WARTAWAN Radar Bolmong, Harry Tri
Atmojo, menulis tentang raskin (hak orang tak mampu) yang dibisniskan.
Tulisannya mengundang berang Kabag Ekonomi Pemkot KK, Ham Rumoroi, yang lalu main
caci, bahkan nyaris melayangkan bongkuyung.
''Drama'' yang berkulminasi di Gedung DPRD
KK, Kamis, 24 November 2016, itu, mengundang puluhan wartawan di BMR menggelar
unjuk rasa. Senin, 28 November 2016, mereka berombongan menggeruduk Kantor
Pemkot, menyampaikan setidaknya tujuh tuntutan, antaranya: pencopotan Ham
Rumoroi dari jabatannya, permintaan maaf terbuka dari Kabag Ekonomi ini, hingga
rencana memproses kasusnya ke ranah hukum.
Mengikuti rangkaian peristiwa itu,
pelajaran yang kembali diingatkan di benak adalah pentingnya solidaritas di
antara sesama profesi. Tindakan para pewarta yang bereaksi keras terhadap
cacian, ancaman, dan tindakan yang mengarah pada kekerasan fisik oleh Kabag
Ekonomi, bukanlah tentang seorang Harry Tri Atmojo yang kebetulan berprofesi
pewarta. Yang mereka lakukan adalah ihwal menegakkan profesi dan
profesionalisme.
Dari itu, menurut hemat saya, para jurnalis
di BMR kini sedang menata ulang laku dan profesionalisme mereka. Mengikatkan
kembali makna profesi dan solidaritas, sekaligus--bila tak hati-hati--manautkan
simpul yang mengekang ruang gerak mereka sendiri. Sebab jika Harry Tri Atmojo wajib
dibela saat menjalankan profesinya, karena memang tidak melakukan kesalahan
apapun; sebaliknya bila ada wartawan yang laku profesionalnya tercela, juga mutlak
diluruskan oleh sesama jurnalis. Solidaritas profesional, sejatinya, memang
demikian. Dia berlaku ke luar, sekaligus juga ke dalam.
Setelah sekian lama menjadikan pewarta,
laku, dan produk-produk profesional mereka di BMR sebagai amunisi kritik dan
celaan, kali ini saya tak segan berendah hati memuji pembelaan komunal terhadap
Harry dan profesi kewartawan itu. Keguyuban mereka, bila dipertahankan dan
dipupuk, bakal menjadi kekuatan yang pengaruhnya sungguh-sungguh mesti
diperhitungkan. Seorang wartawan profesional saja sudah membuat jerih, apalagi
jika jumlahnya puluhan dan semuanya bersetia dalam kelompok.
Di lain pihak, respons Pemkot KK terhadap aksi
para wartawan juga patut diapresiasi tinggi. Bukan sebab jurnalis adalah
''profesi kelas istimewa'', melainkan isu yang kali ini mereka kedepankan
memang mendesak ditangani. Kemendesakan itu ditunjukkan Sekkot, Tahlis Gallang,
yang langsung menemui para pengunjuk rasa, berdialog, dan menjanjikan
langkah-langkah sebagaimana mestinya. Yang pertama-tama, seperti yang dapat
dibaca dari berita-berita yang diunggah hampir seluruh situs berita di BMR,
adalah sidang kode etik ASN yang digelar hari ini, Selasa, 29 November 2016.
Tak berhenti pada Sekkot. Walikota, Tatong
Bara, yang sedang menghadiri acara lain bahkan bergegas kembali dan menggelar
pertemuan dengan para pengunjuk rasa di Rudis, didampingi Sekkot dan Kabag
Humas Pemkot, Aljufri Ngandu. Dalam pertemuan ini, selain menyampaikan
permohonan maaf atas perilaku tercela Kabag Ekonomi, Walikota menegaskan tidak akan melindungi ASN sok preman,
juga menjamin akan mencopot Ham Rumoroi dari jabatannya.
Gerak cepat dan ketegasan Walikota dan
Sekkot segera mendinginkan tensi tinggi akibat ulah Kabag Ekonomi. Spekulasi
dan rumor bahwa Ham Rumoroi tak bakal goyah sebab punya backing adik kandung yang anggota DPRD KK, juga terpatahkan.
Kalaupun ada syak yang diam-diam masih diperbincangkan, barangkali cuma
duga-duga yang memercik begitu saja, semacam, ''Jangan-jangan dicopot dari
Kabag tapi justru jadi sekretaris dinas.''
