Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Monday, July 13, 2015

Gegar Politik Boltim untuk Mereka yang Waras

MINGGU, 12 Juli 2015, Bupati Sehan Landjar pulang ke Boltim—dari lawatan lebih dua pekan di Jakarta, memburu tiket pencalonan di Pilkada serentak, Desember 2015 mendatang—dan disambut pikuk massa. Saya turut menikmati keriuhan unjuk kekuatan politik ini dari lalu lintas broadcast BBM dan pertukaran kabar (juga foto-foto) di WhatsApp.

Teknologi membuat jarak menjadi pendek; informasi datang secepat  kilat; dan pengetahuan mekar hampir selalu seketika bersama fenomena dan bukti-bukti faktual.

Bupati yang diakrabi dengan sapaan ‘’Eyang’’ ini, para pendukung, dan simpatisannya pantas bersuka ria. Konon, dia pulang dengan menggantongi SK DPP PAN sebagai Cabup Boltim 2016-2021 berpasangan dengan Cawabup Rusdi Gumalangit. Di jejeran hadirin penyambut berkibar bendera PAN, juga simbol beberapa Parpol lain. Katanya—sekali lagi, sebab saya tidak menyaksikan langsung, maka yang pantas adalah ‘’katanya’’—ada PKB, Hanura, dan PD.

Aksi itu pantas diacungi dua jempol. Dalam hal memainkan emosi massa, memutar bandul politik yang sebelumnya hampir tak terjangkau, Eyang masih tetap tak ada duanya di Bolmong Raya. Saya harus mengakui tak henti terkagum-kagum terhadap manuver dan siasatnya, kendati ada kabar lain yang tak kurang sahihnya, bahwa elit tertinggi PAN justru telah menyepakati Ketua DPD PAN Boltim, Sam Sachrul Mamonto, yang resmi di-SK-kan sebagai Cabup berpasangan dengan Medi Lensun yang diusung PDIP. Kesepakatan petinggi PAN ini sudah pula dikomunikasikan dengan PDIP, yang prosesnya saya duga berlangsung saat Eyang sedang dalam penerbangan kembali ke Manado.

Simpan-siur kabar itu membuat ihwal SK PAN untuk Cabup-Cawabup Boltim 2016-2021 tak beda dengan misteri Aki Botutu. Karena itu, kita—orang banyak yang jadi konsumen dan penonton politik—mohon bersabar. Untuk sementara waktu nikmati saja kesumrigahan Eyang, para pendukung, dan simpatisannya; sembari bersimpati dan berempati terhadap lara dan ‘’makang hati’’ yang dipikul Sachrul Mamonto.

Lepas dari masih liarnya cerita akhir isu rekomendasi dan SK DPP PAN itu, warga Mongondow—dan khususnya para politikus—semestinya menjadikan gegar politik di Boltim sebagai pembelajaran penting. Apa yang terjadi bukan sekadar anomali politik dari anomali perilaku Parpol dan para elitnya, tetapi juga berpotensi menguji normalitas atau justru anomalitas sosial masyarakat pemilih di Boltim.

Skenario satu, Landjar-Gumalangit benar-benar mengantongi SK DPP PAN sebagai Cabup-Cawabup, sekaligus menyingkirkan, mempermalukan, dan—mohon maaf—menistakan Sachrul Mamonto sebagai kader yang bahkan menggantar partai ini meraih satu fraksi utuh dan kursi Ketua di DPRD Boltim. Jika skenario ini yang terwujud, kabar baiknya: Eyang bukan hanya mendapatkan tiket Pilkada, tetapi dengan sekali tending dia juga paripurna meminggirkan salah satu pesaing utamanya.

Namun, di balik kabar baik itu ada kabar buruk yang lebih merugikan Eyang. Pertama, dia justru menciptakan lebih banyak die hard, tidak hanya di internal PAN, yang bertekad mati-matian mengalahkan dia. Dari sudut pandang manapun, tindakan Eyang merampas ‘’panada’’ dari mulut Sachrul Mamonto menunjukkan tingkat keburukan etika dan fatsun politiknya. Dan kedua, jika Sachrul tetap mendapatkan dukungan dari PDIP dan satu Parpol lain sebagai penggenap, manuver dan siasat Eyang akan sangat efektif menjadi propaganda kezaliman dan kesemena-menaan kekuasaan.

Jenis isu seperti itu, terlebih dengan sebagai fakta yang dikonsumsi telanjang oleh umum, sangat efektif menggerus kepercayaan pemilih terhadap seorang kandidat pejabat publik. Sepengelaman saya, hanya segelintir orang yang cukup toleran dengan perilaku zalim dan semena-mena.

