DUA berita yang
diunggah Lintasbmr.Com, Selasa, 26
November 2013, masing-masing Mobil Dinas
DB 25 D Milik Pemkab Bolmong Masih ‘’Disita’’ Oknum Kontraktor (http://lintasbmr.com/mobil-dinas-db-25-d-milik-pemkab-bolmong-masih-disita-oknum-kontraktor/)
dan KY Bantah ‘’Sita’’ DB 25 D (http://lintasbmr.com/ky-bantah-sita-db-25-d/),
menambah daftar lelucon di lingkungan Pemkab Bolmong. Kian hari, sejak rezim
Bupati Salihi Mokodongan-Wabup Yani Tuuk berkuasa, pemerintahan di kabupaten
ini semakin mirip komidi putar yang dijalankan para badut.
Raibnya Mobdin DB 25 D yang sedianya dialokasikan untuk
Kadis PU, sejatinya bukan isu baru.
Senin, 23 September 2013, saya sudah menulis DB 25 D, Sogok-menyogok, dan Licin-melicin, yang disusul beberapa
pemberitaan media (cetak dan elektronik) yang turut menyoroti isunya. Setelah
itu, hening panjang bagai tengah malam di jantung kuburan. Pemkab Bolmong
berlaku seolah tak terjadi apa-apa, pihak kepolisian duduk manis menunggu ada
laporan resmi, dan masyarakat yang merasa tak berkepentingan dengan cepat
berpindah ke isu lain yang lebih hangat dan heboh.
Di tengah dunia yang bergerak cepat, Kabupaten Bolmong
beringsut-ingsut bagai siput demam dan pilek. Dibanding KK dan tiga kabupaten
hasil pemekarannya, daerah ini berada di urutan paling buncit dari segala
aspek, termasuk sukses mencatat disclaimer
dari BPK selama dua tahun berturut –yang hampir pasti akan dilengkapi hattrick di tahun anggaran 2013 ini.
Pembangunan, pemerintahan dan birokrasi, serta praktek politik yang lebih baik,
yang menyertai terpilihnya Bupati Salihi Mokodongan-Wabup Yani Tuuk pada 2011
lalu, telah lama raib dari harapan kebanyakan orang yang mencermati jalannya
kepemimpinan publik di Bolmong.
Birokrasi di Bolmong bagai mesin berkarat yang beringsut karena
bahan bakar masih tersedia. Pengendalinya adalah sekelompok domba bingung yang
tak punya arah, karena pengembalanya bukan hanya tak paham ihwal ternak, tetapi
juga sama sekali tak ingin menyentuh pengetahuan gembala-menggembalai.
Nyaris hanya sebagai keisengan dan olok-olok, di banyak
kesempatan saya menanyakan pendapat beberapa kalangan soal kedisiplinan PNS
yang dua tahun terakhir mencapai praktek terparah di Bolmong. Jawabannya aneka
rupa dan lucu-lucu. Dari ‘’Bupati tidak tahu apa itu disiplin’’; ‘’Bupati cuma
bisa marah-marah dan setelahnya lupa’’; hingga yang maha serius: ‘’Segala
sesuatu di Bolmong bukan tergantung pada Bupati Salihi Mokodongan, tetapi pada
Bupati Ad Interim, Ibu Hajjah.’’
Saya tahu bahwa Bupati Ad
interim itu adalah lontaran main-main yang menggambarkan pengertian
sebaliknya. Bahwa de jure Salihi
Mokodongan memang dilantik sebagai Bupati Bolmong; tetapi de facto sejak dilantik dia diposisikan ‘’tidak berada di tempat’’
dan kekuasaannya ada di tangan Bupati Ad
Interim. Pembaca, tidak perlu menduga-menduga, yang dimaksud Ad Interim itu bukanlah Wabup Yani Tuuk
yang kekuasaannya juga sama diamputasi. Kita, warga Mongondow, toh sudah tahu sama tahu.
De facto tidak
berkuasanya Bupati Salihi Mokodongan terlihat jelas dari isu ‘’penyitaan’’
Mobdin DB 25 D yang telah terkatung-katung sejak November 2013. Apa sulitnya
seorang Bupati memanggil pejabat yang ‘’menggadaikan’’ Mobdin itu, Inspektorat,
dan Kepala DPPKAD, lalu menginstruksikan penyelesaian masalahnya sesegera
mungkin? Faktor apa yang menghalangi Bupati Bolmong menggunakan wewenangnya?
Isu ‘’penyitaan’’ itu tidaklah sepele. Sebab tidakkah sangat
memalukan Pemkab Bolmong yang menggembar-ngemborkan pembangunan yang tertata
laksana, yang bergegas membenahi diri agar lolos dari jerat disclaimer ketiga kalinya, membiarkan
pelanggaran seperti itu terjadi di depan mata, padahal mereka tahu kejadiannya
bakal jadi duri di audit BPK serta lembaga pengawas dan pemeriksa lainnya.
Di sisi lain saya tak dapat menyalahkan siapa pun oknum
‘’penyita’’ Mobdin DB 25 D. Saya berkeyakinan tindakan yang dia ambil punya
alasan kuat, terlebih dengan tidak adanya reaksi dari jajaran Pemkab Bolmong.
Tidak memerlukan kecerdasan orang kuliahan hingga kebanyakan warga Bolmong
sampai pada simpulan: Bupati dan jajarannya telah menjadikan pengelolaan harkat
hidup orang banyak di Bolmong sebagai main-mainan, seperti anak-anak TK
menyusun-bongkar balok-balok Lego.
Setali-tiga uang, aparat berwenang, khususnya kepolisian dan
kejaksaan, juga menganggap skandal ‘’penyitaan’’ itu belumlah menjadi wewenang
mereka. Halo, kemana saja komitmen turut menegakkan hukum, memberantas korupsi,
dan penyelewengan oleh kejaksaan dan polisi? Bukankah informasi yang beredar
luas cukup jadi jalan masuk jaksa atau polisi menggerakkan penyelidikan dan
penyidikan? Atau korupsi memang harus selalu diusut setelah ada laporan resmi dari
entah siapa?
Wajar belaka bila ada warga masyarakat yang akhirnya
mengkonklusi, isu ‘’penyitaan’’ DB 25 D sudah jadi ‘’obyek dagang’’ aparat
berwenang dan oknum-oknum di jajaran Pemkab Bolmong. Apalagi, seperti yang
ditulis Lintasbmr.Com, ada temuan
baru di balik kembali mengedepannya isu ini, yaitu: Rekaman audio skenario kongkalingkong menutupi
skandal ini agar tak jadi perhatian BPK dan pihak kepolisian setempat.
Tidak salahlah isu ‘’penyitaan’’Mobdin itu telah dijadikan
komidi putar oleh Pemkab Bolmong. Siapa badutnya? Penyataan-pernyataan Kepala
DPPKAD, Amri Arif, yang dikutip Lintasbmr.Com
membuat saya terpingkal-pingkal membayangkan hidung merah, wajah berbalur bedak
tebal, rambut jabrik ala Albert Einstein, pakaian bermotif polka dot, serta sepatu bermoncong menggelembung. Yang membuat
pernyataan seorang Kepala DPPKAD atau badut yang bersiap-siap pentas di HUT
cucu Bupati?
Setelah berbulan tak ketahuan juntrungannya, menanggapi isu
‘’penyitaan’’ DB 25 D, dengan enteng Amri Arif berkilah, ‘’ Soal itu saya tidak tahu pasti apakah
digadai atau bagaimana, sebab masih sedang menelusuri bagaimana jalan ceritanya.’’
Kepala DPPKAD ini tampaknya memang domba linglung yang tersesat, karena
pernyataannya secara langsung mengkonfirmasi Mobdin yang jadi pokok-soal memang
sedang tak dalam penguasaan Pemkab Bolmong.
Lelucon ala
badut itu disempurnakan dengan alasan, ‘’Kami memang sedang mengusut keberadaan
mobil tersebut ada di mana. Namun kami juga masih menunggu surat dari pihak
Inspektorat Bolmong terkait hal itu.’’ Kemana saja Anda berapa bulan terakhir
ini, Pak Kepala DPPKAD? Apa saja yang dilakukan hingga urusan yang hingga
detilnya khatam diketahui publik, yang jelas berada di bawah lingkup kewenangan
Anda, sama sekali tak Anda ketahui? Lalu apa sebenarnya yang Anda tahu?
Kalau Bupati
dan Wabup tak mengeluarkan instruksi menyelesaikan masalahnya, atau ada
instruksi tetapi Anda mengabaikan; bagaimana bila kami meminta Bupati Ad Interim turun tangan? Pasti amat
kocak. Satu badut saja sudah cukup mengguncang perut, apalagi seluruh pengocok
perut dilibatkan sekaligus dan biarkan kami menikmati kegaduhan karnaval hingga
tiga tahun ke depan.***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
Bolmong: Bolaang Mongondow; BPK: Badan Pemeriksa Keuangan; DPPKAD: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah; HUT: Hari Ulang Tahun; Kadis: Kepala Dinas; KK: Kota Kotamobagu; Mobdin: Mobil Dinas; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; PNS: Pegawai Negeri Sipil; dan PU: Pekerjaan Umum.
Bolmong: Bolaang Mongondow; BPK: Badan Pemeriksa Keuangan; DPPKAD: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah; HUT: Hari Ulang Tahun; Kadis: Kepala Dinas; KK: Kota Kotamobagu; Mobdin: Mobil Dinas; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; PNS: Pegawai Negeri Sipil; dan PU: Pekerjaan Umum.