DI PERTUNJUKAN
sirkus penonton disuguhi atraksi aneka hewan dan orang-orang terlatih. Di masa
pra remaja, sebelum layar televisi didereti ratusan saluran, hanya ada TVRI
yang menyambangi pemirsa. Seingat saya, televisi pertama yang dibeli Ayah
bermerek Quintrix. Berwarna dan (kalau tidak salah) berlayar 30 atau 32 Inch. Di zaman itu, ketika televisi
umumnya masih black and white, punya
televisi berwarna sungguh keren.
Sebab tak ada saluran lain, apapun yang ditayangkan TVRI
harus diterima dengan lapang dada, termasuk tari-tarian yang banyak dijadikan
tontonan sela dari satu acara ke acara berikut. Yang paling menantang dari
pentas tari-tarian ini, terutama tari Jawa klasik dan ditayangkan mendahului
film seri yang saya gilai, BJ and The
Bear, CHIPs, atau The Avengers.
Dayuan musik dan lenggok gemulai para penarinya dijamin memanjakan mata dan
lewatlah serial kesayangan diseret mimpi berpeluk dingin Mogolaing paruh
1980-an.
Selain film seri, acara lain yang ditunggu-tunggu pemirsa
televisi zaman saluran tunggal adalah Dunia
Dalam Berita serta (tentu saja lebih khusus saya) komedi dan sirkus. Tak
pelak hari paling membahagiakan adalah akhir pekan seusai makan malam dan TVRI
menyajikan tayangan komedi, disusul sirkus, lalu ditutup dengan film seri
kesayangan. Sudah begitu Ayah-Ibu juga tak cerewet menyuruh anak-anak segera
naik ke tempat tidur. Amboi....
Mengapa saya menyukai tayangan sirkus? Karena saya tahu jumpalitan
para trapeze dari ayunan dan tambang
di ketinggian belasan meter atau aksi hewan-hewan terlatih, bukanlah trik
kamera dan kemasan skenario ditopang alat bantu keselamatan serta pemeran
pengganti. Namun, di antara seluruh rangkaian pertunjukan, yang paling
menggelitik dan ditunggu-tunggu adalah saat keluarnya para badut: sosok
berhidung merah bulat bak tomat ranum, rambut sebahu membumbung-acak-acakan,
kostum gembrong, dilengkapi sepatu berujung mirip bukit salah tempat.
Apa saja yang dilakukan badut-badut sirkus (kemudian
badut-badut lain, seperti badut ulang tahun kanak-anak) itu pasti memicu gelak.
Padahal resepnya klasik belaka dan barangkali telah diulang-ulang jutaan kali:
Bunga hiasan yang memuncratkan air, topi yang naik-turun di kepala seirama
langkah, atau sekadar slapstick tendang-menendang
dan geat-menggaet kaki sesamanya. Badut bagi sirkus adalah garam yang
menyempurnakan santapan. Tanpa badut sirkus pasti terasa hambar.
Sirkus pula yang segera melintas di benak tatkala saya
menyimak Bupati Bolmong Pulang Dengan Kecewa Lantaran 16 Anggota DPRD Tak Hadir
Dalam Pembahasan di Totabuan.Co, Rabu, 11 Desember 2013 (http://totabuan.co/2013/12/11/bupati-bolmong-pulang-dengan-kecewa-lantaran-puluhan-anggota-dprd-tak-hadir-dalam-pembahasan/). Dalam berita dipapar, Rapat Paripurna Pembahasan APBD 2014 tahap
dua di Kantor DPRD Bolmong, Jalan Paloko Kinalang, dibatalkan karena 16 dari 30
anggota DPR tak hadir tanpa alasan jelas.
Atraksi apa lagi
yang sedang dipertontonkan oleh para politisi di DPR Bolmong? Boikot terhadap
Bupati-Wabup Bolmong yang dinilai gagal menjalankan amanat jabatannya; atau
–seperti biasa— sebab ada ‘’udang di balik batu’’? Dugaannya, tulis situs
berita yang sama, Batalnya Pembahasan, Karena Para Anggota DPRD Dikabarkan Ingin Mobil
Dinas Dari Bupati (http://totabuan.co/2013/12/11/batalnya-pembahasan-karena-para-anggota-dprd-dikabarkan-ingin-mobil-dinas-dari-bupati/). Membaca ‘’dugaan’’ ini, saya bersyak Totabuan.Co sekadar memanas-manasi tensi
politik di Bolmong.
