Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, August 3, 2017

Seperti Lele, DPRD Bolmong Secepat Kilat Menyambar Umpan

POLITIKUS senior Bolmong yang kini beralih jadi penggiat LSM, Yusuf Mooduto, bikin sensasi. Mendaulat dirinya sebagai Ketua Aliansi LSM Bogani, sosok yang saya sapa akrab (baik dalam konteks kekerabatan maupun hubungan sosial) dengan ‘’Ucup’’ ini, bikin pernyataan berkadar gawat tinggi, yang mengimbas ke birokrasi dan legislatif Bolmong.

Menurut Ucup, sebagaimana dinukil totabuan.co, Senin, 31 Juli 2017, Data Delapan LSM, Diduga Mantan Bupati Bolmong Terima Suap dari PT Sulenco 
 (http://totabuan.co/2017/07/data-delapan-lsm-diduga-mantan-bupati-bolmong-terima-suap-dari-pt-sulenco/), kisruh pendirian pabrik semen di Desa Solog, Lolak, yang dibangun PT Conch North Sulawesi Cement (investor yang digandeng ‘’pemilik konsesi tambang kapur’’, PT Sulenco Bohusami Cement), tak lepas dari bau sogok-menyogok perizinan. Dari data yang ada di tangan mereka, klaim Ucup, miliaran rupiah uang sudah digelontorkan demi menelikung perizinan. Luberan dana ini mengalir ke banyak tangan, mulai dari mantan Bupati, para birokrat, hingga oknum anggota DPRD Bolmong, dengan nilai ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Gayung bersambut. Pernyataan Ucup segera mendapat reaksi keras dari kalangan DPRD. Begitu pentingnya isu sorok ini hingga Ketua Pansus PT Conch, Yusra Alhabsy, perlu menggelar jumpa pers, Rabu, 2 Agustus 2017. Dalam pertemuan dengan wartawan dan media ini, Yusra bahkan menegaskan koar Ucup adalah fitnah yang merusak nama baik DPRD Bolmong.

Sebab nama baik mesti dipertahankan kebersihannya, tulis totabuan.co, Rabu, 2 Agustus 2017, Lima Fraksi DPRD Bolmong Bakal Laporkan Yusuf Mooduto (http://totabuan.co/2017/08/lima-fraksi-dprd-bolmong-bakal-laporkan-yusuf-mooduto/). Fraksi-fraksi yang akan menyeret Ucup ke pihak berwenang dan berwajib itu adalah Fraksi Golkar, PAN, Gerindra, Demokrat dan Gabungan Kebangkitan Nasional Sejahtera. Praktis yang tak turut meradang hanya Fraksi PDIP yang ‘’kebetulan’’ punya anggota DPRD terbanyak di Bolmong. Total delapan kursi.

Isu Pemda Bolmong-PT Conch-PT Sulenco yang sebelumnya terpusat pada aksi Senin, 5 Juni 2017 yang berujung ditersangkakannya 27 anggota Satpol PP dan ‘’konon’’ juga Bupati Yasti Soepredjo Mokoagow, kini mulai menukik lebih dalam: bagaimana prosesnya hingga perusahaan yang tak punya izin lengkap berani berlaku seenaknya, termasuk tetap menggenjot pembangunan pabrik semennya kendati dikepung aneka fakta praktek bisnis bobrok. Mau tidak mau, dengan melihat kekeraskepalaan PT Conch (juga PT Sulenco), semestinya tidak mengherankan—bila temuan Ucup dan aliansi LSM-nya valid—patutu diduga telah terjadi jual-beli kemudahan bisnis dan penelikungan administrasi dan hukum.

Soal telikung-menelikung yang melibatkan legislatif dan uang, bukan baru satu-dua oknum kepala daerah dan anggota DPR (termasuk DPR RI) yang terjerat kasus suap atau korupsi berkenaan dengan operasi bisnis perusahaan. Sudah demikian, khusus legislatif, mereka seolah tidak kapok. Salah satunya, sebagaimana yang kerap dinyatakan oleh para pakar dan pengamat, karena biaya politik di Indonesia sangat tinggi; sementara umumnya para politikus kita masih menjadikan posisi publik (legalislatif dan eksekutif) bukan sebagai wahana pegabdian, melainkan tempat cari kerja dan uang.

Ihwal nama baik legislatif di negeri ini, tentu saja bikin orang waras patut tersenyum lebar dan mengeleng-ngelengkan kepala. Sebagai insitusi, tidak di daerah tidak di pusat, para anggota dewan yang terhormat harusnya sudah menyeret banyak lembaga yang bergiat dalam pemberantasan korupsi, yang kerap menempatkan DPR sebagai salah satu lembaga paling tidak bisa dipercaya di negeri ini—terutama berkaitan dengan duit—dalam penelitian dan publikasi mereka.