Dengan berbaik sangka dan percaya pada
integritas dan kualitas kepemimpinan Walikota dan Sekkot, saya meyakini Pemkot
KK tak bakal mengorbankan kepentingan kepercayaan publik dengan
tunduk--kalaupun ada--pada tekanan politik. Mau seorang ASN di-backing satu DPRD KK, yang lancung tetap
saja lancung. Dia semata kanker yang harus dipotong dari tubuh birokrasi yang
sehat, profesional, dan berpihak pada kepentingan orang banyak.
Tapi wasangka seperti itu wajar belaka.
Sudah menjadi pengalaman orang banyak, politik yang ikut campur dalam urusan
profesionalisme birokrasi, kerap menjungkir-balikkan akal sehat publik. Rekam
jejak Ham Rumoroi, misalnya, jika tak salah info, dari seorang pendidik (guru),
melompat jadi lurah, kemudian naik ke kursi Kabag. Apa Pemkot KK kekurangan
sarjana ekonomi? Kalau demikian adanya, prioritaskanlah penerimaan ASN berikut
untuk sarjana ekonomi, apalagi KK sudah mencanangkan 2017 adalah Tahun
Investasi.
Dalam perkara raskin, reputasinya juga tak
bagus-bagus amat. Beberapa pewarta yang menggeluti jurnalistik lebih 10 tahun
terakhir di BMR menutur, saat jadi Lurah Mongondow, Ham pernah terseret-seret
isu yang kurang-lebih sama. Termasuk pula terlibat silang-selisih dengan
wartawan karena pemberitaan yang tak berkenan di hati dan perasaannya.
Contoh laku bengkok Ham Rumoroi yang bagai
puncak gunung es, pelan-pelan terbuka, termasuk dengan kesaksian Kano Tontolawa,
wartawan salah satu media cetak regional, yang dikutip totabuan.co, Minggu, 27 November 2016 (http://totabuan.co/2016/11/kabag-ekonomi-kotamobagu-ternyata-sudah-pernah-ancam-wartawan/).
Akibat pemberitaan netralitas ASN yang haram terlibat politik praktis, Kano
mengaku diancam oleh Ham dan ditakut-takuti rekornya yang sudah 12 kali masuk
bui. Lho, apa-apaan dengan Pemkot KK?
Residivis, kriminil kambuhan, kok
bisa jadi Kabag? Atau jangan-jangan dia jenis bajul biongo yang gampang masuk kerangkeng karena modusnya kacangan.
Sangkarut Ham Romoroi-Harry Tri Atmojo-para
jurnalis, pada akhirnya merasuk hingga ketatalaksanaan pemerintahan di KK.
Bahwa, sebagaimana yang diutarakan Walikota Tatong Bara, jajarannya punya niat
dan itikad baik memperbaiki seluruh sistem dan orang yang terlibat di dalamnya,
patut didukung dengan kontribusi dan sumbang saran nyata. Misalnya, dengan
mendorong Pemkot KK mengadopsi best
practices dari sektor bisnis seperti adanya saluran formal pelaporan pelanggaran
(whistleblower) dan mekanisme keluhan
(grievance mechanism).
Pelaporan pelanggaran memberikan akses yang
terjamin kerahasiannya, dimaksudkan agar ASN, mantan ASN, atau anggota lembaga/institusi/organisasi
di jajaran Pemkot dapat bebas melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar
ketentuan. Dan mekanisme keluhan, yang sifatnya hukum dan non hukum, boleh
digunakan oleh siapa saja yang memiliki aduan, sengketa, atau keluhan terhadap
Pemkot dan jajarannya. Mekanisme keluhan ini juga dikenal sebagai ''mekanisme
akuntabilitas''.
Adanya saluran formal seperti itu juga penting
demi menunjukkan keseriusan Pemkot KK terhadap komunikasi dan transparansi,
sebagaimana--antaranya--diamanatkan UU No. 14/2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik.
Urun-rembuk semua pihak yang berkepentingan
terhadap KK bukanlah mencampuri wewenang, tanggung jawab, kewajiban, dan hak
Walikota dan jajarannya. Itu, jika terjadi, adalah ikhtiar agar sebuah
pemerintahan maslahat, yang hasilnya adalah kabar baik dan optimisme hari ini
dan di masa depan.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
ASN: Aparatur Sipil Negara; BMR:
Bolaang Mongondow Raya; DPRD: Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah; Kabag:
Kepala Bagian; KK: Kota Kotamobagu; Pemkot: Pemerintah Kota; Raskin: Beras (untuk orang) Miskin; Rudis: Rumah Dinas; Sekkot: Sekretaris Kota; dan UU: Undang-undang.