Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, December 13, 2013

‘’Maraju Minta Oto Dang?’’

DI PERTUNJUKAN sirkus penonton disuguhi atraksi aneka hewan dan orang-orang terlatih. Di masa pra remaja, sebelum layar televisi didereti ratusan saluran, hanya ada TVRI yang menyambangi pemirsa. Seingat saya, televisi pertama yang dibeli Ayah bermerek Quintrix. Berwarna dan (kalau tidak salah) berlayar 30 atau 32 Inch. Di zaman itu, ketika televisi umumnya masih black and white, punya televisi berwarna sungguh keren.

Sebab tak ada saluran lain, apapun yang ditayangkan TVRI harus diterima dengan lapang dada, termasuk tari-tarian yang banyak dijadikan tontonan sela dari satu acara ke acara berikut. Yang paling menantang dari pentas tari-tarian ini, terutama tari Jawa klasik dan ditayangkan mendahului film seri yang saya gilai, BJ and The Bear, CHIPs, atau The Avengers. Dayuan musik dan lenggok gemulai para penarinya dijamin memanjakan mata dan lewatlah serial kesayangan diseret mimpi berpeluk dingin Mogolaing paruh 1980-an.

Selain film seri, acara lain yang ditunggu-tunggu pemirsa televisi zaman saluran tunggal adalah Dunia Dalam Berita serta (tentu saja lebih khusus saya) komedi dan sirkus. Tak pelak hari paling membahagiakan adalah akhir pekan seusai makan malam dan TVRI menyajikan tayangan komedi, disusul sirkus, lalu ditutup dengan film seri kesayangan. Sudah begitu Ayah-Ibu juga tak cerewet menyuruh anak-anak segera naik ke tempat tidur. Amboi....

Mengapa saya menyukai tayangan sirkus? Karena saya tahu jumpalitan para trapeze dari ayunan dan tambang di ketinggian belasan meter atau aksi hewan-hewan terlatih, bukanlah trik kamera dan kemasan skenario ditopang alat bantu keselamatan serta pemeran pengganti. Namun, di antara seluruh rangkaian pertunjukan, yang paling menggelitik dan ditunggu-tunggu adalah saat keluarnya para badut: sosok berhidung merah bulat bak tomat ranum, rambut sebahu membumbung-acak-acakan, kostum gembrong, dilengkapi sepatu berujung mirip bukit salah tempat.

Apa saja yang dilakukan badut-badut sirkus (kemudian badut-badut lain, seperti badut ulang tahun kanak-anak) itu pasti memicu gelak. Padahal resepnya klasik belaka dan barangkali telah diulang-ulang jutaan kali: Bunga hiasan yang memuncratkan air, topi yang naik-turun di kepala seirama langkah, atau sekadar slapstick tendang-menendang dan geat-menggaet kaki sesamanya. Badut bagi sirkus adalah garam yang menyempurnakan santapan. Tanpa badut sirkus pasti terasa hambar.

Sirkus pula yang segera melintas di benak tatkala saya menyimak Bupati Bolmong Pulang Dengan Kecewa Lantaran 16 Anggota DPRD Tak Hadir Dalam Pembahasan di Totabuan.Co, Rabu, 11 Desember 2013 (http://totabuan.co/2013/12/11/bupati-bolmong-pulang-dengan-kecewa-lantaran-puluhan-anggota-dprd-tak-hadir-dalam-pembahasan/). Dalam berita dipapar, Rapat Paripurna Pembahasan APBD 2014 tahap dua di Kantor DPRD Bolmong, Jalan Paloko Kinalang, dibatalkan karena 16 dari 30 anggota DPR tak hadir tanpa alasan jelas.

Atraksi apa lagi yang sedang dipertontonkan oleh para politisi di DPR Bolmong? Boikot terhadap Bupati-Wabup Bolmong yang dinilai gagal menjalankan amanat jabatannya; atau –seperti biasa— sebab ada ‘’udang di balik batu’’? Dugaannya, tulis situs berita yang sama, Batalnya Pembahasan, Karena Para Anggota DPRD Dikabarkan Ingin Mobil Dinas Dari Bupati (http://totabuan.co/2013/12/11/batalnya-pembahasan-karena-para-anggota-dprd-dikabarkan-ingin-mobil-dinas-dari-bupati/). Membaca ‘’dugaan’’ ini, saya bersyak Totabuan.Co sekadar memanas-manasi tensi politik di Bolmong.

