JELANG siang,
Rabu, 27 November 2013, beberapa BBM tiba di BB saya. Isinya seragam, tautan ke
blog yang tampaknya dikelola Ketua
HMI Bolmong Raya, Eko Satrio Paputungan (http://ekspap.blogspot.com/2013/11/yukur-moanto-kakanda-katamsi-tapi-ide.html).
Tautan ini berisi tulisan yang menanggapi unggahan saya, Selasa, 26 November
2013, Gerombolan Itu Bernama HMI Bolmong
Raya.
Saya sebenarnya tak berminat menanggapi yang mulia Ketua HMI
itu. Apa yang dia tuliskan sekadar demam ‘’kekiri-kirian’’ (atau sebaliknya
kekanan-kananan) yang umum diidap anak-anak muda yang kaget mencerna bacaan
berat. Isinya tak jauh dari merontokkan selera makan siang dan meneguhkan
kekuatiran saya terhadap kader-kader HMI masa kini: Gemar omong tanpa mikir,
lebih percaya pada otot, tidak jelas logika dan struktur berpikirnya, serta
(yang paling parah) merasa mereka adalah kelas elit tersendiri di tengah
masyarakat. Preklah!
Bertahun-tahun lampau (saya bahkan sudah lupa kapan
tepatnya, tetapi dapat ditelusuri dari kumpulan dokumen publikasi tentang HMI
di media massa) saya pernah menulis di Harian Media Indonesia, bila HMI ingin survive,
organisasi ini mesti mampu membebaskan diri dari beban sejarah dan model
pengkaderan yang kaku. Ringkasnya, di zaman yang menjadi digital, HMI tidak
cukup hanya intelek dan kritis, tetapi juga mampu menempatkan diri sebagai
mercu suar pemandu yang memikat bagi generasinya.
Apa yang terjadi hari ini? Demo di Rudis Walikota dan
tulisan Ketua HMI Bolmong Raya sebagai counter
terhadap artikel saya menunjukkan HMI sudah tak intelek, tertinggal jauh pula dibanding
zaman yang seharusnya diantisipasi satu organisasi dengan akar intelektual yang
kuat. Di skala lebih luas, nasional, HMI kontemporer adalah organisasi yang
gemar saling sikut dan kudeta. Dan puncaknya, Kongres untuk memilih Ketua Umum
PB tak beda dengan pertemuan para hooligan:
Riuh caci-maki, rebutan palu sidang, saling lempar kursi, hunus-menghunus
pisau, serta bagi-bagi duit dari kandidat dan tim suksesnya untuk membeli suara
cabang-cabang.
Tingkah dan pola itu yang dipertunjukkan di demo menggeruduk
Rudis Walikota; juga tulisan Syukur Moanto’
Kakanda Katamsi, Tapi Ide Harus Sesuai Dengan Realitas dari Ketua HMI
Bolmong Raya. Dengan berbaik hati dan memberi muka pada yang mulia Ketua (tak apalah
sesekali saya melanggar tekad tak menanggapi hal tak penting), saya harus
menjawab beberapa hal yang memang musti diluruskan dari pikiran-pikiran yang
dia lontarkan.
Pertama, saya
tidak pernah mengklaim sebagai ini-itu. Tidak juga Pemerhati Bolaang Mongondow
yang entah Anda pungut dari tong sampah mana. Deklarasi status saya, bila
menulis di media nasional, adalah ‘’Penggemar Buku’’; sedang di media lokal,
saya dengan bangga menuliskan ‘’Orang Mongondow’’. Tidak lebih dan kurang. Jangan
samakan saya dengan Anda yang mungkin tidak ‘’pe-de’’ kalau tak diembeli
‘’Ketua HMI Bolmong Raya’’.
Kedua, tuduhan saya
tidak beretika, tidak tahu diri, dan tidak berkontribusi terhadap apa pun di
Mongondow, jelas cuma ekspresi kemarahan orang yang tidak cukup cerdas mencari
cara menyerang yang tepat. Di manakah ketidak-beretikaan itu? Tahukah pula Anda
apa itu etika? Ketika segerombolan orang dengan pengeras suara menggeruduk
halaman rumah orang lain, apakah kita menyebut itu etis dan beretika?
Di manakah pula ketidak-tahudirian saya? Saya hanya anggota
masyarakat biasa, orang Mongondow dan warga KK, yang terkagum-kagum melihat
sejumlah orang meng-klaim berhak mewakili masyarakat menuntut pemerintahnya? Tidak
bolehkah orang yang terlongo-longo ini berkomentar, menilai, mencaci gerombolan
tak terdidik yang berlaku sesukanya? Pula, siapa kalian? Memangnya HMI mendapat
mandat dari warga mana saja lalu merasa menjadi wakil mereka? Mengaku-ngaku dan
mengklaim-klaim itulah yang disebut tidak tahu diri.
Demikian pula, urusan apa seorang Ketua HMI Bolmong Raya
menanyakan kontribusi saya terhadap Bolmong? Kalau saya tidak berkontribusi
apapun, lalu Anda mau apa? Sekali lagi, saya cuma warga biasa, bukan seseorang
seperti yang mulia Ketua HMI Bolmong Raya yang terseok-seok ingin diakui
penting dan layak dapat perhatian. Anda yang inferior dan masih
meyakin-yakinkan diri bahwa demo adalah salah satu cara berkontribusi terhadap
pembangunan, kok orang lain yang
diseret-seret.