Ucup yang lama makan asam-garam politik, khususnya di wilayah Mongondow, tahu persis taktik ‘’memancing untuk mengukur jenis ikan’’; atau mengaduk-ngaduk kolam, menakar berapa banyak ikan emas dan mujair yang ada di dalamnya. Itu sebabnya, masih dikutip totabuan.co, Rabu, 2 Agustus 2017, Yusuf: Langkah Lima Fraksi di DPRD Bolmong Keliru (http://totabuan.co/2017/08/yusuf-langkah-lima-fraksi-di-dprd-bolmong-keliru/), dia rileks saja menanggapi rencana para legislator itu.  Malah, setengah baterek, Ucup menyambut dengan bilang, ‘’Ya silahkan saja. Saya bersyukur jika akan ada yang melaporkan kepada pihak kepolisian. Saya ucapkan Alhamdulillah.’’

Dari perspektif yang lebih tenang dan dingin, boleh dikata hanya dengan satu isu dengan seketika Ucup berhasil memetakan ‘’kolam DPRD Bolmong’’. Bila pernyataannya adalah pancingan, tanpa menunggu waktu, lele dan gabus berebutan menyambar umpan di ujung kail. Tak peduli itu ternyata hanya cacing kurus, potongan ayam basi, atau lebih sial lagi umpan-umpanan buatan. Para pemancing (saya khatam sebab dibesarkan di lingkungan kolam ikan di Jalan Amal dan sekitarnya) hafal, jika di satu kolam yang berulang kali menyambar pancing hanya lele atau gabus, maka wassalam dengan ikan mas dan mujair. Dua jenis ikan favorit pemancing ini pasti sudah habis dilalap predator seperti lele dan gabus.

Kalau yang dibuat Ucup adalah mengaduk-ngaduk kolam, dia sukses membaca bahwa tidak ada ikan mas dan mujair yang ada di dalamnya. Yang terbiasa dengan kolam (di masa kecil dan remaja saya, Mogolaing adalah salah satu daerah dengan jumlah kolam terbanyak di Mongondow) fasih membaca jenis ikan dan ukurannya hanya dengan melihatnya cuatan moncong di tengah air keruh akibat diaduk-aduk hingga segala lumpur naik ke permukaan.

Jenis ikan apakah yang ada di ‘’kolam’’ DPRD Bolmong saat ini? Lele dan gabus yang sekejap langsung menyambar umpan? Ikan emas atau mujair berukuran pas dan lezat, yang mudah kekurangan oksigen di air keruh? Memangnya Ucup juga menyebut siapa oknum anggota DPRD Bolmong yang menerima suap pendirian pabrik semen?

Tanpa bermaksud mendikotomikan lima fraksi di DPRD Bolmong yang telah menetapkan niat menyeret Ucup ke Polres Bolmong atau Polsek Lolak; serta semangat Ucup ‘’membawa’’ temuan aliansi LSM ke KPK dan Mabes Polri, isu sogok-menyogok PT Sulenco-PT Conch hanya pantas dipandang dari dua sisi: pancingan agar terbuka jenis permainan seperti apa dan siapa yang turut bermandi getahnya, yang ada di balik berdirinya pabrik semen tanpa izin lengkap di Desa Solog; atau sekadar manuver menambah butek isu yang sebelumnya sudah keruh.

 Saya kok melihat pernyataan Ucup itu, yang disambut gegar dan geger oleh anggota DPRD Bolmong, bukan perkara serius yang harus ditanggapi dengan sungguh-sungguh hingga ke tangan polisi. Percaya saja, Ucup dan aliansi LSM-nya cuma coba-coba, siapa tahu berhadiah besar. Sebab jika mereka benar-benar sejak mula ingin membereskan urusan PT Conch-PT Sulenco, mengapa mesti diramaikan terlebih dahulu di media? Mengapa pula baru sekarang aliansi LSM ini blingsatan seperti ulat bulu kena anti hama?***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

Bolmong: Bolaang Mongondow; DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Gerindra: Gerakan Indonesia Raya; Golkar: Golongan Karya; KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi; LSM: Lembaga Swadaya Masyarakat; Mabes: Markas Besar; PAN: Partai Amanat Nasional; Pansus: Panitia Khusus; PDIP: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Polres: Kepolisian Resor; Polsek: Kepolisian Sektor; Polri: Kepolisian Republik Indonesia; dan RI: Republik Indonesia.