Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, December 25, 2014

Pelawak Pikun di Kejari Kotamobagu

PERKEMBANGAN kasus penyalahgunaan dana TPAPD Kabupaten Bolmong kian mirip lelucon ketimbang keseriusan penegakan hukum. Kali ini, andai apa yang saya simak di beberapa situs berita benar adanya, pelawak yang jadi bintang utama pertunjukan adalah Kasi Pidsus Kejari Kotamobagu, Ivan Bermuli, SH.

Salah satu situs yang saya rujuk, zonabmr.com (http://www.zonabmr.com/read/8014/kasus-tpapd-bolmong-ivan-sebut-mms-sulit-dijerat.html), Sabtu, 20 Desember 2014, menulis pernyataan Bermuli pada Kamis, 18 Desember 2014, bahwa mantan Bupati Marlina Moha-Siahaan sulit dijerat karena tidak cukup bukti. Pernyataan Bermuli ini seperti mementahkan proses hukum (penyidikan) terhadap MMS yang sudah berjalan dua tahun, bahkan sudah P21, lalu ‘’konon’’ disusul dengan P21A.

Dasar yang digunakan Bapak Kasi Pidsus Kejari Kotamobagu yang terhormat, karena sesuai fakta persidangan, kerugian yang ditanggung negara dari penyalahgunaan dana TPAPD Bolmong TA 2010-2011 sepenuhnya menjadi tanggungjawab Cimmy Wua (kala itu Kabag Pemdes Pemkab Bolmong). Alhasil, MMS pun sulit dijerat.

Karena meragukan kebenaran pernyataan itu, saya sungguh-sungguh meluangkan waktu mendalami apakah kemudian ada bantahan dari Ivan Bermuli. Siapa tahu wartawan yang salah dengar, salah kutip, dan salah tulis, yang ujung-ujungnya saya ikut bersalah lalu terkena UU ITE. Hasilnya, sejauh yang saya telusuri, berita yang mengutip Kasi Pidsus itu tak pernah dibantah, diluruskan, atau dikoreksi. Dengan kata lain, kandungan kebenarannya sahih.

Baiklah. Mari kita telisik silang-sangkarut TPAPD Bolmong 2010-2011. Saya mengenal dekat Cimmy Wua. Saya tahu persis bagaimana sikapnya tatkala dugaan penyalahgunaan TPAPD itu mencuat ke permukaan dan masuk proses penyidikan.

Ketika itu, sulit bagi saya menilai Cimmy yang bagai ‘’kambing siap disembelih’’ dengan mengakui penyalahgunaan itu sepenuhnya adalah tanggungjawabnya; dan dia siap menerima ganjaran setimpal. Saya tidak tahu apakah penyerahan diri seperti itu adalah bentuk loyalitas paripurna, kesetiaan bawahan terhadap atasan, kesadaran seseorang yang tahu diri karena berbuat salah fatal, atau semata-mata kebodohan pahlawan kesiangan.

Dengan tetap menghormati proses hukum yang telah dia jalani, saya pribadi menilai Cimmy Wua adalah sangat sedikit dari ‘’the last gentlement’’ di birokrasi Pemkab Bolmong. Dia terseret ke pusaran TPAPD (ingat: Cimmy menduduki jabatan Kabag Pemdes di triwulan III, menggantikan Mursid Potabuga) dan ikut tergulung semata-mata karena kebejadan memang sudah berlangsung. Ini juga fakta persidangan, Tuan Kasi Pidsus Kejari Bolmong yang pelawak.

Yang jelas (semoga saya tidak silap), Cimmy Wua memang tidak berusaha menyeret siapa pun ikut serta memikul tanggung jawab yang dia klaim. Bagi saya, lepas dari ada tindak pidana yang menyeret dia ke balik bui, sosok Jimmy adalah model bawahan, rekan kerja, atau atasan yang didambakan. Sejauh ini, di kasus TPAPD itu, saya menilai Cimmy adalah orang yang mampu menempatkan ‘’rahasia tetap sebagai rahasia’’, walau dia harus menanggung konsekwensi yang tak ringan.

Kembali ke Kasi Pidsus Kejari Kotamobagu, yang selain pelawak, tampaknya juga mengidap pikun. Penyalahgunaan TPAPD Bolmong 2010-2011 tidak hanya menjerat Cimmy Wua, tetapi juga sejumlah pejabat, termasuk Kabag Pemdes pendahulunya, Mursid Potabuga. Sepengetahuan saya, selama proses hukum yang dia jalani, baik sebagai tersangka maupun saksi untuk tersangka lainnya, Mursid konsiten menyebutkan keterlibatan MMS. Dokumentasi konsistensi Mursid salah satunya di rekam sulutexpress.com (http://www.sulutexpress.com/berita/kesaksian-cimmy-ringankan-terdakwa-eks-sekda-ferry.html), Jumat, 15 Agustus 2014.

Kalau kasus TPAPD sepenuh tanggungjawab Cimmy Wua, mengapa sebakul tersangka lain masuk persidangan dan kemudian divonis bersalah? Mengapa pula ada mantan Sekda Bolmong, Ferry Sugeha, yang sudah diputus hukuman kurung satu tahun dan penggantinya (ketika itu Asisten III), Farid Asimin, kini masuk tahanan kejaksaan karena kasus yang sama, yang menjerat Cimmy Wua dan kawan-kawan?

