Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, August 16, 2024

Dan Berkhianatlah Partai pada Meiddy Makalalag

POLITIK itu candu. Bikin nagih walau sekadar mempersambungkan info, gosip, atau bisik-bisik politik.

Saya membaca pesan-pesan WA ihwal info hingga spekulasi di balik pencalonan Meiddy Makalalag sebagai balon Walikota KK 2025-2030 oleh Partai NasDem, yang berdatangan setelah unggahan Calon Kuat dan "Bakuat Bacalon", sambil menyeduh kopi. Teknologi seluler dengan segala keunggulannya seperti sungai besar mengalirkan yang perlu dan penting, juga yang tidak perlu dan tidak penting, diketahui.

Tak urung, aliran sungai informasi itu membubarkan rencana Jumat pagi, 16 Agustus 2024, merawat pohon-pohon ara (Ficus carica L.) yang sedang berbuah lebat di halaman belakang. Pohon-pohon ara boleh menunggu, politik dan kopi telah menyelip antrean.

Yang langsung membetot perhatian adalah video pendek yang dikirim seorang kawan, yang merekam sejumlah orang dengan uniform PDIP di dalam ruangan. Tampaknya rekaman ini adalah pertemuan resmi partai, menyorot Ketua DPD PDIP Sulut, Olly Dondokambey, yang tengah mengatakan, ''Meiddy calon Walikota Kota kotamobagu.'' Nadanya adalah pernyataan, bukan pertanyaan, apalagi sekadar lemparan kalimat di tengah bual-bual yang lebih penting.

Video pendek itu seperti menjawab WA lain yang mengomentari situasi yang tengah dihadapi Meiddy. Bahwa, ''Dia tidak mengkhianati partai. Partailah yang menghianati Meiddy.''

Baiklah, Tuan dan Puan Pembaca yang terhormat, saya tidak berani menyentuh rumah tangga PDIP. Dalam isu politik Pilwako KK saya membatasi diri pada posisi sebagai bagian dari masyarakat umum dan lebih khusus lagi warga yang berumah di Jalan Amal. Sepotong jalan di Kelurahan Mogolaing yang bersambung dengan kelurahan Motoboi Kecil ini masih bagian dari KK. 

Selain itu, lebih penting lagi, saya orang Mongondow yang membenci kesewenang-wenangan dan pelecehan, dengan atas nama apapun, oleh siapapun (tak peduli itu partai dengan lambang banteng bertanduk tajam), terhadap siapapun, terlebih mereka yang secara publik dikenal luas dan diakui sebagai tokoh.

Meiddy dan ombak politik Pilwako KK, dengan semua informasi yang berkelindangan di ruang publik dan di bawah meja, sejatinya bisa diringkus menjadi setidaknya tiga isu besar.

Pertama, politik dan kepentingan elit. Kata sejumlah orang, beberapa hari terakhir tokoh-tokoh PDIP Sulut sibuk mencari di mana Meiddy berada setelah dia menerima SK balon Walikota dari Partai NasDem. Utusan PDIP akhirnya bisa menemui dia pada Kamis malam, 15 Agustus 2024. Konon, sang utusan ingin menyampaikan pesan bahwa dia dicopot dari kursi Ketua DPC PDIP KK karena telah keluar dari garis partai.

Konon yang lain mengatakan, ada pertemuan antara pengurus DPD Sulut dan DPC PDI yang antara lain membahas perlunya Meiddy hadir untuk memberikan klarifikasi situasi politik KK terkini di mana dia sedang jadi selebritinya. Di klarifikasi itu akan ditegaskan Meiddy tidak perlu bermanuver sekalipun partai mencalonkan kandidat lain karena dia dipastikan tetap sebagai Ketua DPRD KK. Pasti ada yang linglung dalam soal ini. Ketua DPC yang memberikan sembilan kursi (dari 25 kursi) DPRD dan meraih suara terbanyak di Pemilu, ya, mutlak harus jadi Ketua DPRD. 

Konon mana yang benar, siapa peduli. Lalu-lalang informasi itu cuma bumbu penyedap pengetahuan yang sudah menjadi umum, bahwa ada tangan-tangan besar yang bermain agar Meiddy kehilangan hak politiknya menjadi kandidat eksekutif (politik) tertinggi di KK. Tangan yang mungkin lebih besar dari kuasa yang ada di genggaman Olly Dondokambey, Gubernur Sulut, Ketua DPD PDIP Sulut, dan Bendahara Umum DPP PDIP.

Kedua, lupakan partai sebagai lembaga pengkaderan. Beberapa tahun terakhir publik di negeri ini menaruh harapan besar pada beberapa partai yang tampaknya berupaya keras mengubah diri dari sekadar massa penggemar, kelompok fans, menjadi lembaga pengkaderan. 

PDIP adalah salah satu partai yang diharapkan jadi mercu suarnya. Pendidikan kader lewat Sekolah Partai yang tidak hanya menanamkan ideologi, tetapi juga manajemen dan harapan setiap orang yang berkhimat dengan sungguh-sungguh di dalamnya akan mendapat ganjaran setimpal, menjadi fakta politik yang mencerahkan.

Dalam kasus Meiddy, kemana pengkaderan yang diagung-agungkan itu? Orang-orang muda, pintar, ideologis, dan percaya politik adalah jalan perjuangan dengan nilai-nilai yang luhur, yang saat ini menjadi anggota atau simpatisan PDIP di KK, tampaknya harus mempertimbangkan kembali pilihannya. Seorang Ketua DPC yang telah membuktikan kinerja dan loyalitasnya saja mudah dilepeh, apalagi hanya tome-tome dengan modal percaya, kekaguman, dan histeria ideologis sesaat.

Ketiga, pengabaian Parpol terhadap konteks dan sentimen lokal. Pilkada 2024 ini unik karena dilaksanakan serentak untuk semua jenjang jabatan politik tertinggi di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Mengikuti langkah-langkah politik PDIP di KK, terus-terang saya tidak mengerti mengapa partai pemenang Pemilu 2024 ini seperti bus yang melaju tanpa kendali.

Tidakkah ada perangkat partai yang memikirkan bahwa meminggirkan Ketua DPC dengan capaian kinerja dan prestasi seperti Meiddy, sama artinya dengan melecehkan konteks lokal dan memicu sentimen negatif terhadap partai ke seluruh Bolmong Raya? Tidak adakah yang mengkalkulasi bahwa mencopot Meiddy dari Ketua DPC, apalagi memecat dia, adalah melecehkan kerja keras seluruh jajaran partai di KK?

Tidak pulakah ada yang menimbang bahwa efek domino dari dikucilkan atau dibuangnya salah satu kader partai yang telah membuktikan diri layak disebut terbaik, bakal menjadi penyakit menular yang menggerogoti elektabilitas balon Gubernur-Wagub, balon Walikota-Wawali, dan balon Bupati-Wabup PDIP di seluruh wilayah Mongondow?

Penganiayaan politik terang-terangan dan kasar selalu menjadi bahan bakar premiun antipati terhadap partai, tokoh-tokoh, dan kandidat pejabat publik (politik) yang diusungnya. Saya tidak berkeinginan bertaruh, tapi jika Meiddy Makalalag dizalimi oleh partai yang dia dan jajarannya besarkan di KK, kita lihat nanti berapa banyak yang akan memilih Steven Kandow sebagai Gubernur Sulut 2025-2030, juga calon-calon Bupati-Wabup dan Walikota-Wawali dari PDIP di Bolmong. Pengecualian mungkin hanya di Bolsel karena faktor personal Ketua DPC-nya.

Saya tidak suka pada simpulan ini, tetapi mesti saya tuliskan: Jika PDIP ingin kembali jadi partai pinggiran di sebagian besar wilayah Bolmong Raya pada Pemilu 2029, maka teruskan apa yang sedang ingin dilakukan di Pilwako KK. 

Saya yakin diganti, dipecat, atau dipencet, Meiddy akan baik-baik saja. Dia masih muda dan penuh energi untuk kembali memulai dari nol atau mencurahkan seluruh perhatian mengurus kebun kopi dan ternak ayam, jadi juragan, dan balik ke pasar politik dengan duit cukup untuk membeli partai dan harga diri para pengurusnya. Dia telah dan akan terus belajar bahwa kesetiaan pada partai yang menjadikan kader bukan sebagai aset utama kerap hasilnya adalah omong kosong dan sakit hati.

Selamat Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 2024***

Singkatan dan Istilah yang digunakan:

balon: bakal calon; Bolmong: Bolaang Mongondow; DPD: Dewan Pimpinan Daerah; DPP: Dean Pimpinan Pusat; KK: Kota Kotamobagu, NasDem: Nasional Demokrat; PDIP: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; Pilwako: Pemilihan Walikota (dan Wawali); Sulut: Sulawesi Utara; WA: WhatsApp; Wabup: Wakil Bupati; Wagub: Wakil Gubernur; dan Wawali: Wakil Walikota.