HEBAT benar jajaran Reskrim Polres Bolmong. Jumat, 23 Desember 2016,
dugaan pencabulan dengan kekerasan yang dilakukan Kabid di Dinas PU dan Ketua
KNPI KK yang telah dimantankan oleh Pemkot dan organisasinya, telah menginjak
hari ke 25 sejak kejadiannya berlangsung dan dilaporkan. Hasil penyidikan
polisi sejauh ini konsisten: tidak jelas!
Kabar terakhir sebagaimana dilansir totabuanews.com (https://totabuanews.com/2016/12/perkara-kasus-asoi-bakal-digelar-di-polda-sulut),
gelar perkara keduanya (yang pertama sudah dilaksanakan sebelum penyidikan
dimulai) akan dilaksanakan di Polda Sulut. Kapan waktunya? ''Tinggal menunggu
waktu,'' tulis situs berita ini mengutip Kasat Reskrim, AKP Anak Agung Gede
Wibowo Sitepu.
Sembari menunggu waktu yang tak pasti kapan
itu (padahal tak kurang Presiden Joko Widodo sendiri menegaskan kasus yang
korbannya anak-anak adalah kejahatan luar biasa, karenanya mesti ditangani
dengan cara luar biasa pula), publik yang dijamin haknya oleh Peraturan Kapolri
No. 14/2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, berhak tahu
perkembangannya. Kilahan Kasat Reskrim yang itu-itu juga, ''Kasus ini sementara
diproses'', lama-kelamaan terasa seperti mantra palsu tukang jual obat di
tengah keramaian pasar.
Pergaulan bertahun-tahun di macam-macam
tempat dan strata masyarakat, dari zaman sekolah, jadi jurnalis, lalu ganti
profesi ke sektor bisnis, membawa saya terbiasa dengan orang-orang dari aneka
pekerjaan. Termasuk para polisi. Ada teman polisi yang dekat sejak masa SD dan
SMP, salah satunya seorang perwira menengah di Polres Bolmong yang sebenarnya
lucunya minta ampun (makanya, ketika dia jadi polisi, saya terheran-heran:
rupanya bisa tegas juga kawan satu ini? Dan ternyata memang demikian). Ada pula
kawan yang hubungannya terjalin sebab hobi, kawan dari kawan, pula sebab
hubungan pekerjaan. Mereka mulai dari bintara lulusan baru hingga yang bintang
di pundaknya cukup bikin kelilipan.
Berkarib dengan polisi membawa pencerahan
buat saya: sungguh takut melanggar hukum, bahkan sekadar tak mematuhi marka
jalan dan lampu lalu lintas. Bukankah sungguh memalukan jika kawan sendiri yang
terpaksa menulis surat tilang atau lebih sial jadi pemeriksa dan menatap dengan
tak mengerti bercampur iba, ''Kok Anda
sih?''
Tapi banyak pula berkah punya segudang
karib polisi. Salah satunya konsultasi gratis kasus dan tindak pidana, termasuk
ketika mengemukanya dugaan cabul dengan kekerasan (oleh oknum ASN elite KK yang
juga tokoh organisasi kepemudaan dengan korban siswi PSG) yang kini jadi
sorotan umum di BMR. Sewaktu peristiwanya dilaporkan ke Polres Bolmong, tanpa
menyebut siapa terduga pelaku, korban, maupun tempat kejadiannya, saya sempat
bertanya pada seorang kawan polisi: apakah dengan bukti-bukti yang ada kasusnya
cukup kuat? Sebab saya bertanya pada polisi yang makan asam garam Reskrim,
jawabannya tak perlu ditebak. Pendek saja dia menegaskan, ''Ya!''
Memang. Apa susahnya menyidik sebuah kasus
yang terang-benderang. Kejadiannya di jam kantor, melibatkan oknum ASN dengan
korban siswi PSG yang ditempatkan di kantornya. Ada saksi, ada visum et
repertum, ada petunjuk dan bukti lain, termasuk uang yang diberikan paksa oleh
terduga pelaku. Bahkan bila penyidik dan atasannya (dalam hal ini Kasat Reskrim)
cukup ilmu, mereka tentu tak pura-pura meluputkan ada barang bukti lain seperti
mobil yang digunakan dan petunjuk semacam: usai menurunkan terduga korban di
salah satu ruas jalan di kelurahan tempat tinggalnya, berada di manakah oknum
(mantan) Kabid najis itu? Dengan siapa dia ketika itu? Apa yang dilakukan dan
dibicarakan?
Kasat Reskrim dan penyidik PPA di Polres
Bolmong barangkali terlampau menyepelekan pengetahuan orang banyak (khususnya) di
KK terhadap kasus itu. Asal tahu saja, belum sepekan setelah dilaporkan ke
polisi, detil-detil perkara ini sudah lalu-lalang dan dibicarakan secara
terbuka. Termasuk bagaimana mobil yang digunakan membawa siswi berusia 16 tahun
itu ''dibersihkan'' dengan mengelupas kaca film yang sebelumnya gelap, pula
bagaimana oknum mesum itu bersembunyi di rumah salah seorang aktivis politik KK
hingga malam tiba. Menghilangnya terduga pelaku antara sekitar pukul 14.00 hingga
20.00 Wita adalah ''golden period'' yang seolah-olah diluputkan oleh polisi.
Periksa saja tuan rumah yang tak pernah
berpikir kediamannya bakal jadi tempat ngumpet terduga cabul. Saya yakin,
sebagai petunjuk, polisi bakal mendapatkan cerita yang mengkonfirmasi kebenaran
terjadinya peristiwa tak senonoh itu. Sebab sedikit-banyak saya tahu profil
penyidik yang menangani kasusnya, saya berkeyakinan ilmu menyidik tingkat dasar
ini khatam mereka kuasai. Tapi mengapa kasusnya malah terulur-ulur dan meleber
kemana-mana?
Di atas penyidik Unit PPA ada Kasat
Reskrim. Dengan berhati-hati dan takut jadi fitnah atau pencemaran nama baik,
barangkali ada baiknya saya menginformasikan pada AKP Anak Agung Gede Wibowo
Sitepu, di setiap percakapan tentang dugaan pencabulan dengan kekerasan oleh oknum
(mantan) Kabid itu, namanya selalu disebut dengan sinisme. Orang-orang yang
dengan cermat mengikuti proses penyidikan kasus ini, bahkan tidak segan lagi
mengatakan, ''Kasat pasti main mata dengan terduga.''
Demi nama baik Satuan Reskrim Polres
Bolmong dan terutama Kasat AKP Anak Agung Gede Wibowo Sitepu, selayaknya polisi
menyeriusi bisik-bisik semacam itu. Sebab, tak ada asap tanpa api. Tidak pula
mungkin polisi melarang publik menafsir perkembangan bakal dilakukannya gelar
perkara kasus dugaan pencabulan itu di Polda Sulut. Bahwa, sebagai sebuah
proses, omong kosong belaka gelar perkara (khusus) ini dilaksanakan karena
Polres Bolmong ingin memastikan kelayakan dan keabsahan penyidikan, saksi, dan
bukti-buktinya.
Dari pengalaman panjang, baik sebagai
terperiksa (untunglah kasus-kasus yang melibatkan saya, dulu, umumnya cuma karena
kenakalan mengorganisasi massa dan unjuk rasa) maupun sebab bergaul dekat
dengan kalangan polisi, gelar perkara (khusus) untuk kasus yang tergolong
mudah, biasanya dilaksanakan karena para ''dewa di tingkat lebih tinggi''
melihat, mendengar, atau mengetahui ada kejanggalan yang terjadi. Dengan kata
lain, ada seseorang dengan wewenang lebih tinggi yang sebenarnya memerintahkan
jajaran Polres Bolmong untuk melaksanakan gelar perkara di Polda Sulut.
Dugaan terbaik saya, jika tak ada gelar
perkara (khusus) itu, skenario yang paling mungkin adalah: tampaknya setelah
penyidikannya diulur-ulur, terduga pelaku diberi privilege seolah sulit disentuh tangan hukum, langkah berikut Reskrim
Polres Bolmong adalah mengumumkan penyidikan perkaranya dihentikan karena
kurang bukti. Atau, penyidikannya dibuat terus-menerus berputar-putar dan
akhirnya masyarakat lupa, media bosan, korban dan keluarganya juga capek lalu
ujung-ujungnya cuma bisa pasrah bongkokan.
Kurang bukti? Jelas tidak! Diulur-ulur?
Pasti. Dengan efektif dan efisien pula, sampai-sampai di hari ke 25 sejak
dilaporkan ke Polres Bolmong perkembangan penyidikannya hampir sesenyap kuburan
di malam Jumat.
Modus ulur-ulur lalu kurang bukti atau
dibiarkan hingga semua orang (termasuk korban) bosan menindaklanjuti, bukan hal
baru di lingkungan Polres Bolmong. Salah satu kasus, berkaitan dengan KDRT
(psikologis), yang setahu saya tak jelas ujung-pangkal penyidikannya adalah
yang melibatkan Sekretaris KNPI KK (ketika itu menduduki jabatan Sekretaris
Panwas KK) saat ini. Benarkah info ini? Kasat AKP Anak Agung Gede Wibowo Sitepu
tentu bisa membenarkan atau sebaliknya membantah tegas dengan bukti
perkembangan hasil penyidikannya, termasuk membeber berapa lama prosesnya
berlangsung.
Masyarakat KK dan BMR umumnya, lebih khusus
lagi kaum perempuan di bawah umur, menaruh harapan besar pada gelar perkara
(khusus) kasus dugaan pencabulan oleh terduga (mantan) Kabid ''gabet'' yang
akan dilaksanakan di Polda Sulut. Mudah-mudahan, karena kasusnya seterang siang
bolong di musim kemarau, harapan ini tidak dikempiskan dengan aneka alasan tak
masuk akal. Kecuali jika polisi lebih suka orang banyak mulai memilih hukum
rimba ketimbang hukum formal.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
AKP: Ajun Komisaris Polisi; ASN:
Aparatur Sipil Negara; BMR: Bolaang
Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang
Mongondow; Kabid: Kepala Bidang; Kapolri: Kepala Kepolisian Republik
Indonesia; Kasat: Kepala Satuan; KDRT: Kekerasan Dalam Rumah Tangga; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia;
Panwas: Panitia Pengawas (Pemilihan
Umum); Pemkot: Pemerintah Kota; Polda: Kepolisian Daerah; Polres: Kepolisian Resor; PPA: Perlindungan Perempuan dan Anak; PSG: Praktik Sistem Ganda; PU: Pekerjaan Umum; Reskrim: Reserse Kriminal; SD: Sekolah Dasar; SMP: Sekolah Menengah Pertama; Sulut:
Sulawesi Utara; dan Wita: Waktu
Indonesia Tengah