Logika (hukum) apakah yang digunakan Bermuli? Sebab bukankah Kejari Kotamobagu pula yang menetapkan proses penyidikan MMS di Polres Bolmong sudah P21? Dan, Pembaca, siapakah jaksa yang mengumumkan P21 itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah tuan Kasi Pindsus Kejari Kotamobagu, Ivan Bermuli, SH. Tidak percaya, tengok totabuan.co,  Jumat, 27 Desember 2013 (http://totabuan.co/2013/12/kejaksaan-resmi-tetapkan-berkas-kasus-tpapd-milik-mantan-bupati-bolmong-p21/).

Model penegak hukum seperti Bermuli, yang pernyataannya pada Desember 2013 sudah tempe, tiba-tiba pada Desember 2014 (atau hampir tepat satu tahun kemudian) kembali jadi kedelai, sungguh-sungguh meruntuhkan kepercayaan terhadap proses yang adil dan benar dalam rantai penegakan hukum di negeri ini. Apakah karena dia, sebagai jaksa, lebih menggunakan logika pelawak yang pikun; atau (spekulasi lain) sebab ada rencana tipu-tipu pengalih perhatian umum yang diskenariokan agar akhirnya MMS lolos dari proses hukum?

Kelihatannya logika dan kewarasan Kasi Pidsus Kejari Kotamobagu ini perlu diluruskan dengan toyoran sekeras-kerasnya di jidat. Demikian pula dengan mulutnya yang layak di-Rinso agar tak mencla-mencle.

Bagi saya pribadi, bersalah atau tidaknya MMS dalam kasus TPAPD Bolmong 2010-2011, bukan lagi masalah mendasar. Yang terpenting adalah kepastian bahwa proses hukum dijalankan dengan benar; dengan mempertimbangkan semua fakta, temuan, dan kesaksian; yang dibuka setransparan-transparannya di pengadilan. Berkas perkara MMS sudah di P21. Tidak ada alasan dia tidak dibawa di pengadilan. Kecuali bahwa proses P21 itu adalah kejahatan tersendiri yang memang diniatkan oleh Kejari Kotamobagu terhadap orang yang semestinya tidak bersalah. Sama jahatnya dengan dikatung-katungnya tindak lanjut P21 itu hingga setahun lamanya di Polres Bolmong.

Kita, orang banyak, berhak mengajukan pertanyaan: Mengapa P21 berkas kasus TPAPD MMS masih tetap di tangan Polres Bolmong sudah ditetapkan oleh Kejari Kotamobagu pada Desember 2013? Percayalah, ditodong dengan pertanyaan ini, saya yakin akan banyak omong kosong yang disemburkan oleh para pejabat teras Polres Bolmong. Pengalaman saya, salah satu keahlian para pejabat penegak hukum adalah membual seolah-olah orang banyak buta-tuli hingga cukup puas ditipu dengan alasan prosedur dan tetek-bengek teknis kerja penegak hukum.

Mengingat saya (juga umumnya warga Mongondow) bukan keledai tanpa otak, yang lebih masuk akal adalah versi bisik-bisik yang barangkali belum mampir di kuping Kapolres dan Kajari, bahwa proses hukum para ‘’tersangka papan atas’’ TPAPD Bolmong 2010-2011 memang sengaja diulur-ulur sekaret mungkin. Musababnya, karena mereka adalah ATM yang paling mudah dicolek, yang rela mengeluarkan ongkos maksimal agar kasusnya sedapat mungkin tak sampai ke pengadilan.

Bisik-bisik terbaru yang disampaikan ke saya, bahkan lebih gawat lagi. ‘’Katanya’’, jika MMS dilimpahkan ke Kejari Kotamobagu dan masuk pengadilan, dia akan ‘’bernyanyi merdu’’: Siapa-siapa saja yang sudah menggoyang ATM TPAPD 2010-2011, kapan, dan berapa jumlahnya.

Jadi, Pak Kapolres Bolmong, AKBP William A Simanjuntak, SIK, mohon segera P21 dari Kejari Kotamobagu ditindak-lanjuti dengan pelimpahan berkas, bukti-bukti, dan tersangka. Lalu mari kita dengarkan apakah benar ada ‘’nyanyian merdu’’ itu; atau setidaknya supaya MMS tidak tersandera ‘’pidana sosial’’ padahal dia tidak bersalah sebagaimana logika yang dinyatakan Kasi Pidsus Kejari Kotamobagu.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

ATM: Automated Teller Mechine; Bolmong: Bolaang Mongondow; ITE: Informasi dan Transaksi Elektronik; Kabag: Kepala Bagian; Kajati: Kepala Kejaksanaan Negeri; Kapolres: Kepala Kepolisian Resor; Kasi: Kepala Seksi; Kejari: Kejaksanaan Negeri; MMS: Marlina Muha-Siahaan; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Pemdes: Pemerintahan Desa; Pidsus: Pidana Khusus; Polres: Kepolisian Resor; Sekda: Sekretaris Daerah; Sulut: Sulawesi Utara; TA: Tahun Anggaran; TPAPD: Tunjangan Penghasilan Aparat Pemerintahan Desa; UU: Undang-undang.