Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, August 29, 2013

DjM, Ketua DPR KK, dan Persekongkolan Jahat Itu


DATA-DATA itu tiba Kamis siang (29 Agustus 2013) seusai saya menerima telepon dari seorang kawan politikus yang konsern dengan huru-hara politik ciptaan Walikota Kota Kotamobagu (KK), Djelantik Mokodompit (DjM). Kawan yang saya kenal baik sejak masa remaja ini mengaku penasaran, apa mantra sakti yang dipunyai DjM hingga dia mampu menerobos kemustahilan yang dipagari Undang-Undang (UU) dan turunannya, lalu akhirnya tercatat di Daftar calon Tetap (DCT) Pemilihan Umum (Pemilu 2013).

Karena alasan-alasan hukum hingga etika politik nyaris sudah saya tumpahkan di blog ini, percakapan akhirnya melantur ke urusan duga-duga, bahwa bacaan mujarab di negeri ini biasanya disertai sesajen. Bentuknya mulai dari ayam putih berparuh dan berkaki merah (atau ayam hitam legam dari kepala hingga ujung kaki) hingga ratusan dolar Amerika Serikat (AS) seperti persembahan yang kini menjerat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan gas (SKK Migas), Rudi Rubiandini, ke sel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Duga-duga yang keterlaluan mudah tergelincir jadi fitnah, sesuatu yang saya jauhi dengan hati-hati dan serius. Maka bual-bual dan tukar-menukar cerita pun diakhiri dengan kesepahaman, biarkan hukum dan mekanisme sesuai aturan menyelesaikan silang-selisih sah-tidaknya DjM tercatat di DCT Pemilu 2014 sebagai calon legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) KK dari Partai Golkar (PG) untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Kotamobagu Barat.

Lalu tibalah data-data itu, yang menunjukkan bahwa lolosnya DjM di DCT adalah manipulasi yang sangat mudah dibuktikan, yang saya yakin bahkan dapat menyeret Ketua DPR KK, Rustam Siahaan, ke balik jeruji besi. Berdasar data yang tiba di tangan saya, Ketua DPR setidaknya dapat dijerat baik oleh Badan Kehormatan DPR KK karena melakukan pelanggaran etika berat dan polisi karena berkonspirasi jahat, bersekongkol melakukan penipuan.

Pembaca, dokumen utama berkaitan dengan pengunduran diri DjM dari jabatan Walikota KK yang dijadikan dasar pen-Caleg-annya adalah Surat Ketua DPR KK (atas nama DPR) No 100/DPR-KK/251/VII/2013, tertanggal 30 Juli 2013, Perihal Keterangan Proses Usulan Pemberhentian Walikota Kotamobagu. Percayakah Anda bahwa surat ini menyebutkan, ‘’... maka DPRD Kota Kotamobagu telah melakukan Rapat Paripurna pada tanggal 30 Juli 2013, dengan agenda penyampaian pengunduran diri Walikota Kotamobagu dan telah diterima untuk selanjutnya ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.’’

Aha! Dengan segala hormat, Ketua DPR KK ternyata pembohong besar. Pertama, Rapat Paripurna DPR KK pada 30 Juli 2013 tidaklah mengagendakan penyampaian pengunduran diri Walikota Kotamobagu, melainkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota dan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pemekaran Desa Pontodon Timur. Surat pengunduran diri DjM sebagai Walikota, No  034/W-KK/VI/2013, tertanggal 26 Juni 2013, Perihal Pengunduran Diri Dari Jabatan Walikota Kotamobagu, hanya dibacakan oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) sebagai bagian dari surat-surat yang diterima DPR KK dan akan ditindak-lanjuti.

Badan Kehormatan DPR KK semestinya segera memeriksa dan mencopot Ketua DPR, yang dalam surat yang dia keluarkan eksplisit berbohong atas nama lembaga. Di satu sisi, siapa pun yang hadir, terutama sesama anggota dewan yang terhormat dan pejabat pemerintah Kota (Pemkot), berhak melaporkan Ketua DPR ke pihak berwajib karena berkonspirasi dan memanfaatkan jabatannya untuk menipu. Rapat Paripurna DPR bukanlah kegiatan main-main. Agendanya sudah ditetapkan jauh-jauh hari, demikian pula dengan pihak-pihak yang diundang.

Kedua, dan ini yang lebih gawat lagi, surat pengunduran diri yang disampaikan DjM ke DPR KK tidaklah diterima 26 Juni 2013, melainkan 26 Juli 2013. Kita patut menduga bahwa surat tersebut diberi tanggal mundur, dipas-paskan dengan batas waktu minimal satu bulan bagi Kepala Daerah yang menjadi bakal Caleg di Pemilu 2014 untuk mengundurkan diri sesuai dengan ketentuan UU dan turunannya.

Memanipulasi dokumen negara punya konsekwensi hukum yang tidak main-main. Membuktikannya tidak sulit. Dapat ditelusuri dari penomoran resmi di Pemkot KK, serta yang terpenting: Tanda terima di Sekretariat Dewan (Setwan).

Dari fakta-fakta di atas, tahulah kita bahwa DjM, Ketua DPR, dan bahkan boleh jadi Sekwan (kecuali dia mampu menunjukkan bukti yang menunjukkan ketidak-terlibatannya) potensial dijerat tindak-pidana manipulasi dan pemalsuan dokumen negara. Kejahatan yang mereka lakukan bukan hanya menodai proses demokrasi di KK, tetapi juga melukai warga kota ini, termasuk kader-kader PG yang selama ini berkoar-koar akan patuh pada hukum, mekanisme, dan aturan.

Saya tidak bermaksud mencari gara-gara dengan PG KK, tetapi baik DjM maupun Ketua DPR, sama-sama berasal dari partai ini. Dan sebagai Walikota sekaligus Ketua PG KK, DjM lebih superior dibanding Ketua DPR, yang terpaksa mesti turut serta sebelum akal sehatnya memberi peringatan ada bahaya yang menanti di belakang hari.

Di lain pihak, dengan kian terbukanya permainan di balik lolosnya DjM di DCT Pemilu 2014, saya melihat kasus ini bukan lagi sekadar kesilapan KPU yang mungkin kurang informasi, longgar dalam tafsir UU dan turunannya, atau karena mencoba mengakomodasi hak konstitusional seorang politikus. Apa yang terjadi adalah skandal hasil konsporasi jahat yang sayangnya dilakukan dengan bodoh dan serampangan. Hanya diperlukan sedikit ketelitian dan kesabaran, tahulah kita di mana jerat yang menggantung oknum-oknum yang terlibat disematkan.

Tidak keliru bila sejak awal saya berkeyakinan DjM semestinya tidak lolos DCT Pemilu 2014. Setelah lolos pun saya bersikukuh ada yang keliru dan tak masuk akal. Kini dengan data-data terbaru (lengkap dengan dokumen-dokumen sahih), level kepercayaan saya makin tinggi, bahwa setelah keberatan dan gugatan di Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) KK dan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) usai, skandal ini harus diusut sebagai persekongkolan jahat para kriminal.

Mengapa kita harus bertoleransi dengan kejahatan di depan mata, yang jelas-jelas menista bukan hanya kewarasan dan harga diri warga KK? Terlebih ulah lancung itu dilakukan oleh mereka yang seharusnya menjadi contoh dan panutan?***