Saya agak meragukan
duga-menduga itu. Masak karena kebelet
punya mobil lalu 16 anggota DPR Bolmong maraju
berjamaah bagai perawan kepingin menikah tapi terhalang restu orangtua, lalu
mengurung diri di kamar, mogok bicara, mogok mandi, mogok makan? Ataukah maraju sedang jadi mode di Mongondow setelah Bupati Bolsel, Herson Mayulu, memelopori
dengan ancaman menarik dukungan terhadap PBMR, bahkan pindah ke Provinsi
Gorontalo?
Kamis, 12 Desember
2013, dari pengakuan sumber yang dikutip Totabuan.Co, Beberapa Oknum Anggota DPRD Bolmong, Ternyata Mengaku Ingin Kendaraan
Dinas (http://totabuan.co/2013/12/12/beberapa-oknum-anggota-dprd-bolmong-ternyata-mengaku-ingin-kendaraan-dinas/), 16 legislator itu nyatanya memang maraju. Yang mengundang gelak sebab di tubuh
berita dituliskan, ‘’Alasan mereka, itu bagian dari penghargaan karena sudah
sepuluh tahun mengabdi sebagai wakil rakyat.’’ Frasa ini pertegas kutipan dari
dua legislator, bahwa, ‘’Memang jika itu dimungkinan, apa salahnya. Kita kan
sudah sepuluh tahun mengabdi. Anggap saja itu sebagai penghargaan.’’
Boleh-tidaknya
‘’penghargaan’’ itu dikabulkan, Totabuan.Co
memapar, ‘’Namun niat tersebut rupanya terhalang Peraturan Menteri keuangan terkait
dump (terjemahan yang tepat bukan ‘’jual
murah’’, melainkan ‘’pelimpahan’’) kendaraan dinas. Bupati Kabupaten Bolmong
menegaskan, untuk dump kendaraan dinas tidak diperbolehkan, terkecuali
harus dilakukan lelang.’’
Sempurnalah sirkus
politik dan pemerintahan di Bolmong, yang penuh aksi dan atraksi pembentot
perhatian sejak Bupati Salihi Modongan-Wabup Yani Tuuk menduduki jabatannya
lebih dua tahun terakhir. Hanya saja, kali ini badut-badut sirkus yang mestinya
menghibur penonton tampak lucu dan menggemaskan sebab mereka dengan sengaja
mengunyah topi, hidung merah tomat, bunga hiasan, bahkan sepatu pentasnya.
Begitu
pentingnyakah nilai mobil dump bagi
kehormatan seorang anggota DPR di Bolmong hingga mereka ramai-ramai
mempermalukan diri di hadapan publik? Penduduk Jalan Amal, tempat saya
dibesarkan di Kotamobagu hingga tahun terakhir SMA, barangkali akan
mempergunjingkan dengan cibir, ‘’Cuma
bagitu dorang pe harga diri dengan harga jabatan dang?’’
Tapi kalau memang
sedemikian penting dan mustahaknya punya mobil karena telah mengabdi 10 tahun
sebagai wakil rakyat, apa sulitnya Bupati Bolmong mengabulkan keinginan mereka?
Lelang saja kendaraan dinas yang sekarang dikuasai anggota DPR yang masa bhaktinya
berakhir 2014 mendatang. Pastikan bahwa peserta lelangnya sangat terbatas dan
pasti dimenangkan oleh para legislator haus mobil itu. Saya yakin jajaran
Pemkab Bolmong piawai kalau cuma perkara sulap-menyulap tingkat dasar seperti
itu. Menyulap DB 25 D menjadi anggunan dan kini dikuasai pihak ketiga pun
mereka ahli; sekadar sedikit membengkok-bengkokkan aturan pasti mampu dilakukan
sambil menutup mata.
Jika perlu,
sekalian saja Pemkab Bolmong mengganggarkan 30 mobil baru di APBD 2014 sebagai
penghargaan terhadap anggota seluruh anggota DPR yang akan mengakhiri jabatannya.
Bukankah mereka juga yang akan membahas dan membubuhkan persetujuan? Tidak ada
risiko yang bakal dipikul Bupati, Wabup, dan jajaran Pemkab Bolmong.
Lagipula, dengan
demikian masyarakat Bolmong bakal punya tontonan dan amunisi pergunjingan di
tahun-tahun mendatang, karena 30 legislatornya pasti bakal beramai-ramai
menyesaki tahanan kepolisian, bahkan mungkin KPK. Ulah, keluh, ratap, dan
lolong mereka dijamin membuat kita tak henti terbahak-bahak.***
Singkatan dan Istilah yang Digunakan:
APBD: Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah; Bolmong: Bolaang Mongondow; DPR:
Dewan Perwakilan Rakyat; Pemkab:
Pemerintah Kabupaten; PBMR: Provinsi
Bolaang Mongondow Raya; SMA: Sekolah
Menengah Atas; TVRI: Televisi
Republik Indonesia; dan Wabup: Wakil
Bupati.