TEPAT jeda makan siang, Selasa, 13 Desember 2016, WA saya menerima dua
foto yang dapat ditafsir dengan sejuta makna. Sebuah foto, kata ungkapan yang
kerap kita dengar, bisa mewakili ekspresi ribuan kata. Dua foto tentu lebih
banyak lagi.
Foto pertama menunjukkan Walikota KK,
Tatong Bara, dan Bupati Boltim, Sehan Landjar, berpegangan tangan di depan
Ruang Mapalus, Kantor Gubernur Sulut. Yang lain, masih dengan bergenggam
tangan, keduanya berpose sembari mengacungan jempol. Momen ini memang pantas
disebar, apalagi mengingat belakangan, sejak Muswil PAN Sulut, kabar-kabar yang
bersiliweran menyebut hubungan (politik dan sosial) Tatong dan Eyang tengah deman
tinggi dan diguncang meriang.
Pokoknya, kata ''tukang antar cirita''
dan''ahlul gosip'', kedua pemimpin daerah di BMR ini sedang baku feyem. Bisik-bisik ini kian sedap digosok karena di
Pilkada Bolmong 2017 Walikota dan Bupati yang sama-sama berasal dari PAN ini
bertolak pilihan. Tatong mendukung pasangan YSM-YRT, Eyang gigih mengusung
SBM-JT. Ditambah lagi, di suksesi DPD PAN KK konon Eyang pro Wawali Djanuddin
Damopolii yang ''katanya'' bakal jadi pesaing Tatong Bara di Pilwako 2018
mendatang.
Mundur ke belakangan, di Pilkada Boltim
2015 lalu, Tatong yang ketika itu masih Ketua DPW PAN Sulut terang-terangan
tidak berdiri di depan atau belakangan pasangan Sehan Landjar-Rusdi Gumalangit
yang diusung partainya. Dia bersikukuh menyokong duet Sachrul Mamonto-Medy
Lensun. Perbedaan politik tajam ini dikompromikan dengan alasan kedua cabup
sama-sama berasal dari PAN. Eyang adalah kader PAN yang direstui partai,
demikian pula Sachrul yang tak lain Ketua DPD PAN Boltim tetapi diusung oleh
partai lain.
Setelah sekian lama dihuru-hara persepsi
berseberangan pilihan politik, seolah keduanya memang berseteru berat, dua foto
itu sungguh jadi kenyataan mengejutkan; sekaligus menyejukkan. Pose keduanya,
yang saya tahu kemudian terjadi berkaitan dengan penyerahan DIPA oleh Gubernur
Sulut, Olly Dondokambey, pasti tidak dibuat-buat. Bukan sekadar konsumsi pemuas
ghirah para penggosip politik.
Tersebab itu, dua foto yang saya terima
tampaknya perlu dicermati. Bagi saya pribadi, yang langsung menyedot perhatian
adalah tampilan Eyang yang telah beberapa bulan tak saya sua. Sedianya, ketika
berada di Kotamobagu pada November lalu, saya berniat pulang ke Manado lewat
Boltim dan mampir ke kediamannya. Sekadar berkagen-kangen dengan seorang kawan
(Eyang selalu kawan yang menyenangkan, dalam kesepahaman atau
ketidaksepahaman), menyesap kopi dan berbual-bual. Sayang, karena mendapat
panggilan mendesak agar segera kembali ke Jakarta, saya terpaksa mengurungkan
niat ini.
Di foto-foto itu, yang diambil dengan angle agak menyamping, saya lihat Eyang
maju pesat. Dia kini ''puti'' atawa puru
tinggi. Mengejutkan benar, sebab terakhir kali kami bertemu dia masih sosok
yang terjaga vitalitasnya, gempal tanpa lemak berlebih, dan yang terpenting:
perutnya tak kalah dengan kaum muda usia sebelum 30-an. Memang bukan perut six pack, tapi paling tidak bukan family pack-lah. Eyang di akhir 2016
yang saya lihat di foto itu memang tetap punya senyum lebar, lengkap dengan
kumis dan jenggot andalan, tetapi lebih chubby.
Ah, ''puti''-nya Eyang kelihatannya adalah bagian dari simbol kemakmuran dan
kemapanan.
