DPD PAN KK menggelar Musdalub di Restoran Lembah Bening, Sabtu, 29
Oktober 2016. Dua hari sebelumnya, Kamis, 27 Oktober 2016, di Cempaka Hall,
Kelurahan Mogolaing, Ketua DPW PAN Sulut, Sehan Landjar, baru saja melantik
pengurus DPD PAN KK yang diketuai Jainuddin Damopolii.
PAN, khususnya di BMR, membuktikan mereka
memang bukan partai biasa. Sekitar 48 jam setelah dilantik lalu sang ketua ''diturunkan'' oleh jajarannya sendiri
hanya bisa dilakukan di partai ini. Konstitusional pula. Saya kira, tidak
berlebihan--ketimbang marah-marah--tokoh-tokoh PAN di Sulut bersegeralah
mendaftarkan capaian mereka di KK ke MURI.
Dari lalu-lalang informasi yang saya ikuti,
kecuali tak mengurus izin keramaian, Musdalub PAN KK tampaknya sah secara
konstitusional. Pesertanya adalah empat DPC (dari empat kecamatan) dan 29 DPRt
(dari 33). Berdasar AD/ART partai ini, Pasal 27, Ayat 1, Poin 1.2, Musdalub
dapat dilaksanakan di tingkat DPD apabila ''atas permintaan 2/3 dari DPC''.
Kehadiran (lengkap) empat DPC PAN KK sudah memenuhi tuntutan korum.
Kalaupun proses yang berlangsung di
Musdalub dinilai tidak sepenuhnya sejalan dengan konstitusi partai, misalnya
sebab ketidakhadiran peserta yang mewakili DPW sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 24 AD/ART, tidak mengurangi keabsahannya. Mengingat sifatnya yang luar
biasa, terpenuhi persyaratan utama (atas permintaan 2/3 dari DPC), sepanjang
dapat dibuktikan bahwa DPW sudah mendapat pemberitahuan sebagaimana amanat Pasal
16 AD/ART, Musdalub itu mesti diterima sebagai proses yang demokratis dan
menjunjung tinggi aturan partai.
Silang selisih di PAN KK akhirnya menjadi
pertunjukan yang benar-benar lucu. Di permukaan, riuh internal ini mulai
mengemuka ketika Ketua DPW, Sehan Landjar, ''mengancam'' mem-PAW empat kader
yang duduk di legislatif (Ketua DPRD Ahmad Sabir, Adityo Pantas, Bob Paputungan,
dan Arman Adati) yang bolos di pelantikan Pengurus DPD (kotamobaguonline.com, Kamis, 27 Oktober 2016, http://kotamobaguonline.com/2016/10/sehan-ancam-paw-4-anggota-fraksi-pan-dprd-kotamobagu/).
Maklumat Ketua DPW ini justru ditindaklanjuti para kader dengan menggelar
Musdalub.
Macam-macam alasan yang dikemukakan kader-kader
yang ''memberontak''. Salah satu kader utama partai ini di KK, Ketua DPRD,
Ahmad Sabir, berargumen, Musdalub dilaksanakan sebab kepengurusan DPD yang
dilantik Ketua DPW disusun tanpa menghargai para kader. Contohnya, Ketua DPD terpilih,
Jainuddin Damopolii, tidak melibatkan anggota formatur lain dalam penyusunan
kepengurusan. Demikian pula, undangan pelantikannyapun tiba di waktu yang kasip
(totabuanews.com, Sabtu, 29 Oktober
2016, https://totabuanews.com/2016/10/ahmad-sabir-kami-tidak-dihargai-sebagai-kader).
Saya yakin Ahmad Sabir, salah satu formatur
yang mestinya bekerja bersama Jainuddin Damopolii menyusun kepengurusan DPD,
tidaklah berdusta. Dia, yang saya kenal kejujurannya sejak sama-sama bersekolah
di SMPN 1 Kotamobagu, juga tak sedang ngecap
ketika menyatakan menerima undangan pelantikan yang dipimpin Ketua DPW Sulut saat
last minute.
Melihat perkembangan PAN di KK, bahkan
Sulut umumnya, rasanya memang ada yang tak pas dengan partai ini. Dipilihnya
Jainuddin Damopolii sebagai Ketua DPD, padahal sebelumnya (di zaman Orba ketika
masih merangkap PNS), dia juga pernah memimpin partai ini, boleh dibilang
adalah kemunduran. Ketika semua parpol beramai-ramai mencari kader muda untuk
duduk di posisi puncak kepengurusan, PAN yang ''katanya'' reformis kok menuju arah sebaliknya.
Secara pribadi, Jainuddin yang lebih suka
menempatkan posisi publiknya sebagai ''Papa Et'', seperti amnesia dengan citra
dan reputasi yang selama ini mati-matian dia bangun: orang tua dan karenanya
sabar, bijaksana, dan mengayomi. Dengan melibatkan diri dalam sengkarut
perebutan kursi Ketua DPD PAN KK, Papa Et seperti mengaminkan tabiat politikus
umumnya: golojo jabatan, mau menang
sendiri, dan abai terhadap adab.
Di tengah dugaan dia akan turut
berkompetisi di Pilkada KK 2018 mendatang, isu kepengurusan DPD PAN KK dan
Musdalub yang digagas DPC dan DPRt itu hanya menggerus modal politik dan sosial
yang ditabung Papa Et. Apalagi jika dia akhirnya harus mengalah pada suara para
kader yang dengan cerdas menggunakan konstitusi partai untuk mendelegitimasi
kekuasaan politiknya.
Dukungan Ketua DPW PAN Sulut terhadap
kepengurusan DPD yang dipimpin Papa Et dan perlawanan Ahmad Sabir dan
kawan-kawan, mengingatkan saya pada pernyataan Sehan Landjar berkaitan dengan
terbelahnya dukungan partai ini di Pilkada Bolmong 2017. DPP PAN mengusung
Cabup-Cawabup Hj. Yasti Soepredjo Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk; sedang DPW Sulut
menyokong pasangan Salihi B. Mokodongan-Jefri Tumelap.
Terhadap situasi terbelah itu, Ketua DPW Sulut,
sebagaimana dikutip liputanbmr.com, Minggu, 25 September 2016 (http://www.liputanbmr.com/bolmong/eyang-pan-dukungan-nyata-sbm-jitu-calon-lain-kertas/),
menyataan, ''Memang benar bahwa secara administratif (di atas kertas) PAN
mendukung YSM-YRT, tapi dukungan kami yang “nyata” ada pada Paslon SBM-JiTu dan
itu perintah saya selaku Ketua DPW PAN Sulut, catat itu.'' Dia juga
menambahkan, ''Dukungan PAN untuk Salihi-Jefri yang asli, kalau yang di sebelah
hanya kertas.''
Apa dukungan DPW PAN Sulut terhadap DPD KK
yang diketuai Jainuddin Damopolii hanya kertas; sedang Musdalub yang
dilangsungkan empat DPC dan 29 DPRt adalah nyata? Begitukah maksudnya? Sama
dengan Ahmad Sabir dan kawan-kawan adalah penegak sesungguhnya filosofi kucing
yang di banyak even penting PAN Sulut selalu diingatkan oleh Ketua DPW?
Bagaimanapun, PAN tak bisa menutup mata,
empat anggota DPRD KK yang diancam PAW, yang turut dalam Musdalub, telah
membuktikan kesungguhan mereka membawa partai ini ke tingkat yang harus
diperhitungkan. Satu fraksi utuh di DPRD KK adalah bukti di atas kertas dan
nyata untuk kerja-kerja politik mereka, ketika Jainuddin Damopoli atau Sehan
Landjar belum terlibat dengan partai ini.
Politik ancam-mengancam dan anti demokrasi di
kalangan internal hanya membawa mundur parpol dari substansi visi dan misinya.
Masak iya partai sebesar PAN masih bertingkah seperti medioker yang senang
bertengkar-tengkar di antara sesama, yang setiap langkah majunya adalah
lompatan mundur? Jika begitu, lalu apa bedanya berpartai di PAN dengan
berkelompok, berjamaah bergerak maju demi kemunduran seperti busisi?
Yang tak boleh terlupa, jangan-jangan
silang-selisih di DPD PAN KK, bahkan terbelahnya sikap partai ini di Pilkada
Bolmong 2017, memang adalah implementasi nyata dari filosofi kucing Ketua DPW
Sulut. Bukankah setiap kali berkawin, kucing biasanya cakar-cakarang dan
melolong-lolong, membuat setengah kampung sakit kepala? Kita, umum yang banyak
dan hanya menonton, absah berwasangka, mungkin kemeriahan di PAN KK khususnya
dan DPW Sulut umumnya itu memang adalah bentuk ''kemesraan kucing'' di partai
yang langkah-langkah politiknya mirip manuver undur-undur.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
AD/ART: Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Busisi:
Undur-undur dalam bahasa Mongondow; Cabup:
Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil
Bupati; DPC: Dewan Pimpinan Cabang; DPD: Dewan Pimpinan Daerah; DPP: Dewan Pengurus Pusat; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; DPRt: Dewan Pimpinan Ranting; DPW: Dewan Pimpinan Wilayah; KK: Kota Kotamobagu; MURI: Museum Rekor Indonesia; Musdalub: Musyawarah Daerah Luar Biasa;
Orba: Orde Baru; Parpol: Partai Politik; PAN: Partai Amanat Nasional; Paslon: Pasangan Calon; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; PNS: Pengawai Negeri Sipil; SBM-JiTu: Salihi B. Mokodongan-Jefri
Tumelap; SMPN: Sekolah Menengah
Pertama Negeri; Sulut: Sulawesi
Utara; dan YSM-YRT: Yasti Soperedjo
Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk.