MELETUPLAH tawa
tatkala saya membaca Kontraonline, Sabtu
(27 Juli 2013), PA KPA dan PPTK Serta
seluruh Anggota DPRD Boltim Resmi Jadi Tersangka Kasus Korupsi Anggaran Ma-Mi
(http://kontraonline.com/13129/pa-kpa-dan-pptk-serta-seluruh-anggota-dprd-boltim-resmi-jadi-tersangka-kasus-korupsi-anggaran-ma-mi/).
Dari judul berita, kita semua mahfum, 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Bolaang Mongondow Timur (Boltim) kini kebat-kebit menyambut datangnya gelar
narapidana.
Buru-buru saya menggali-gali ingatan apakah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Boltim pernah terdengar mencantumkan
pembangunan rumah tahanan (Rutan) atau sejenisnya. Untunglah, setidaknya hingga
tulisan ini dibuat, kabupaten ini belum berencana membangun ‘’pedepokan’’
pelanggar hukum di wilayahnya. Sebab tidak tertutup kemungkinan para penghuni pertama
justru adalah seluruh anggota DPR dan aparat birokrat terasnya.
Dibanding DPR lain di Mongondow, anggota dewan yang
terhormat di Boltim memang paling meriah dalam segala hal. Ada-ada saja
pelanggaran hukum yang mendadak menyedot perhatian orang banyak yang mereka
lakukan. Terlibat narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba), tertangkap
masyuk di hotel bukan dengan pasangan resmi, materai palsu, dan kini menelikung
anggaran makan-minum (Ma-Mi). Selain hiperaktif dan lucu-lucu, dalam kasus
Ma-Mi anggota DPR Boltim ternyata masuk kategori kaum dhuafa.
Ya! Kasus Ma-Mi, menurut Kontraonline,
melibatkan 23 tersangka dengan kerugian negara sekitar Rp 184 juta rupiah. Uang
sejumlah ini, dibagi rata untuk 20 anggota dewan yang terhormat serta tiga
tersangka lain yang terlibat, per kepala masing-masing mengantongi Rp 8 juta.
Untuk kebanyakan warga masyarakat di Boltim, Rp 8 juta sungguh nilai yang
sangat berarti. Tapi anggota DPR, yang selain menerima gaji, tunjangan ini-itu,
Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), dan lain sebagainya, Rp 8 juta ‘’mungkin’’
sekadar uang kopi tiga bulanan saat menyambangi konstituen.
Didudukkannya seluruh anggota DPR Boltim sebagai tersangka
dengan nilai dugaan penyelewengan yang relatif tak signifikan itu, mungkin
perlu dicatatkan ke Meseum Rekor Indonesia (MURI). Setidaknya, menurut
pengetahuan saya, mereka berhasil memecahkan rekor sebagai DPR ‘’tercemen’’ di
Indonesia dalam soal korupsi, dibanding tersangka (atau terpidana) korupsi yang
juga anggota DPR di negeri ini, yang nilainya berbunyi ratusan juta hingga
miliar per orang.
Simpulan saya, tampaknya gaji dan hak-hak lain di DPR Boltim
tidak memadai hingga mereka berjamaah menjadikan dana Ma-Mi tak sesuai
peruntukkan. Ujungnya, terjerumuslah ke jerat pidana.
Tersebab itu, warga Boltim –termasuk para dhuafa yang
sesungguhnya—mesti prihatin dan kian mengetatkan ikat pinggang demi
menyelamatkan harkat dan martabat seluruh masyarakat. Bukankah sungguh
memalukan bila anggota DPR yang seharusnya berkonsentrasi mengurusi hajat hidup
orang banyak, ternyata setiap hari mesti bersilat dan bersiasat agar mampu
mencukupi kebutuhannya, termasuk terpaksa melakukan sulap-menyulap anggaran
Ma-Mi.
Mumpung penetapan tersangka bertepatan dengan Ramadhan, ada
baiknya seluruh mesjid dan tempat ibadah menyediakan kotak sumbangan untuk
seluruh anggota DPR Boltim yang kekurangan dana itu. Saya yakin mengumpulkan Rp
184 juta tidaklah sulit. Siapa tahu dengan secepatnya menggembalikan kerugian
negara, hukuman yang diancamkan pada para tersangka dapat dikurangi dan mereka
tidak perlu ramai-ramai di-Pergantian Antar Waktu (PAW)-kan. Mengganti 20
anggota DPR secara serempak boleh jadi bakal membuat anggota Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Boltim yang baru dilantik bakal botak dan kerempeng.
Toh kemungkinan
dikembalikannya kerugian negara yang memberi cela pengurangan hukuman tetap
menyisahkan kelucuan lain. Mempertahankan seluruh anggota DPR menjalankan tugas
sebagai tersangka atau bahkan terpidana, menjadikan kredibilitas apa pun yang
mereka hasilnya hanya setara sampah. Dan produk sampah kalau tidak mengundang
iba, pasti menaikkan tensi atau justru memicu tawa dan sinisme.
Lalu kelucuan dari Boltim belum selesai. Kontraonline menambahkan amunisi yang
siap meledak lewat berita Bukti Dugaan
Suap PT MPU ke Dua Pejabat Boltim Dikantongi Polisi (http://kontraonline.com/13137/bukti-dugaan-suap-pt-mpu-ke-dua-oknum-pejabat-boltim-dikantongi-polisi/).
Dari apa yang dipapar, patut diduga bahwa suap-menyuap yang ‘’konon’’ demi
mengamankan masyarakat Desa Paret agar tak terus menggeruduk operasi tambang
pasir besi PT Meytha Perkasa Utama (MPU), benar belaka. Bukti yang dimaksud
adalah foto-foto saat penyerahan duit dilakukan, di mana wajah dua oknum
pejabat itu tampak terang-benderang. Kisikan lebih gawat yang saya terima,
selain foto, bukti sahih lainnya adalah rekaman video. Alangkah menariknya
mendengarkan kalimat-kalimat yang dpertukarkan saat serah-terima dilakukan.
Namun, mengingat terlampau banyak duga-duga, spekulasi,
fitnah, dan sebagainya di Bolmong (terutama yang melibatkan politikus dan tokoh
birokrasi), saya tidak serta-merta menyimpulkan dugaan suap PT MPU itu 100
persen benar. Siapa tahu PT MPU justru tengah menyerahkan dana bantuan pada
Pemerintah Daerah (Pemkab) Boltim pada ‘’oknum eksekutif’’ yang disebut-sebut sebagai
terduga. Demikian pula, boleh jadi ‘’oknum eksekutif’’ yang sudah dicap sebagai
terduga ternyata hanya menerima dana hibah dari PT MPU. Kalau pun masyarakat
Boltim tidak mendengar dana bantuan atau hibah itu, mungkin memang belum
waktunya diumumkan secara terbuka.
Bukankah galib di mana-mana di negeri ini kalangan
perusahaan mengalokasikan bantuan dan hibah pada institusi pemerintah dan
legislatif, yang dibungkus istilah ‘’dana corporate social responsibility
(CSR)’’. Sekali pun sebagai praktisi CSR yang intens menekuni bidang ini sejak
lebih 10 tahun terakhir saya kerap binggung terhadap semena-menanya penggunaan
istilah ini. Dana CSR? Hewan melata jenis apakah ini? Seolah-olah komitmen
perusahaan untuk beroperasi dengan etis, bermoral, dan bermartabat, direduksi
sekadar angka-angka rupiah dan dolar.
Kembali pada soal suap-suap sebagai tindak pidana, langkah
polisi mengusut dua oknum pejabat yang menjadi penerima, membuka pintu
selebar-lebarnya menyandingan mereka dengan 23 tersangka anggaran Ma-Mi di DPR
Boltim. Pembaca, Anda tentu sudah dapat menduga, puncak kelucuan dari rangkaian
penetapan tersangka dan penyidikan terduga di Boltim itu adalah: Sebentar lagi
kelangsungan pemerintahan kabupaten ini minimal bakal dibahas di ruang
penyidikan di Kepolisian Resort (Polres) Bolmong atau bahkan di salah satu bilik
di Rutan provinsi ini.***