebelet ingin duduk di DPR, sudah menyiapkan ‘’setoran’’ ke sejumlah elit PG Bolmong. Bisik-bisik ini tentu harus dimaknai sekadar kabar angin belaka. Walau, faktanya dasar yang digunakan PG memelorotkan kadernya sendiri memang amat sumir.

Politisi waras tak akan menolak persepsi bahwa partai yang menuduh kader terpilihnya melanggar etika internal, justru sama dengan mempertontonkan aib organisasi. Artinya, pengurus dan elit-elit partai gagal menjalankan fungsi membina dan meluruskan kader terpilihnya. Bukankah partai mencantumkan seseorang sebagai Caleg setelah melewati seleksi ketat? Lolosnya Caleg yang dengan mudah melanggar etika internal, terlebih dengan status incumbent, menunjukkan derajat gawatnya kebobrokan manajemen partai.

Di tengah kelindan ulah PG yang ‘’mengganggu’’ pleno penetapan Caleg terpilih DPR Bolmong, tiga anggota KPU yang mestinya netral, krebidel, dan berintegritas mengawal seluruh proses Pemilu, berulah bagai ‘’musang menjaga kandang ayam’’. Deandels Sombowadile, Isnaidin Mamonto, dan Lilik Mahmuda bersikukuh mengakomodasi permintaan PG dengan tanpa malu-malu memanipulasi Peraturan KPU No 29/2013.

Saya mengira dagelan tiga anggota KPU Bolmong itu berakhir dengan ditetapkannya anggota DPR Bolmong 2014-2019. Ternyata, sebagaimana publikasi Kontra Online (http://kontraonline.com/2014/05/senin-tiga-anggota-kpud-bolmong-menghadap-ke-kpu-sulut/), Sabtu, 18 Mei 2014, kebebalan mereka masih berlanjut dengan aneka kilah.

Mengutip Deandels Sombowadile, Kontra Online menulis, karena ada keberatan dari PG, anggota KPU Bolmong melakukan voting dengan hasil 2 (menolak penggantian Caleg terpilih)-3 (mendukung). Hasil pemungutan suara ini, papar Kontra Online, ‘’Ternyata ini dimentahkan Ketua KPU Fahmi Gobel dengan tetap memaksakan kehendaknya, yakni menetapkan dua Caleg terpilih, I Ketut Sukadi dan Robby Giroth.’’

Bila klaim Deandels tentang voting benar dilakukan, saya patut mempertanyakan proses seleksi terhadap lima anggota KPU Bolmong saat ini. Faktor apa yang membuat orang-orang yang sangat tidak layak dipilih ini lolos hingga dikukuhkan sebagai komisioner?

KPU adalah penyelenggara Pemilu dengan struktur bertingkat: Dari pusat ke daerah hingga ke level terbawah, TPS. Dalam struktur seperti itu, posisi KPU Bolmong sepenuhnya adalah pelaksana yang menjalankan kewajiban dan tanggungjawabnya dengan hitam-putih, benar-salah, tepat-tidak tepat, atau pada tempatnya-tidak pada tempatnya. Tidak ada ruang tafsir-menafsir dengan pemungutan suara, karena seluruh tetek-bengek tanggungjawab dan kewajibannya telah tertuang lengkap di UU dan turunannya hingga ke peraturan dan petunjuk teknis yang dikeluarkan KPU Pusat.

Dalam proses pelaksanaan Pemilu, jika ada keraguan di tingkat TPS, yang harus dilakukan adalah berkonsultasi ke pelaksana di tingkat di atasnya, dan seterusnya. Dengan demikian, masalah yang dihadapi KPU Bolmong berkenaan permintaan PG menganulir penetapan dua Caleg terpilihnya, harus dikonsultasikan ke KPU Sulut, bahkan KPU Pusat; bukan mengarang-ngarang voting yang landasannya entah dipetik dari pohon pinang siapa.

Saya kira, tiga anggota KPU Bolmong yang makin tampak seperti Pinokio yang berdusta itu, memang mesti disingkirkan dari lembaga ini. Alih-alih berpihak pada kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai penyelenggara Pemilu yang layak dipercaya, mereka justru menunjukkan laku yang tak lebih dari antek Parpol tertentu, dengan cara yang kian hari kian bodoh dan menggelikan. 

Dusta yang kurang pikir dan mengada-ada, terutama bagi pejabat publik dan penyelenggara negara, sama belaka dengan mengumbar kemaluan di tengah keramaian pasar.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

Bolmong: Bolaang Mongondow; Caleg: Calon Legislatif; Dapil: Daerah Pemilihan; DPD: Dewan Perwakilan Daerah; DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; KPU: Komisi Pemilihan Umum; Pemilu: Pemilihan Umum; PG: Partai Golkar; Sulut: Sulawesi Utara; TPS: Tempat Pemungutan Suara; dan UU: Undang-undang.