BIASANYA saya mudah naik darah jika dicaci di belakang punggung, terutama di
media sosial semacam fb. Terbiasa dengan komputer sejak tahun ketiga kuliah
(saya tahu, di masa itu orangtua saya mesti susah payah menabung demi
anak-anaknya bisa punya perangkat canggih ini), kemudian Internet, saya--juga
adik-adik--menggunakan teknologi ini untuk hal-hal serius. Dan fb tidak masuk
salah satu kategori ini.
Tak ber-fb (demikian pula twitter, Path,
dan sejenisnya) membuat saya mengandalkan kebaikan kawan dan kerabat supaya
tetap kekinian, tak ketinggalan gosip-gosip yang lalu lalang. Untunglah selalu
ada orang baik yang meng-capture,
mem-forward, bahkan mengirimkan dalam
bentuk tercetak hal-hal yang dianggap serius dan menarik dari media sosial.
Terlebih yang secara langsung terkait tulisan-tulisan di Kronik Mongondow.
Omong Kosong Praduga Tak Bersalah KNPI KK yang saya unggah di blog ini, Minggu, 4 Desember 2016, misalnya. Tulisan
ini ternyata mengundang reaksi yang mencaci dan merendahkan saya, termasuk dengan
sebutan sese', dari Sekretaris KNPI
KK, Hendra Manggopa, di akun fb-nya. Status emosional yang bahkan menyatakan
saya bukanlah siapa-siapa saat berada di usia seperti dia, mengundang banyak
komentar, antaranya sebutan ''jongos'' di perusahaan asing.
Dalam
sekejap saya menerima capture status
fb itu dan komentar-komentar yang mengikutinya dari tak kurang 21 orang. Jumlah
yang kurang lebih sama juga saya terima
berkenaan dengan sesumbar Audy Kerap (yang tampaknya tetap bodoh dan tak
kapok-kapok) berkaitan dengan pengungkapan bahwa sejumlah media dan wartawan di
BMR makan sogok agar tak memberitakan dugaan cabul oknum Kabid di Dinas PU yang
juga Ketua KNPI KK.
Menyimak
lalu lintas status dan komentar di fb itu, saya justru merasa lucu dan kasihan
pada mereka yang jadi hatter. Saya ingin mulai dari Hendra Manggopa. Tuan
Sekretaris KNPI KK, saya akui, Anda sepenuhnya benar: sejauh ini, sebagai
pribadi yang tidak risau dianggap bukan apa-apa di Mongondow, satu-satunya
sumbangsih saya terhadap tanah kelahiran adalah tidak merepotkan daerah ini.
Tidak berusaha cari jabatan, popularitas, bahkan cari makan dari Mongondow.
Sejak mulai belajar mandiri di masa kuliah, saya hampir sepenuhnya hidup dari
tanah orang lain.
Anda juga
benar, wahai Yang Mulia Sekretaris KNPI KK. Di usia seperti Anda saat ini, saya
bukan siapa-siapa di Mongondow. Memang sese'.
Sebab, saat itu saya lebih asyik mengelilingi empat benua, hidup berpindah dari
satu negara ke negara lain. Jika tidak karena pekerjaan, maka demi belajar
sebab tempat di mana saya ''berjongos''mengharamkan para profesionalnya punya
otak tumpul dan nir kompetensi. Makanya, di usia seperti Anda, jangankan jadi
Sekretaris KNPI tingkat kota, sekadar anggota pun tampaknya saya sama sekali
tak pantas.
Muasalnya
sederhana: saya tidak biasa menjilat pantat orang sekadar demi punya jabatan.
Apalagi menempelkan lidah di bokong seorang ketua yang kini diancam masuk
kerangkeng karena mesum terhadap anak di bawah umur, supaya bisa menyandang
jabatan keren Sekretaris KNPI. Saya tidak mampu jadi maling uang negara dan
harus terlibat TGR. Tidak pula kuasa menganiaya istri (terlebih anak) hingga
harus terjerat kasus KDRT yang hingga saat ini prosesnya masih menggantung.
Sungguh,
Yang Hebat Tuan Hendra Manggopa, saya memang bukan siapa-siapa. Butul-butul sese', sebab cuma mengkritik dan mencaci segala yang
tidak benar di Mongondow lewat blog
ini. Orang seperti Andalah yang patut diacungi jempol, terutama karena di
jabatan seperti Sekretaris KNPI KK tetap tak bisa membedakan mana urusan publik
dan yang personal. Kritik yang saya tuliskan karena Anda bicara atas nama
Sekretaris KNPI KK, yang isinya ternyata cuma omong kosong. Jika Anda kemudian
menyerang saya pribadi, itulah kehebatan yang patut diberi pujian tinggi:
bahkan mempertontonkan kepandiran pun kalian lakukan tanpa malu-malu.
Saya yang
sese' ini juga harus mengakui pada
pengomentar status fb Anda, benar adanya selama hampir 20 tahun terakhir saya
adalah ''jongos'' yang pindah dari satu korporasi global ke korporasi
internasional yang lain. Tapi bukankah kita, yang masih bekerja untuk pihak
lain (tak peduli itu orang, lembaga pemerintah, atau swasta), punya status yang
sama: jongos. Bedanya, barangkali, saya jongos premium kelas internasional
dengan jabatan Manajer, GM, bahkan tim Executive
Management, sementara kalian cuma jongos kelas kampung yang sibuk
menjilat-jilat pantat yang punya kuasa (politik dan birokrasi) dan
menghiba-hiba demi jabatan dan prestis.
Mengingat
kita ternyata sama sese' dan jongos
belaka, maka mari saling menghormati dengan memilah mana ruang dan pernyataan
publik; mana yang private dan personal.
Janganlah membikin diri kalian pada akhirnya cuma orang-orang menyedihkan, yang
sebab jabatan dan ikutannya, jadi tak punya harga diri dan kehormatan.
Walau
diper-sese', diper-jongos, bahkan
eksplisit dan implisit diancam pernyataan-pernyataan tong kosong seperti yang
dilakukan Audy Kerap (di lalu lintas komentar karena unggahan Ando Lobud), saya
tidak akan marah. Saya justru kian kasihan pada kalian, terutama orang seperti
Audy Kerap. Sekadar informasi, beberapa minggu yang lalu saya sudah ke Polda
Sulut, sedianya melaporkan yang bersangkutan.
Apa yang
terjadi? Saya justru terlibat diskusi seru dengan Unit Cyber Crime, mendadah
macam-macam kasus dan kejadian, termasuk diingatkan bahwa: jika saya serius
menuntut yang bersangkutan, alangkah sengsara nasibnya. Saya serius, karenanya
juga berhati-hati dan setuju dengan aparat berwajib dan berwenang, bahwa
langkah-langkah yang tepat sangat efektif dan meremukkan hanya dengan sekali
pukul.
Untuk
itu, Saudara Audy, ketimbang Anda mengancam-ngancam di media sosial, kumpulkan
saja segala yang mungkin akan dituntutkan ke saya. Cuma harap diingat: saya
sama sekali tidak takut diancam fisik, ditakut-takuti dengan laporan polisi,
apalagi sekadar provakasi bohong-bohongan. Anda yang cuma berputar-putar di
Sulut bisa mengaku punya nyali, masak saya yang Alhamdulillah sudah kesasar dan
hidup di daerah-daerah bergolak dan perang, harus hilang keberanian?
Nikmat
betul menjadi sese' di tanah
kelahiran dan jongos internasional, karena dengan begitu saya berhasil
meluaskan perkawanan, menimba banyak pengetahuan dan pengalaman, juga mengasah
nyali agar tak mudah kendor dan gentar. Termasuk tak peduli jika akhirnya cuma
saya seorang yang tetap mengkritisi, mengkritik, dan mencaci segala hak publik di
Mongondow yang dibengkokkan, dimanipulasi, atau dijarah oleh para oknum bejad.
Saya
sadar betul, hewan buas yang ditakuti dan jadi penguasa belantara adalah
binatang soliter. Untuk Mongondow yang saya cintai sepenuh hati, telah lama
saya menerima kemungkinan kesendirian dan sepenuhnya waras memilih jadi
binatang buas itu.***
Singkatan dan Istilah yang Digunakan:
BMR: Bolaang Mongondow Raya; fb: Facebook;
GM: General Manager; Kabid: Kepala Bidang; KDRT: Kekerasan
Dalam Rumah Tangga; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional
Pemuda Indonesia; Polda: Kepolisian Daerah; PU: Pekerjaan Umum; Sulut:
Sulawesi Utara; dan TGR: Tuntutan Ganti Rugi.