Tetapi, kabar yang lebih buruk lagi justru dialamatkan untuk PAN. Realitas politik saat ini membuktikan: di Sulut, partai ini hanya bergigi di empat dari lima kota dan kabupaten di Bolmong Raya. Di Kabupaten Bolmong, Boltim, dan Bolmut, serta Kota Kotamobagu, PAN berhasil mencapai satu fraksi utuh. Dari wilayah ini pula PAN mendudukkan dua kadernya di DPRD Sulut dan menyumbang suara mayoritas untuk satu anggota DPR RI.

Alih-alih mengusung Sachrul Mamonto, dengan memberikan rekomendasi, kemudian SK Cabup-Cawabup untuk Landjar-Gumalangit, PAN bagai memaklumatkan ketiadaan penghormatan dan penghargaan terhadap kader sendiri. Bila Sachrul—didukung jajaran pengurus lainnya—yang sudah bekerja keras menghadirkan satu fraksi di DPD yang dia pimpin dilepeh begitu saja, dapat dipastikan di masa datang hanya politikus meheng yang cukup bernyali dan sudih berkhimat di partai ini.

Apalagi, melihat sepak-terjang segelintir kader PAN dari DPP hasil Kongres Bali, Maret 2015 lalu, yang kini turun wara-wiri di Bolmong Raya, kedunguan politik ‘’menukar sapi dengan bebek pincang’’ itu tidak mustahil terjadi. Tanpa perlu menguasai ilmu nujum, kita sudah dapat menduga, kader dan simpatisan yang masih punya cukup kadar kewarasan bakal ramai-ramai meninggalkan partai ini. Wassalam, good-bye, au revoir….

Siapa yang ingin, meminjam komentar seorang tokoh politik di Boltim, ‘’Cuma ba pece-pece deng partai yang nyanda ada integritas?’’

Skenario dua, SK DPP PAN ternyata tetap diberikan pada Sachrul, berpasangan dengan Medi Lensun. Kabar baiknya: koalisi PAN-PDIP ini membuktikan bahwa politik adalah ikhtiar telaten membangun bata demi bata kepercayaan konstituen terhadap Parpol dan politikus yang mereka dukung. Bahwa politik bukanlah jalan pintas meraih tujuan semata karena peluangnya mudah dipertukarkan dengan ‘’sesuatu’’.

Langkah PAN mempercayai dan mendukung kader sendiri di Pilkada Boltim berarti pula menyelamatkan integritasnya. Menunjukkan dengan kepala tegak bahwa partai ini adalah wahana yang memberi tempat tertinggi untuk kader-kader dan simpatisannya, terutama mereka yang berkinerja dan berprestasi optimal.

Sebagaimana yang kesatu, skenario kedua ini juga punya kabar buruk. Pertama, pasti memojokkan dan mengancam posisi Landjar-Gumalangit. Tanpa PAN, kalau mereka tetap didukung beberapa Parpol (setidaknya yang diklaim sudah memberi dukungan), pencalonan memang bukanlah masalah. Yang jadi soal adalah integritas dan kredibilitas—terutama—Eyang sebagai politikus yang sudah membordir publik dengan klaim sangat meyakinkan. Kegagalan membuktikan klaim rekomendasi dan SK DPP PAN, membuat untuk kesekian kalinya dia bakal dituduh sebagai pendusta, sebuah citra dan reputasi yang tak beda dengan stempel paria untuk seorang politikus di kompetisi sepenting Pilkada.

Dan kedua, pengurus atau kader PAN—siapa pun dia—yang berada di balik gegar rekomendasi dan ‘’konon’’ SK DPP untuk Landjar-Gumalangit, jelas kuyup lumpur comberan politik. Tidak memerlukan waktu lama nama-nama mereka akan dipertukarkan sebagai peringatan di kalangan para politisi, menjadi olok-olok, bahkan mungkin diisolasi dan kehadirannya ditunggu cuma karena politik—seganas, dingin, dan sebrutal apapun—tetap memerlukan badut penghibur.

Saya sungguh tidak sabar menunggu siapa-siapa politikus yang akan menjadi badut saat pendaftaran Cabup-Cawabup Boltim 2016-2021 berlangsung, 26-28 Juli 2015 mendatang. Yang jelas, dari dua kemungkinan skenario itu, tampaknya pihak yang paling diuntungkan justru Sachrul Mamonto. Karenanya, mungkin tidak berlebihan bila saya menyarankan agar dia beranjangsana, menemui Eyang, dan menghaturkan terima kasih sebesar-besar.***

Singkatan dan Istilah yang digunakan:

BBM: BlackBerry Messenger; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Cabup: Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil Bupati; DPD: Dewan Pengurus Daerah; DPP: Dewan Pengurus Pusat; DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Hanura: Hati Nurani Rakyat; PAN: Partai Amanat Nasional; PD: Partai Demokrat; PDIP: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; PKB: Partai Kebangkitan Bangsa; RI: Republik Indonesia; dan SK: Surat Keputusan.