Saya agak meragukan duga-menduga itu. Masak karena kebelet punya mobil lalu 16 anggota DPR Bolmong maraju berjamaah bagai perawan kepingin menikah tapi terhalang restu orangtua, lalu mengurung diri di kamar, mogok bicara, mogok mandi, mogok makan? Ataukah maraju sedang jadi mode di Mongondow setelah Bupati Bolsel, Herson Mayulu, memelopori dengan ancaman menarik dukungan terhadap PBMR, bahkan pindah ke Provinsi Gorontalo?

Kamis, 12 Desember 2013, dari pengakuan sumber yang dikutip Totabuan.Co,  Beberapa Oknum Anggota DPRD Bolmong, Ternyata Mengaku Ingin Kendaraan Dinas (http://totabuan.co/2013/12/12/beberapa-oknum-anggota-dprd-bolmong-ternyata-mengaku-ingin-kendaraan-dinas/), 16 legislator itu nyatanya memang maraju. Yang mengundang gelak sebab di tubuh berita dituliskan, ‘’Alasan mereka, itu bagian dari penghargaan karena sudah sepuluh tahun mengabdi sebagai wakil rakyat.’’ Frasa ini pertegas kutipan dari dua legislator, bahwa, ‘’Memang jika itu dimungkinan, apa salahnya. Kita kan sudah sepuluh tahun mengabdi. Anggap saja itu sebagai penghargaan.’’

Boleh-tidaknya ‘’penghargaan’’ itu dikabulkan, Totabuan.Co memapar, ‘’Namun niat tersebut rupanya terhalang Peraturan Menteri keuangan terkait dump (terjemahan yang tepat bukan ‘’jual murah’’, melainkan ‘’pelimpahan’’) kendaraan dinas. Bupati Kabupaten Bolmong menegaskan, untuk dump kendaraan dinas tidak diperbolehkan, terkecuali harus dilakukan lelang.’’

Sempurnalah sirkus politik dan pemerintahan di Bolmong, yang penuh aksi dan atraksi pembentot perhatian sejak Bupati Salihi Modongan-Wabup Yani Tuuk menduduki jabatannya lebih dua tahun terakhir. Hanya saja, kali ini badut-badut sirkus yang mestinya menghibur penonton tampak lucu dan menggemaskan sebab mereka dengan sengaja mengunyah topi, hidung merah tomat, bunga hiasan, bahkan sepatu pentasnya.

Begitu pentingnyakah nilai mobil dump bagi kehormatan seorang anggota DPR di Bolmong hingga mereka ramai-ramai mempermalukan diri di hadapan publik? Penduduk Jalan Amal, tempat saya dibesarkan di Kotamobagu hingga tahun terakhir SMA, barangkali akan mempergunjingkan dengan cibir, ‘’Cuma bagitu dorang pe harga diri dengan harga jabatan dang?’’

Tapi kalau memang sedemikian penting dan mustahaknya punya mobil karena telah mengabdi 10 tahun sebagai wakil rakyat, apa sulitnya Bupati Bolmong mengabulkan keinginan mereka? Lelang saja kendaraan dinas yang sekarang dikuasai anggota DPR yang masa bhaktinya berakhir 2014 mendatang. Pastikan bahwa peserta lelangnya sangat terbatas dan pasti dimenangkan oleh para legislator haus mobil itu. Saya yakin jajaran Pemkab Bolmong piawai kalau cuma perkara sulap-menyulap tingkat dasar seperti itu. Menyulap DB 25 D menjadi anggunan dan kini dikuasai pihak ketiga pun mereka ahli; sekadar sedikit membengkok-bengkokkan aturan pasti mampu dilakukan sambil menutup mata.

Jika perlu, sekalian saja Pemkab Bolmong mengganggarkan 30 mobil baru di APBD 2014 sebagai penghargaan terhadap anggota seluruh anggota DPR yang akan mengakhiri jabatannya. Bukankah mereka juga yang akan membahas dan membubuhkan persetujuan? Tidak ada risiko yang bakal dipikul Bupati, Wabup, dan jajaran Pemkab Bolmong.

Lagipula, dengan demikian masyarakat Bolmong bakal punya tontonan dan amunisi pergunjingan di tahun-tahun mendatang, karena 30 legislatornya pasti bakal beramai-ramai menyesaki tahanan kepolisian, bahkan mungkin KPK. Ulah, keluh, ratap, dan lolong mereka dijamin membuat kita tak henti terbahak-bahak.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

APBD: Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah; Bolmong: Bolaang Mongondow; DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; PBMR: Provinsi Bolaang Mongondow Raya; SMA: Sekolah Menengah Atas; TVRI: Televisi Republik Indonesia; dan Wabup: Wakil Bupati.