SERAPAH terhadap
PLN, Minggu malam (6 April 2014), menjejali status BBM kawan dan kerabat yang
bermukim di Kotamobagu. Pemadaman listrik memang memuakkan, terlebih bila
dilakukan tak kenal waktu, mirip datang dan perginya diare. Lebih celaka lagi, layanan
yang kian kerap bikin mulas ini juga monopolistik.
Berurusan dengan BUMN yang oleh PP No 17/1972 ditetapkan
sebagai PKUK ini tidak pernah menjadi pengalaman manis. Hampir 10 tahun silam,
saat membangun rumah di Manado, kendati jaraknya hanya beberapa puluh meter
dari jaringan distribusi terdekat, saya harus menyediakan tiang sendiri.
Baiklah, demi kebutuhan, tiang listrik dibeli dan ditegakkan. Demikian pula
kabel jaringannya. Rumah saya, tetangga depan dan samping, bersama-sama
menggunakan tiang dan jaringan itu.
Selang beberapa waktu, saya merasa cahaya lampu-lampu yang
dipasang tidak secerah biasanya. Ternyata, jaringan yang sedianya hanya untuk
beberapa rumah, sudah diteruskan ke seberang dan beranak-pinak. Beban kabel
menjadi lebih berat dan akhirnya di satu hari (kebetulan saya sedang berada di
Manado), api berkobar di ujung tiang. Kabel yang kelelahan terbakar. Daya
listrik putus dan saya terpaksa dengan sabar menunggu petugas datang
memperbaiki.
Tersebab pernah duduk di bangku FT, saya tahu bahayanya
kabel yang dibebani berlebihan. Alternatif terbaik, juga demi harmonisnya hubungan
sosial dengan sekeliling, saya membayar lagi satu tarikan kabel tersendiri.
Hasilnya, beberapa saat lampu-lampu di rumah saya di Manado lebih cerah,
sebelum akhirnya kusam lagi karena petugas bedebah lainnya menggunakan jaringan
itu dan menganak-pinakkan lagi ke bagian pemukiman yang lain.
Terkutuklah PLN dengan sagala ulahnya. Dan saya, sebagaimana
kebanyakan khalayak pengguna fasilitas publik yang dimonopoli negara, hanya
bisa berdoa: Semoga Yang Maha Esa memaafkan mulut yang tak kuat menahan derasan
caci-maki ini.
Ihwal pemadaman, jangan ditanya lagi. Tidak di rumah
orangtua di KK, di kediaman sendiri di Manado, pindah ke Balikpapan, kemudian
Jakarta, listrik padam adalah hal biasa. Di saat-saat tertentu, bulan Ramadhan
atau Desember (khususnya menjelang Natal dan Tahun Baru) misalnya, justru
mengundang heran bila pasokan listrik PLN sehat wal-afiat. Sama menakjubkannya
dengan membaca maklumat pemadaman listrik di media cetak. Biasanya, PLN
melakukan aksinya tanpa ba-bi-bu. Kalau tiba-tiba didahului pengumuman, patut
diduga pimpinannya mungkin sedang demam tinggi.
Pelanggan adalah obyek empuk buat PLN. Anda terlambat
membayar kewajiban, apalagi menunggak, pinalti siaga menanti. Bila petugas
sudah berada di depan pintu, silahkan pontang-panting melunasi kewajiban
seketika. Jika tidak, bukan hanya layanan daya listrik yang dipotong, bahkan
meterannya pun dibongkar dan diangkut.
Dalam hal menuntut hak, PLN memang tiada duanya. Perusahaan
yang semestinya berusia lebih tua (diurut dari zaman Belanda) dari Republik
Indonesia ini, tampaknya cuma khatam soal hak dan sebaliknya tak pernah sungguh
menyeriusi pelaksanaan kewajibannya.
Degradasi layanan PLN konsisten menurun lebih 20 tahun
terakhir. Banyak alasan yang dikemukakan. Tingginya permintaan ketimbangan
ketersediaan pasokan daya; sulitnya modernisasi dan penambahan pembangkit;
seretnya suplai energi untuk pembangkit (gas, batubara, dan sebagainya), hingga
inkompetensi dan korupsi pada pengurusnya.
Ditunjuknya Dahlan Iskan sebagai Dirut PLN (sebelum
dipromosi menjadi Menteri BUMN) sempat membawa harapan. Didukung pemberitaan
massif kelompok media miliknya, PLN dicitrakan bersigegas mengejar aneka
ketinggalan. Macam-macam inisiatif ambisius ditiupkan ke tengah publik,
termasuk membangun pembangkit-pembangkit baru dengan mesin –nah, ini dia—yang
didatangkan dari Cina. Seingat saya, alasan penggunaan mesin dari Cina ini
antaranya karena dianggap cocok dengan kebutuhan Indonesia, murah, dan
pengerjaan secepat kilat.
Sudah sampai di mana ambisi menyediakan listrik bebas
pemadaman itu? Warga KK khususnya dan Bolmong Raya umumnya, mari sama-sama
tersenyum. Aliran listrik tetap ‘’mati-mati ayam’’; Dahlan Iskan sudah jadi
Menteri BUMN (yang kekuasaannya termasuk mengurusi PLN); mesin-mesin pembangkit
dari Cina ‘’konon’’ kerap bermasalah; PLN ditelisik dugaan korupsi oleh KPK
(salah satu kasusnya melibatkan anggota DPR RI dari PDIP yang kini dalam proses
sidang Tipikor); dan segala yang menyebalkan yang mampu Anda temukan tiap hari
di media massa.
Kabar baiknya, PLN bukan satu-satunya layanan umum (monopoli
negara pula) yang brengseknya minta ampun. Telepon, transportasi, air bersih,
sampah, dan sebutkan semua yang terlintas di kepala; maka daftar panjang
kutukan tak cukup mengakomodasi akumulasi keluh-kesah. Coba saja ajukan
keberatan lewat layanan online, Anda
pasti tersesat ke belantara birokrasi dan diping-pong hingga capek dan merana.
Menyambangi loket keluhan, yang umumnya dijaga petugas sinis, mahal senyum, dan
lebih cocok jadi pawang buaya atau macan, lebih menjadi provokasi emosi
ketimbang solusi.
Layanan Telkom yang dianggap lebih baik dibanding yang lain,
misalnya, masih sebatas iklan dan pencitraan. Di rumah saya (lagi-lagi) di
Manado, selain digunakan sebagai alat komunikasi konvensional, telepon tetap (fixed line) dari Telkom juga dilengkapi
layanan Speedy. Sejak terpasang hingga tulisan ini dibuat, layanan koneksi ke
dunia maya ini bekerja sempurna sebagai aksesoris ruangan: Betul-betul
sangat ‘’maya’’.
Keluhan dan komplein? Sudah dilakukan dengan berbagai cara.
Yang belum tinggal membawa preman dan parang untuk mengobrat-abrik Kantor
Telkom; atau membakar sesaji, mengundang jin dan hantu belau turun tangan.
Siapa tahu ada di antara makluk tak kasat mata ini yang punya keterampilan
teknik dan sudi urun-rembuk menyelesaikan kerja acak-acak dan tak profesional
Telkom.
Pembaca, demi kenyamanan bathin dan menghindari tuduhan
mengobarkan kebencian, kita sudahi urusan kebiadaban layanan umum ini. Toh, seperti yang kerap jadi pelipur
lara, dibanding negara-negara yang tidak punya listrik, kita masih beruntung
sekalipun layanannya byar-pet. Ketimbang tak punya telepon, air bersih, atau
layanan sampah; kita patut beryukur kendati setiap hari mesti rajin mengurut
dada.***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
BBM: BlackBerry
Messenger; Bolmong: Bolaang
Mongondow; BUMN: Badan Usaha Milik
Negara; DPR: Dewan perwakilan Rakyat;
FT: Fakultas Teknik; KK: Kota Kotamobagu; KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi; PDIP: Parati Demokrasi Indonesia
Perjuangan; PKUK: Pemegang Kuasa
Usaha Ketenagalistrikan; PLN:
Perusahaan Listrik Negara; PP:
Peraturan Pemerintah; RI: Republik
Indonesia; Sulut: Sulawesi Utara;
dan Tipikor: Tindak Pidana Korupsi.