GELAP mata sesaat, rusak karir dan reputasi yang dibangun susah payah.
Gara-gara pendek pikirin, dugaan pencabulan dengan kekerasan oleh Kabid di
Dinas PU yang juga Ketua KNPI KK, Selasa, 29 November 2016, akhirnya bikin heboh
se-BMR. Isu ini bahkan jadi berita utama harian terdepan yang terbit di Kotamobagu,
Radar Bolmong, Kamis, 1 Desember
2016, yang memajang judul Heboh! Oknum
Pejabat KK Dilapor Cabul.
Di ranah digital, hampir semua situs berita
lokal menjadikan isu itu publikasi beranak-pinak. Pembaca disuguhi informasi
yang kian hari kian detil. Dari kronologi kejadiannya; trauma yang kini dipikul
terduga korban, siswi PSG usia 16 tahun; sikap orangtuanya yang kukuh menuntut penyelesaian
hukum; konsekwensi-konsekwensi birokrasi, organisasi, dan sosial yang kini menggayuti
terduga pelaku; hingga kesadaran bahwa predator anak dan perempuan bisa hadir
dalam berbagai rupa dan sosok. Tidak terkecuali seorang Kabid, ketua organisasi
kepemudaan pretisius, yang seharusnya jadi panutan di masyarakat.
Namun, pemberitaan yang marak itu sepi
komentar, penjelasan, apalagi bela diri terduga pelaku. Dia bagai hilang
ditelan bumi. Tak tampak batang hidungnya di kantor, yang membuat orang banyak--termasuk
rekan-rekan kerjanya--menumpuk pertanyaan. Raibnya Kabid dari kantornya,
sebagaimana yang dikutip totabuanews.com
dari sumber di Dinas PU KK, Kamis, 1 Desember 2016 (https://totabuanews.com/2016/12/pasca-jadi-terlapor-asoy-dua-hari-tak-masuk-kantor),
memang tidak diketahui dengan alasan apa.
Dengan pemberitaan yang sedemikian marak,
yang menunjukkan peristiwa yang melibatkan Kabid itu terkait erat dengan
penyalahgunaan dominasi, umum cenderung kehilangan simpati dan belas kasih.
Opini yang berkembang di masyarakat tak ada yang meringankan pikulan yang kini
bertumpuk di pundaknya. Orang banyak tidak peduli sekalipun di persembunyiannya
Kabid barangkali tak henti berguling, menggarung-garung, melolong dalam banjir
airmata penyesalan.
Umum yang perhatiannya terpusat pada
terduga korban tak akan segan memojokkan terduga pelaku ke sudut paling paria.
Pemkot KK, khususnya Walikota dan Sekkot, mau tak mau mesti segera bertindak.
Rekan-rekan sekerjanya di Dinas PU akan menjauh karena tak ingin terasosiasi
dan turut tercemar. Organisasi kepemudaan yang dipimpinnya bakal bersigegas membuang (sekalipun) pimpinan yang dianggap hanya jadi beban reputasi.
Publik, jika pemberitaan-pemberitaan masif
masih terus berlanjut, juga tak ambil pusing bahwa dugaan pencabulan dengan
kekerasan itu bakal menimbulkan korban berantai. Padahal, saat ini saja, selain
terduga korban, penderitaan sudah tertimpa pada kedua orangtuanya, keluarga di
lingkaran dalam, bahkan orang-orang dan keluarga terdekat terduga pelaku. Kedua
pihak menanggung kesedihan, geram, dan derita yang kurang lebih sama. Kalau ada
beda sifnifikan, maka orang-orang dan keluarga terdekat terduga pelaku mesti
menahan tekanan tambahan: malu karena aib sosial.
Lebih berat lagi, mengingat konteks
terjadinya di BMR, khususnya Kotamobagu, dengan mengarusutamanya dugaan
pencabulan dengan kekerasan itu, serta telah dilaporkan pula ke Polres Bolmong,
jalan menuju penyelesaian di luar hukum nyaris tertutup. Terlebih gosip-gosip
yang bertebaran mulai terdengar penuh racun. Bahwa memang ada upaya
penyelesaian kekeluargaan, ditariknya laporan polisi, dengan imbalan uang
dengan jumlah nol di belakang angka pertama mencapai delapan.
Rumor seperti itu sungguh jahat dan
berbahaya bagi dua pihak. Seolah-olah terduga pelaku dengan enteng menyelesaikan
masalah karena punya uang berlimpah. Sebaliknya, keluarga terduga korban, jika
menerima penyelesaian di luar hukum itu, tak beda dengan menjual harga diri
putri mereka.