Ketiga, rujukan
saya terhadap penggerudukan Rudis Walikota oleh gerombolan HMI Bolmong Raya
adalah media. Kalau info yang saya sitir itu keliru, maka proteslah media yang
bersangkutan dan saya dengan sukarela meralat ketidak-akuratan yang dituliskan
di blog ini. Masak kelas Ketua HMI
(Bolmong Raya pula) tak mudeng perkara
yang luar biasa sederhananya ini.
Keempat, lebih 50
persen warga KK yang memilih Walikota-Wawali di Pilwako Juni 2013 lalu tahu
persis, mereka dapat menuntut janji-janji pasangan pemenang dengan segala cara.
Tapi warga yang taat hukum, memahami aturan, mekanisme, dan sistem,
pertama-tama harus membawa aspirasi dan tuntutan mereka ke DPR. Ini cara
berdemokrasi yang konstitusional. Cara ekstra konstitusi, seperti demo, boleh
dilakukan tetapi bila segala upaya konstitusional mampet dan masalah yang
dikedepankan amat sangat penting bagi kelangsungan hidup khalayak.
Apa pentingnya tuntutan HMI Bolmong Raya agar Walikota KK
menanda-tangani dokumen komitmen dengan organisasi ini? Andai Walikota mau
menanda-tangani, setelah itu melemparkan ke got di depan Rudis, Anda dan HMI
Bolmong Raya bisa apa? Menggugat? Menyumpahi Walikota? Atau mungkin mencari
dukun sakti untuk menyantet Walikota?
Begini saja, demo itu kan cuma untuk cari perhatian. Dengan
saya menuliskan, Anda dan organisasi Anda sudah dapat atensi. Tak perlulah
minta pula dikecup pipi kiri-kanan, usapan di punggung, dan pujian hebat.
Kalian sudah hebat-hebat; sekaligus tolol.
Ketua HMI Bolmong Raya, mari saya beritahu blak-blakkan:
Anda dan organisasi Anda tidak penting dalam konteks ini. Cuma menimbulkan
kebisingan (mungkin pula kemacetan) yang tidak perlu. Jadi sebaiknya balik ke sekretariat,
belajar menulis yang baik dan benar, bikin kajian, lalu publikasikan. Ini cara
modern di zaman digital yang lebih efektif, mengena, dan bermutu.
Kelima, HMI
Bolmong Raya boleh menganggap kinerja DPR KK payah. Tapi mereka dipilih oleh
warga kota ini serta hak dan kewajibannya dijamin UU. HMI Bolmong Raya juga
boleh menyampaikan dan mengawal aspirasinya langsung ke Walikota-Wawali.
Soalnya adalah seperti apa caranya? Anda menyebut berkoar-koar di jalan dan
menggeruduk Rudis Walikota seperti orang kesurupan setan bugil sebagai cara
sopan dan santun? Sekolah di manakah sebenarnya Anda?
Keenam, benarkah
unjuk rasa HMI Bolmong Raya itu juga menyampaikan pemberitahuan (kalau benar
ada pemberitahuan) ke pihak Polres Bolmong dengan men-disclosure akan pula menggeruduk Rudis Walikota? Saya yakin Anda
adalah pembohong kelas wahid bila jawaban atas pertanyaan sederhana ini adalah
‘’ya’’.
Dan ketujuh,
secara khusus saya ingin menjawab pertanyaan: ‘’... kok bisa ya,
Walikota-Wawali KK yang dikritik Kakanda Katamsi Ginano yang kebakaran jenggot?
Apakah Kakanda Katamsi diperintahkan Walikota?’’ Anda boleh mengecek
rekam-jejak saya, apakah saya pernah menjadi tukang kritik pesanan. Kalau Anda
menemukan fakta dan buktinya, saya akan hadir di sekretariat HMI Bolmong Raya
untuk meminta maaf pada organisasi ini,
jajaran pengurus, dan anggotanya. Lagipula, demo yang dilakukan HMI Bolmong
Raya tidaklah untuk mengkritik Walikota-Wawali, melainkan menanda-tangani
komitmen.
Sebaliknya, saya justru ingin bertanya, benarkah demo
Senin, 25 November 2013, itu adalah aspirasi HMI Bolmong Raya? Bagaimana kalau
saya memiliki bukti bahwa itu demo pesanan belaka?
Harap dicatat pula, saya punya pertanyaan yang sama
kritisnya: Mengapa HMI Bolmong Raya mendadak kalap mendemo Walikota-Wawali yang
belum genap tiga bulan duduk di jabatannya? Mengapa organisasi ini mandul (atau
ketakutan) mendemo perkara lain yang lebih substansial bagi kepentingan orang
banyak, misalnya praktek jurnalistik Radar
Bolmong yang sudah mencapai level
perbuatan kriminal?
Ketua HMI Bolmong Raya, Anda dan organisasi yang Anda pimpin
pilih-pilih isu dan sasaran, kan? Anda takut toh kalau yang disoal atau didemo adalah isu-isu tertentu yang
tidak menguntungkan atau mengundang kontra banyak pihak? Di sinilah beda antara
saya, Anda, dan organisasi yang Anda pimpin.***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
BB: BlackBerry; BBM: BlackBerry Messenger; Bolmong: Bolaang Mongondow; DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; HMI: Himpunan Mahasiswa Islam; KK: Kota Kotamobagu; PB: Pengurus Besar; Rudis: Rumah Dinas; UU: Undang-undang; dan Wawali: Wakil Walikota.