PASANGAN Cabup-Cawabup Bolmong, SBM-JT, menggelar kampanye dialogis di
Lolak, Sabtu, 10 Desember 2016. Saya tidak paham benar apa pengertian
''kampanye dialogis'' menurut KPU. Tapi, tampaknya, kurang-lebih adalah kampanye
berbentuk percakapan langsung dan terbuka, dialog antara paslon dan
konsituennya.
Merujuk pengertian seperti itu, baik
Cabup-Cawabup maupun pendukung dan simpatisan yang menghadiri kampanye,dipastikan
datang dengan membawa dua hal penting: kepala dan isinya serta--tentu
saja--mulut yang siap bicara. Tidak menyiapkan dua ''alat vital'' ini ke
kampanye dialogis sama dengan ke kantor membawa pancing dan umpan, alih-alih
pulpen dan pensil.
Sebab esensinya yang sangat mengandung
kecerdasan, saya membayangkan kampanye model ini sarat lalu lintas dan
pertukaran ide. Para pesertanya, sekalipun barangkali bertampang seram lengkap
dengan tato, bakal mempertentangkan, menolak, atau mendukung ide dan isu dengan
kata dan kalimat. Mungkin ada suara tinggi, bentakan, atau (jika perlu dan demi
ekspresi) sedikit mengebrak meja selama forum berlangsung. Yang jelas, otot dan
kepalan, terlebih batu, kayu, dan benda tajam, untuk sementara ditinggalkan dan
disimpan rapat-rapat dulu.
Usai bertukar ide dan isu, pengampanye dan
hadirin bakal bubar dengan otak yang dipenuhi aneka pikiran. Orang sangat
pintar dan cerdas pun membutuhkan waktu memproses aneka informasi dan
pernyataan, apalagi janji bagi kemaslahatannya, sebagaimana yang biasa diumbar
di kampanye politik. Bila semua yang terlibat dalam kampanye dialogis datang
dengan kandungan niat demikian, bakal tak terlintas pikiran apapun kecuali
menginternalisasi dan menimbang-nimbang kembali apa yang telah didialogkan.
Namun, kampanye dialogis SBM-JT akhir pekan
lalu itu diakhiri kehebohan berkualitas sampah: penyerangan terhadap posko dan
pengerusakan rumah pendukung lawan politik. Penyebabnya, tulis kroniktotabuan.com (https://kroniktotabuan.com/uncategorized/rusak-posko-ysm-yrt-delapan-pendukung-sbm-jitu-diringkus-polisi)
mengutip Kasubag Humas Polres Bolmong, AKP Saiful Tamu, sepele belaka: saling
ejek saat pendukung SBM-JT melintas di depan posko tim pemenangan YSM-YRT yang
memang berdekatan dengan lokasi kampanye dialogis.
Sindir-menyindir, ejek-mengejek, saling
mengecilkan dan menjatuhkan, bahkan menghina lawan yang berbeda pilihan, galib
belaka dalam kompetisi politik. Hampir sepanjang 2016 dunia disuguhi bagaimana
brutalnya persaingan antara kandidat Presiden AS, Donald Trump dan Hillary
Clinton, yang saling menyerang hingga ke tingkat caci-maki. Demikian pula
dengan Pilgub di DKI Jakarta yang riuhnya hingga masuk ke ranah religiusitas.
Dua fenomena pro-kontra politik ini paling mudah diikuti di media sosial, yang
jika disesap dengan hati panas mudah mendorong pihak-pihak berseberangan saling
mengasah dan menghunus golok.
Politik yang keterlaluan, terlebih
melibatkan terlampau banyak perasaan (baper
kata orang muda zaman ini), mudah tergelincir menjadi ketidakwarasan dan
anarki. Bukan pelajaran tentang bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
ditaui, melainkan panen rusuh dan luluh-lantak.
Karena terlampau banyak duga-duga dan
spekulasi, umum tak tahu pasti apa yang terjadi setelah episode saling ejek
kemudian berlangsungnya kampanye dialogis SBM-JT. Yang jelas, sesaat setelah
forum usai, pendukung paslon ini mengamuk, melempari posko tim pemenangan, dan
mengacak-ngacak kediaman salah satu pendukung YSM-YRT. Rupanya memang ada yang
hadir tampa membawa isi kepala dan mulut yang siap bicara, melainkan
semata-mata menjinjing batu, otak kosong, dan otot.
Sasarannya gaduh adalah posko dan tim
pemenangan YSM-YRT, juga kediaman Tenges Tuerah (masyarakat Lolak menyapa dia
dengan panggilan Ko’ Teheng) yang memang dikenal sebagai salah seorang
pendukung gigih pasangan ini. Dari foto-foto yang diunggah totabuanews.com, Selasa, 12 Desember 2016 (https://totabuanews.com/2016/12/tim-buser-polres-bolmong-ringkus-pelaku-pengrusakan-rumah-tim-pemenangan-yasti-yanny)
saya bisa melihat bagaimana kondisi rumah yang diobrak-abrik itu. Hampir tak
dapat dibedakan dengan tempat yang habis dijarah.