Perhatian kedua saya adalah tangan Tatong
dan Eyang yang saling menggenggam. Ini tentu petanda mereka menegaskan, ''Lihat
saja, tidak ada perseteruan di antara kami. Kalian saja yang doyang
menduga-duga dan berspekulasi.'' Bahwa kemungkinan ada jari-jari yang sudah
kram karena terlampau kuat digenggam untuk menyalurkan kejengkelan, setidaknya
saat ini belum ada laporan tindak pidana kekerasan yang dilayangkan salah satu
di antara mereke ke Polda Sulut atau Polres Bolmong. Saya yakin, saling
menggenggam antara Walikota KK dan Bupati Boltim itu jauh dari perkara
sebagaimana yang kini menjerat mantan Kabid di Dinas PU yang juga sudah
dimantankan sebagai Ketua KNPI KK.
Tak dapat dipungkiri, genggaman tangan itu
yang memang jadi atensi utama kebanyakan orang. Termasuk dijadikan BB Picture oleh seorang kawan, wartawan
di KK, yang hari itu kebetulan sedang chat dengan saya. Dan tak lama setelah
menerima dua foto itu, WA dan BBM saya menerima kiriman gambar yang sama dari
sejumlah orang, lengkap dengan aneka komentar. Ada yang menulis, ''Lia kua' Eyang pe tangan. Pe kuat skali depe
ba pegang.''; ada yang bilang, ''Ada
yang sampe di rumah mo dapa veto deng dapa cubit.''; atau, ''So baku bae dang? So riki baku pegang
tangan bagini, masak mo bakalae lei?''
Foto memang mampu mewakili ribuan kata.
Termasuk kata-kata yang mengungkapkan perasaan senang, bahagia, sedih, marah,
bahkan cemburu. Olehnya, saya tidak pula heran membaca salah satu komentar yang
menyertai foto pose Tatong dan Eyang bergenggam tangan sembari mengacungkan
jempol, yang bilang, ''Adoh, Eyang,
bekeng cemburu do' itu tangan kang.'' Saya tak hendak memberi tafsir apapun
terhadap komentar ini, tetapi jika dipikir-pikir, genggaman tangan dua pimpinan
daerah itu memang bikin cemburu mereka yang merasa perlu cemburu. Ehemmmm,
apapun alasan cemburu itu.
Untung saya tak berada di barisan mereka
yang melihat pose Walikota KK dan Bupati Boltim itu dengan dag-dig-dug cemburu.
Tatong adalah kerabat dekat dari sisi Ayah, Eyang teman--yang secara pribadi
saya klaim--akrab, pula saya sedang tak kepingin pulang ke rumah dan mendapat
semprotan disertai mata melotot, ''Soing!''
Saya memaknai foto-foto itu mewakili momen
yang diharapkan oleh masyarakat BMR serta--lebih terkhusus--warga PAN di Sulut.
Dua politikus ini, yang sama-sama kader elite PAN, pantas guyup dan seling
menyokong, karena dengan begitu mereka mampu memberikan kontribusi terbaiknya.
Bahkan, syukur-syukur saling genggam di Kantor Gubernur Sulut berlanjut dengan
dukungan yang sama di Pilkada Bolmong, kemudian selesainya masalahnya di DPD
PAN KK, lalu ada gebrakan kersama KK-Boltim yang diinisiasi keduanya.
Bahwa hingga tulisan ini diunggah masih ada
yang penasaran dengan urusan genggaman tangan dua pemimpin daerah itu, saya dengan takzim
menyarankan, ''Bagaimana jika ditanyakan langsung ke Eyang?'' Saya kira, Eyang
pasti akan senyum-senyum dan ber-ha ha-hi hi saja. Percayalah, itu genggaman
rekonsiliasi. Sebab Eyang, setahu saya, sebagaimana yang selalu dia katakan,
masih tetap lebih berani terhadap KPK ketimbang KUA.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
BB: BlackBerry; BBM: BlackBerry
Messenger; BMR: Bolaang Mongondow
Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Cabup: Calon Bupati; DIPA: Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran;
DPD: Dewan Pimpinan Daerah; DPW: Dewan Pengurus Wilayah; Kabid: Kepala Bidang; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia;
KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi; KUA: Kantor Urusan Agama; Muswil: Musyawarah Wilayah; PAN: Partai Amanat Nasional; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; Pilwako: Pemilihan Walikota (dan Wakil
Walikota); Polda: Kepolisian Daerah;
Polres: Kepolisian Resor; PU: Pekerjaan Umum; SBM-JT: Salihi Bue Mokodongan-Jefri
Tumelap; Sulut: Sulawesi Utara; WA: WhatsApp; Wawali: Wakil Walikota; dan YSM-YRT:
Yasti Soepredjo Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk.