Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Monday, December 17, 2012

Kabinet Tersangka dan Narapidana


ALBERT Einstein bukan hanya salah seorang ilmuwan jenius paling berpengaruh dalam peradaban manusia. Dia (di banyak biografinya) digambarkan pula sebagai pembangkang ugal-ugalan dengan mulut dan kata-kata yang kerap tak terduga.

Tak sedikit kata-kata yang pernah dilontarkan (atau ditulis) Einstein yang kini menjadi kutipan populer. Salah satu yang paling saya sukai adalah, ‘’The difference between stupidity and genius is that genius has its limits.’’ Yeah, kita tidak akan memperdebatkan bahwa kebodohan memang tak punya batas.

Kalimat nakal Einstein itu kerap dijajar dengan pernyataan lainnya, ‘’Two thins are infinite: the universe and human stupidity; and I’m not sure about the universe.’’  Ringkasnya, mogul fisika teoritis yang merumuskan teori relativitas khusus, terori relativitas umum dan teori kuantum ini ingin menegaskan, bahkan jagad raya yang maha luas mungkin ada batasnya. Tidak dengan kebodohan manusia.

Dua kutipan itu segera berkelebat (lagi) di benak saya ketika membaca Kontra Online, Kamis (29 November 2012), yang menulis tentang ditangkapnya salah satu birokrat papan atas Bolaang Mongondow (Bolmong) karena dugaan korupsi (http://kontraonline.com/10388/kepala-inspektorat-bolmong-ditahan-kejaksaan/). Tidak main-main, yang dicokot Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Kotamobagu itu adalah Kepala Inspektorat Bolmong, Suwondo Moka.

Kalau pejabat yang berwenang sebagai ‘’penjaga’’ ketertiban birokrasi (lebih khusus dalam soal anggaran) digelandang ke bui karena dugaan korupsi, seperti apa sebenarnya wujud isi perut Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bolmong? Patut diduga ditangkapnya Suwondo Moka hanya puncak gunung es kerusakan birokrasi, di mana yang lebih besar dan maha gawat sesungguhnya masih berlangsung diam-diam di bawah permukaan.

Hampir dua pekan berselang, Selasa (11 Desember 2012), saya terpaksa menggaruk-garuk kepala membaca situs yang sama, yang memajang tajuk Polda Sulut Terus Seriusi Pengusutan Dugaan Ipal Bupati Bolmong (http://kontraonline.com/10586/polda-sulut-terus-seriusi-pengusutan-dugaan-ipal-bupati-bolmong/). Dugaan pelanggaran hukum berkaitan dengan ijazah Bupati Salihi Mokodongan ini tampaknya jadi semacam ‘’mainan’’ bagi aparat di Polda Sulut.

Sejak lebih dua tahun terakhir, saya tak habis pikir setiap kali menyua isu ijazah Bupati Bolmong itu di media massa terbitan Sulut. Polisi yang sudah sedemikian canggih, yang katanya ‘’sebagai pelayan dan pengayom masyarakat’’ segera menindak-lanjuti setiap isu yang berpotensi menggangu ketertiban dan kenyamanan umum, bisa-bisanya begitu lambat dan majal dalam soal sesederhana membuktikan benar-tidaknya ijazah Salihi Mokodongan.

Apa boleh buat, saya percaya saja pada duga-duga (tak bertanggungjawab) yang meruyak, bahwa polisi memang sengaja memelihara isu dugaan ijazah abal-abal Bupati Bolmong, yang lalu digunakan sebagai alat dagang. Kasarnya: setiap kali ada kepentingan, isu ini dimainkan di depan publik sembari Bupati terpiuh-piuh karena kakinya terkunci mati.

Garukan di kepala kian kencang (saya kuatir lama-kelamaan rambut bakal rontok bukan karena usia atau terlalu banyak mikir) karena berita lain yang diunggah Kontra Online (http://kontraonline.com/10669/sunge-gantikan-peran-bupati-ancam-roling-kepala-skpd/), Sunge Gantikan Peran Bupati, Ancam Roling (seharusnya Rolling) Kepala SKPD, Kamis, (13 Desember 2012). Musabab meradangnya Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Bolmong, Sunge Paputungan, karena para Kepala Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) dianggap membangkang terhadap permintaannya memasukkan analisis jabatan (Anjab) untuk kepentingan rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2013.

Aimak, Einstein bukan hanya tak terbantahkan (setidaknya hingga kini) berkaitan dengan teori relativitas khusus dan teori relativitas umumnya; melainkan juga dalam soal tak ada batasnya kebodohan manusia.

Bapak Kepala BKDD Bolmong yang terhormat, lebay betul Anda ini. Anjab untuk CPNS 2013 ke laut dulu, deh. Yang mendesak dilakukan saat ini adalah menganalisis kembali jabatan dan pejabat birokrasi di Bolmong, yang faktanya berantakan dan tak karu-karuan. Bagi saya pribadi, Bolmong tak merekrut CPNS 2013, tidak bakal merugikan siapa-siapa. Paling-paling hanya membuat para fresh graduate yang mimpi jadi CPNS meradang membaca sikap saya.

Bolmong barangkali satu-satunya kabupaten di Indonesia yang mengoleksi tersangka dan narapidana di daftar pejabat birokrasinya. Berapa banyak Kepala Bagian (Kabag) dan Kepala Dinas (Kadis) yang sekarang jadi tersangka atau sudah divonis masuk kerangkeng? Dan berapa pula yang berstatus tersangka? Tidakkah Anda sadar bahwa Sekretaris Daerah (Sekda) Bolmong –baik yang mantan maupun yang sedang menjabat—juga terdaftar sebagai tersangka?

Analisis macam apa yang sudah dilakukan saat Bupati melakukan rolling jabatan beberapa waktu lalu? Apa yang sudah Anda sarankan sebagai pejabat yang berwenang mengurusi kompetensi, profesionalisme, dan kepatutan penempatan para birokrat di Bolmong? Ancam-mengancam atas nama Bupati bukan hanya semena-mena dan menganggap enteng Bupati-Wakil Bupati (Wabup) Bolmong, tetapi secara tegas mengindikasikan pula bahwa yang mulia Kepala BKDD tidak tahu dan tidak punya kompetensi dalam melaksanakan tugasnya.

Dengan begitu berderetnya nama-nama calon tersangka, tersangka, dan narapidana di jajaran birokrasi Pemkab Bolmong, hanya satu simpulan yang paling pas: Kabinet Salihi Mokodongan-Yani Tuuk saat ini pantas dikata sebagai ‘’Pemerintahan Para Tersangka dan Napi’’.

Untuk membayangkan seperti apa keriuhan kabinet macam itu, pikirkan saja apa yang dapat dihasilkan sekelompok rampok, maling, tukang copet, dan tukang tipu yang dikumpulkan dalam satu ruangan untuk mengatur ketertiban dan uang orang banyak.

Rolling birokrasi di Bolmong, suka atau tidak, dengan ancaman Kepala BKDD atau tidak, adalah keniscayaan. Sudah terbukti sejak pengumuman kabinetnya beberapa waktu lalu, Pemerintahan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk jauh dari kinerja yang baik dan profesional. Fakta yang tak terbantah, perlahan-lahan pemerintahan di kabupaten ini menuju situasi sinking ship.

Namun belajar dari pengalaman, saya pribadi tidak optimis dengan rolling yang bakal (dan sudah pula dikatakan berulang kali) dilakukan Bupati Salihi Mokodongan. Bukan rahasia lagi, menempatkan siapa, di mana, dan untuk apa di pemerintahan Bolmong kini, tidak berada di genggaman Bupati dan Wabup. Terlampau banyak tangan-tangan siluman yang bermain dan mengatur urusan birokrasi di Bolmong, yang celakanya secara kasat mata juga tampak dibiarkan begitu saja oleh Bupati.

Karena keyakinan itu, saya ingin menutup tulisan ini dengan kembali menukil Einsten (lewat surat untuk Heike Kamerlingh Onnes, 12 April 1901, dan Marcel Grossmann, 14 April 1901): ‘’ God created the donkey and gave him a thick skin’’ (Tuhan menciptakan keledai dan memberinya kulit yang tebal).***