‘’PERINGATAN’’
disampaikan sejumlah kawan beberapa hari terakhir, bahwa, ‘’Jangan hanya
mendengarkan para tukang fitnah dan penghasut yang kecewa karena tidak dapat
merampok APBD Boltim untuk kantongnya sendiri. Mereka yang berjiwa korupsi akan
sulit menerima orang seperti Sehan Landjar, Jokowi, atau Abraham Samad sebagai
pemimpin.’’
Saya tidak paham konteks ‘’peringatan’’ itu.
Tidak pula ingin tahu dari mana muasalnya. Saya bukan pengamat status BBM, jauh
dari suka terhadap media sosial, apalagi bisik-bisik rumor ala arisan dari
orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Sepengetahuan saya, tiga tulisan terakhir
di blog ini (Kebijakan T*# Sapi di Pemkab Boltim; Kekuasan yang Serakah, Seorang
Bocah, dan ‘’Lollipop’’; dan Satu Bupati, Lima Parpol),
tidak menyinggung-nyinggung urusan APBD. Akan halnya, tukang fitnah dan
penghasut, saya menebak apakah yang dimaksud adalah sumber informasi yang saya
jadikan dasar mengkritisi dan mengkritik kebijakan dan laku (sekali lagi: kebijakan
dan laku) Bupati dan jajaran Pemkab Boltim.
Hanya mendengarkan para tukang fitnah
dan penghasut, tentu bukan urusan sepele. Akibatnya, saya harus mengerahkan
keterampilan dua jempol, panjang lebar menjelaskan lewat BBM dan WhatsApp. Tapi
karena kian banyak yang menyampaikan ‘’peringatan’’ itu, ada baiknya tulisan
ini dijadikan saja penjelasan generiknya.
Pertama, sumber yang saya nukil adalah
media mainstream, termasuk yang digunakan Bupati dan Pemkab Boltim
mewartakan kebijakan, perkembangan, kinerja, dan tetek-bengek pemerintahan di
kabupaten ini. Mengikuti logika ‘’peringatan’’ yang entah dipetik dari sumber
mana itu, saya jadi bersyak: Apakah yang dimaksud Radar Bolmong (di
tulisan (Kebijakan T*# Sapi
di Pemkab Boltim) atau detikawanua.com (untuk Satu
Bupati, Lima Parpol) adalah kumpulan gerombolan tukang fitnah dan penghasut
dengan motif merampok APBD Boltim?
Pemkab Boltim, lebih khusus Bupati,
harus mengambil tindakan terhadap para tukang fitnah dan penghasut yang
menyasar APBD itu. Apalagi kepemimpinan Bupati Sehan Landjar ‘’katanya’’ setara
dengan Jokowi dan Abraham Samad—sekali pun kita semua tahu, di Pilpres 2014
lalu Eyang justru mendukung Prabowo-Hatta. Masak sih Bupati dengan kharisma
kepemimpinan luar biasa seperti dia, yang dicintai masyarakatnya tanpa reserve,
menutup mata terhadap lalu-lalangnya para tukang fitnah, penghasut, dan
penjarah APBD?
Bukankah membiarkan para bajingan itu
berlaku seenaknya sama dengan mempertaruhkan citra Bupati dan jajaran Pemkab?
Kita semua akan menanggung aib dan malu kalau sampai ada yang men-stempel
Boltim cuma ‘’Kabupaten Lollipop’’, ‘’Tingkat II Balapis’’, atau ‘’Daerah
Otonomi Lalampa’’ kalau ada pembiaran terhadap kebrengsekan fitnah dan hasutan,
terlebih kalau sasarannya adalah Bupati dan Pemkab; dan yang menjadi pelaku
adalah institusi media.
Dengan demikian, benderanglah bahwa
(setidaknya) di tiga tulisan itu, sumber saya sahih, institusi publik yang
legal, bukan tukang fitnah dan penghasut. Soal apakah mereka bertujuan menjarah
APBD Boltim atau ini juga fitnah dan hasutan yang lain, bukan urusan saya
membuktikan.
Kedua, saya harus mengakui bahwa
dugaan adanya tukang fitnah dan penghasut—tanpa mengaitkan dengan penjarahan
APBD yang memang tidak saya ketahui persis—barangkali ada benarnya. Setiap hari
ada saja kabar, informasi, kisikan, atau sekadar by the way yang saya
terima tentang Bupati dan jajaran Pemkab di Boltim. Sekalipun sumbernya
kredibel, kalau info itu tak dapat saya verifikasi, check, dan cross
check, pasti tidak akan digunakan sebagai bahan tulisan.
Saya tahu, di kalangan orang
Mongondow tidak sedikit yang menganggap saya sombong, tengil, keterlaluan,
bahkan barangkali gila, karena suka mencari-cari masalah dengan para elit.
Tetapi tentu saya tidak goblok mengkritisi dan mengkritik Bupati sekelas Eyang,
yang bukan hanya politikus piawai, tokoh kuat di Bolmong Raya dan Sulut, tetapi
juga sarjana hukum, dengan menggunakan sumber-sumber sembarangan. Memangnya
enak dilaporkan ke Polres Bolmong karena mencermarkan atau menghina nama baik Bupati?
Saya menghormati dan menyayangi Sehan
Landjar, sebagai Bupati dan seorang kawan. Karenanya, demi mengingatkan dia, tidak
ada salahnya saya mengungkap beberapa informasi yang patut diduga sekadar
fitnah dan hasutan. Pengungkapan ini penting mengingatkan Bupati dan jajaran
Pemkab Boltim agar waspada dan bila perlu menelusuri dan menyeret para tukang
fitnah dan penghasut itu ke depan hukum.
Demi kenyamanan saya, terlebih dahulu di-disclosure, bahwa pengungkapan ini tanpa
maksud meneruskan dugaan fitnah dan hasutan; tidak pula demi menghina Bupati
Boltim; serta tidak dapat digunakan—apalagi saya diminta menjadi saksi di depan
hukum—sebagai dasar gugatan terhadap pihak lain. Apa yang saya sampaikan adalah
bukti tidak ada niat jahat dan bahwa benar ada lalu-lalang isu di di tengah
masyarakat Boltim, yang sesungguhnya bagi saya pribadi adalah informasi yang
hanya cukup didengar, dibaca, dan ditertawai.
Informasi yang patut diduga sebagai fitnah
dan hasutan itu, misalnya, menyebutkan sekarang ini pidato Eyang di acara
apapun hanya disambut dingin. Indikatornya, cuma sedikit warga yang hadir yang
bertepuk-tangan. Komentar saya, tentu saja sedikit yang bertepuk-tangan karena
sebagian besar masih terpukau kedasyatan retorika dan kandungan pidatonya.
Atau, kabar bahwa Eyang gemar marah-marah
di apel PNS, mengancam-ngancam Kades, bahkan memerintahkan pemecatan Kadus
semata karena status di facebook yang
dianggap menyindir dia, tentu adalah informasi yang tak dapat
dipertanggungjawabkan. Cuma fitnah dan hasutan keji. Siapa yang percaya Bupati
dengan kualitas seperti Eyang bertingkah demikian tidak patutnya? Memangnya dia
rela menurunkan derajat menyandarkan kebijakannya hanya karena provokasi status facebook?
Pun, mana boleh saya mempercayai fitnah dan
hasutan, bahwa Eyang dan keluarganya memperlakukan APBD Boltim seperti milik
mereka sendiri yang diatur lewat ‘’bagi hasil’’. Artinya, pemenang tender
adalah kontraktor yang bukan menyetor fee
pada Bupati atau keluarganya, tetapi menempuh langkah ‘’syariah’’ dengan bagi
hasil.
Sama dengan mengatakan bahwa ada jalan
perkebunan di Tombolikat yang pembangunan mangkrak tetapi sudah dinyatakan 100%
selesai, demikian pula dengan terkatung-katung dan mubazirnya Pasar Pondabo.
Saya berkeyakinan jalan yang dimaksud itu memang selesai 100% dan Pasar Pondabo
sudah memberikan kemaslahatan pada masyarakat penggunanya. Fitnah dan hasutan
keji harus jadi musuh bersama, sebab kekejamannya lebih berbahaya dari
pembunuhan.
Saya juga menampik fitnah dan hasutan,
bahwa anak tertua Eyang gemar memanfaatkan kekuasan ayahnya dengan mengangkangi
proyek-proyek di Boltim, misalnya sekadar tender pengadaan generator yang nilainya cuma Rp 70 juta atau menguasai lapak
pedagang kecil di Pasar Kotabunan.
Demi kehormatan Bupati—dan keluarga—serta
Pemkab Boltim, ulah bakhil para tukang fitnah dan penghasut itu harus
dibungkam. Tentu lain soal kalau informasinya memang mengandung kebenaran.
Dan ketiga,
terkait dengan poin kedua, urusan fitnah dan hasut, terakhir saya diprovokasi
bahwa Bupati Boltim tersinggung dengan tulisan Kebijakan T*# Sapi di Pemkab
Boltim,
karena tidak terima disebut ‘’t#* sapi’’. Para terduga tukang fitnah dan
penghasut menyampaikan ke saya, Bupati sudah menyiapkan tulisan yang bakal
dimuat di salah satu media terbitan Manado, tetapi urung karena dianggap sangat
keras dan menyinggung saya.
Pembaca, sedikit saja pelurusan dari saya. Yang saya sebut ‘’t#*
sapi’’ adalah kebijakan, bukan siapa yang mengambil kebijakan. Itu sebabnya,
saya tidak percaya dan menganggap kabar Bupati Boltim tersinggung karena merasa
disebut ‘’t#* sapi’’ adalah fitnah dan hasutan pula. Lagipula, kalau sampai ada
kritik yang sangat keras terhadap saya, apa yang salah? Tetapi, mohon dicatat
sebaik-baiknya, saya bukan pejabat publik, tokoh, atau orang penting yang harus
bertanggung jawab pada umum. Sebaliknya, Bupati adalah jabatan publik yang
memang harus dan wajib dikritisi.
Selebihnya, saya sungguh-sungguh prihatin dengan Kabupaten
Boltim, Bupati dan orang-orang di sekitarnya, serta jajaran Pemkab, yang
menjadi bulan-bulanan fitnah dan hasutan itu. Apalagi kalau sampai fitnah dan
hasut berdampak pada APBD. Saya menyarankan Eyang mengungkap siapa pelaku,
latar belakang, dan motif fitnah dan hasutan terutama terhadap dia, lalu
mengambil langkah hukum tanpa kompromi.
Saya mendukung sepenuh hati agar Eyang membuktikan dia bukan
Bupati kelas onde-onde, apalagi kerupuk.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; BBM: BlackBerry Messenger; Bolmong:
Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang
Mongondow Timur; Kades: Kepala Desa;
Kadus: Kepala Dusun; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Pilpres: Pemilihan Presiden (dan Wakil
Presiden); dan PNS: Pegawai Negeri
Sipil.