Saking santernya bisik-bisik seperti itu
hingga seorang kawan mengirimkan BBM, menyampaikan keprihatinannya. Kawan yang
juga seorang pewarta senior ini menulis, ''Kalu
sampe dame, kong so dapa dengar gosip-gosip besae bagini, kasiang keluarga korban.
Di mana-mana orang mo bicara kong cuma tunjung deng mulu bengko. 'Itu depe Papa
dang, yang dapa doi dari depe anak pe masalah'; 'Napa depe Mama dang, yang
trima doi karna kase biar depe anak orang cabuli'; atau, 'Itu dang itu anak,
yang orang ada cabuli kong abis itu dapa bayar.' Kalu sampe bagitu, bayangkan
brapa kali kasiang dorang jadi korban.''
Saya memahami konteks dinamika sosial dan
kemasyarakatan di KK, tetapi tak pernah membayangkan ada kemungkinan isunya
meliar sejauh itu. Namun, ikhtiar menyelesaikan masalah yang jadi aib sosial
secara kekeluargaan memang adalah langkah terbaik ketika isunya belum menjadi
konsumsi luas. Sayangnya Kabid yang juga ketua organisasi pemuda yang jadi
terduga pelaku terlampau terlambat mengambil tindakan. Andai dia buru-buru
menemui terduga korban dan keluarganya ketika fungsi otak sudah normal bersama
raibnya birahi dari kepala, sebelum kejadiannya menyebar, tiba di meja polisi,
lengkap dengan visum et repertum,
barangkali risikonya (sesial-sialnya dia) cuma umpatan, tempeleng, dan satu-dua
bogem dari ayah siswi PSG itu.
Nasi sudah tumpah dari belanga. Tidak
banyak lagi yang dapat dilakukan. Tak pula dengan menemui seluruh pewarta di
BMR dan memohon supaya peristiwanya tak terus diberitakan. Sebagai sebuah isu, kejadian
dan orang yang terlibat di dalamnya adalah materi yang diimpikan para wartawan.
Negeri ini masih dalam darurat pelecehan (termasuk pencabulan) terhadap
anak-anak dan perempuan; ada pejabat publik yang juga tokoh kepemudaan yang
terlibat; peristiwanya tampak terencana, lengkap dengan bukti-bukti keras; lalu
dengan alasan apa media tak menyiarkan agar menjadi keawasan buat orang banyak?
Dari pengalaman bertahun-tahun jadi
aktivis, jurnalis, lalu profesional korporasi yang bergelut dengan krisis dan
konflik antara perusahaan dan pemangku kepentingannya, menurut saya, hanya ada
satu jalan terbaik yang dapat menyelamatkan sang Kabid agar tak berkelanjutan
jadi bulan-bulanan cemooh. Pertama,
temui atasan langsung di Dinas PU, mohon segera dicopot dari jabatan dan
diajukan ke sidang MKE. Kedua, temui
ketua DPD KNPI Sulut dan minta segera dinonaktifkan dari jabatan ketua. Dan ketiga, proaktif ke Polres Bolmong,
menyerahkan diri dan menyampaikan peristiwa dengan sejujur-jujur dan
sebenar-benarnya.
Tiga langkah itu, bila dilakukan dalam
waktu cepat sebagai upaya demage control,
saya yakin dengan segera menyurutkan isunya dari perhatian media dan
masyarakat. Toh jika dalam proses
kemudian, baik di MKE, internal organisasi kepemudaannya, atau di kepolisian,
ternyata dugaan pencabulan dengan kekerasan yang dilakukan tidak terbukti,
seluruh jabatan, harga diri, dan reputasinya otomatis kembali utuh.
Kalau dalam proses etik dan hukum terbukti
dia memang melakukan perbuatan yang didugakan, setidaknya hukuman sosial lewat
cibiran, cemooh, bahkan hinaan, sudah menyurut. Lebih penting lagi, dengan
mengambil tindakan tepat, Kabid yang juga tokoh pemuda di KK ini juga
menghentikan meluasnya dampak buruk perbuatannya ke orang-orang yang semestinya
tak perlu turut memikul akibat terujungnya yang lepas kontrol.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
BBM:
BlackBerry Messenger; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong:
Bolaang Mongondow; DPD: Dewan
Pengurus Daerah; Kabid: Kepala
Bidang; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia;
MKE: Majelis Kode Etik; Pemkot: Pemerintah Kota; Polres: Kepolisian Resor; PSG: Praktik Sistem Ganda; PU: Pekerjaan Umum; Sekkot: Sekretaris Kota; dan Sulut: Sulawesi Utara.