Rusuh selesai, korban jatuh, aset rusak,
dan polisi meringkus delapan orang yang diduga terlibat dan punya peran
penting. Mereka masih diproses, demikian kata berita, lengkap dengan
(lagi-lagi) dugaan dan teori bahwa massa bergerak tidak sekadar akibat saling
ejek. Ada provokasi terencana yang mendorong orang-orang melampiaskan amuknya.
Mantan konsultan politik SBM di Pilkada 2011 yang kini berada di kubu YSM-YRT,
Ismail Dahab, sebagaimana dinukil totabuanews.com, Minggu, 11 Desember 2016 (https://totabuanews.com/2016/12/lolak-memanas-rumah-tim-pemenangan-yasti-yanny-nyaris-dibakar)
bahkan menduga tindakan anarkis itu terjadi karena ada perintah.
Dugaan itu masuk akal. Maka wajar bila
pihak YSM-YRT menganggap Polres Bolmong dan Panwas perlu memanggil SBM-JT karena
pelaku rusuh adalah pendukung mereka. Kejadiannya juga meletus sesaat setelah
kampanye dialogis yang digelar pasangan ini.
Disentuh-tidaknya pasangan itu, kita
serahkan pada polisi dan Panwas. Bagi saya (barangkali juga umum yang waras dan
damai), secara politik peristiwanya justru sangat merugikan SBM-JT. Terlebih,
bukannya menyatakan bertanggung jawab, tim kampanye paslon ini buru-buru cuci
tangan seperti yang disampaikan Kadir Mangkat dan dipublikasi totabuanews.com, Minggu, 11 Desember
2016 (https://totabuanews.com/2016/12/kadir-mangkat-sebut-kericuhan-lolak-diluar-kendali-tim-sbm-jitu),
''Gerakan masa tersebut di luar kendali
kami, dan sangat tidak elok jika seorang konsultan tim pemenangan kemudian
langsung mengeluarkan stetmen dugaan tuduhan, apa lagi sudah menyebutkan nama
kandidat.''
Pernyataan Kadir Mangkat, yang kenyang
asam-garam politik di Bolmong (Ketua DPRD Bolmong 2009-2014 dan Wakil Ketua
2014-2019) ini, menambah panjang daftar lelucon politikus di daerah ini. Tanpa
bermaksud membela siapapun, menurut hemat saya, dugaan (totabuanews.com juga menggunakan kata ini) elok-elok saja. Bukankah
yang mengamuk adalah pendukung SBM-JT, bukan massa yang mendadak muncul begitu
saja.
Lagi pula, kalau peristiwa itu sekadar
kejadian spontan, para perusuh cukup menyerang posko tim pemenangan YSM-YRT
yang memang berdekatan dengan tempat dilaksanakan kampanye dan dilewati peserta
dialog. Dengan merusak kediaman Tenges Tuerah yang berada di bagian lain
wilayah Lolak, orang banyak tak dapat meluputkan pikiran: aksi brutal itu
direncanakan dan memang sejak mula telah menyasar tempat dan orang-orang
tertentu.
Sekali lagi, biarlah polisi dan Panwas yang
mengusut dan membeber jika ada konspirasi di balik rusuh pendukung SBM-JT itu. Bagi
para konstituen, menurut saya, peristiwanya dapat menjadi tanda awas: kompetisi
politik memang membolehkan segala cara dan trik digunakan untuk menang. Namun,
pengalaman juga mengajarkan, ketika kekerasan terlibat, yang menggunakan
biasanya hanya politikus yang jauh-jauh hari sudah mencium kekalahannya. Dia
menjadi cara merusak fairness atau
bahkan tabungan alasan bila teryata benar-benar tersungkur.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
AKP: Ajun Komisaris Polisi; AS:
Amerika Serikat; Baper: Bawa
Perasaan; Bolmong: Bolaang Mongondow;
Cabup: Calon Bupati; Cawabup: Calon Wakil Bupati; DKI: Daerah Khusus Ibukota; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Humas: Hubungan Masyarakat; KPU: Komisi Pemilihan Umum; Panwas: Panitia Pengawas; Paslon: Pasangan Calon; Pilgub: Pemilihan Gubernur; Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah; Polres: Kepolisian Resor; Posko: Pos Komando; SBM-JT: Salihi Bue Mokodongan-Jefri
Tumelap; dan YSM-YRT: Yasti
Soepredjo Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk.