DATA-DATA itu tiba
Kamis siang (29 Agustus 2013) seusai saya menerima telepon dari seorang kawan
politikus yang konsern dengan huru-hara politik ciptaan Walikota Kota
Kotamobagu (KK), Djelantik Mokodompit (DjM). Kawan yang saya kenal baik sejak
masa remaja ini mengaku penasaran, apa mantra sakti yang dipunyai DjM hingga
dia mampu menerobos kemustahilan yang dipagari Undang-Undang (UU) dan
turunannya, lalu akhirnya tercatat di Daftar calon Tetap (DCT) Pemilihan Umum
(Pemilu 2013).
Karena alasan-alasan hukum hingga etika politik nyaris sudah
saya tumpahkan di blog ini,
percakapan akhirnya melantur ke urusan duga-duga, bahwa bacaan mujarab di
negeri ini biasanya disertai sesajen. Bentuknya mulai dari ayam putih berparuh
dan berkaki merah (atau ayam hitam legam dari kepala hingga ujung kaki) hingga
ratusan dolar Amerika Serikat (AS) seperti persembahan yang kini menjerat
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan gas (SKK
Migas), Rudi Rubiandini, ke sel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Duga-duga yang keterlaluan mudah tergelincir jadi fitnah,
sesuatu yang saya jauhi dengan hati-hati dan serius. Maka bual-bual dan
tukar-menukar cerita pun diakhiri dengan kesepahaman, biarkan hukum dan
mekanisme sesuai aturan menyelesaikan silang-selisih sah-tidaknya DjM tercatat
di DCT Pemilu 2014 sebagai calon legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) KK dari Partai Golkar (PG) untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Kotamobagu
Barat.
Lalu tibalah data-data itu, yang menunjukkan bahwa lolosnya
DjM di DCT adalah manipulasi yang sangat mudah dibuktikan, yang saya yakin
bahkan dapat menyeret Ketua DPR KK, Rustam Siahaan, ke balik jeruji besi.
Berdasar data yang tiba di tangan saya, Ketua DPR setidaknya dapat dijerat baik
oleh Badan Kehormatan DPR KK karena melakukan pelanggaran etika berat dan
polisi karena berkonspirasi jahat, bersekongkol melakukan penipuan.
Pembaca, dokumen utama berkaitan dengan pengunduran diri DjM
dari jabatan Walikota KK yang dijadikan dasar pen-Caleg-annya adalah Surat
Ketua DPR KK (atas nama DPR) No 100/DPR-KK/251/VII/2013, tertanggal 30 Juli
2013, Perihal Keterangan Proses Usulan Pemberhentian Walikota Kotamobagu.
Percayakah Anda bahwa surat ini menyebutkan, ‘’... maka DPRD Kota Kotamobagu
telah melakukan Rapat Paripurna pada tanggal 30 Juli 2013, dengan agenda
penyampaian pengunduran diri Walikota Kotamobagu dan telah diterima untuk
selanjutnya ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.’’
Aha! Dengan segala hormat, Ketua DPR KK ternyata pembohong
besar. Pertama, Rapat Paripurna DPR
KK pada 30 Juli 2013 tidaklah mengagendakan penyampaian pengunduran diri
Walikota Kotamobagu, melainkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Walikota dan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pemekaran Desa Pontodon
Timur. Surat pengunduran diri DjM sebagai Walikota, No 034/W-KK/VI/2013, tertanggal 26 Juni 2013,
Perihal Pengunduran Diri Dari Jabatan Walikota Kotamobagu, hanya dibacakan oleh
Sekretaris Dewan (Sekwan) sebagai bagian dari surat-surat yang diterima DPR KK
dan akan ditindak-lanjuti.
Badan Kehormatan DPR KK semestinya segera memeriksa dan
mencopot Ketua DPR, yang dalam surat yang dia keluarkan eksplisit berbohong
atas nama lembaga. Di satu sisi, siapa pun yang hadir, terutama sesama anggota
dewan yang terhormat dan pejabat pemerintah Kota (Pemkot), berhak melaporkan
Ketua DPR ke pihak berwajib karena berkonspirasi dan memanfaatkan jabatannya
untuk menipu. Rapat Paripurna DPR bukanlah kegiatan main-main. Agendanya sudah
ditetapkan jauh-jauh hari, demikian pula dengan pihak-pihak yang diundang.
Kedua, dan ini
yang lebih gawat lagi, surat pengunduran diri yang disampaikan DjM ke DPR KK
tidaklah diterima 26 Juni 2013, melainkan 26 Juli 2013. Kita patut menduga
bahwa surat tersebut diberi tanggal mundur, dipas-paskan dengan batas waktu
minimal satu bulan bagi Kepala Daerah yang menjadi bakal Caleg di Pemilu 2014
untuk mengundurkan diri sesuai dengan ketentuan UU dan turunannya.
Memanipulasi dokumen negara punya konsekwensi hukum yang
tidak main-main. Membuktikannya tidak sulit. Dapat ditelusuri dari penomoran
resmi di Pemkot KK, serta yang terpenting: Tanda terima di Sekretariat Dewan
(Setwan).
Dari fakta-fakta di atas, tahulah kita bahwa DjM, Ketua DPR,
dan bahkan boleh jadi Sekwan (kecuali dia mampu menunjukkan bukti yang menunjukkan
ketidak-terlibatannya) potensial dijerat tindak-pidana manipulasi dan pemalsuan
dokumen negara. Kejahatan yang mereka lakukan bukan hanya menodai proses
demokrasi di KK, tetapi juga melukai warga kota ini, termasuk kader-kader PG
yang selama ini berkoar-koar akan patuh pada hukum, mekanisme, dan aturan.
Saya tidak bermaksud mencari gara-gara dengan PG KK, tetapi
baik DjM maupun Ketua DPR, sama-sama berasal dari partai ini. Dan sebagai
Walikota sekaligus Ketua PG KK, DjM lebih superior dibanding Ketua DPR, yang
terpaksa mesti turut serta sebelum akal sehatnya memberi peringatan ada bahaya
yang menanti di belakang hari.
Di lain pihak, dengan kian terbukanya permainan di balik
lolosnya DjM di DCT Pemilu 2014, saya melihat kasus ini bukan lagi sekadar
kesilapan KPU yang mungkin kurang informasi, longgar dalam tafsir UU dan
turunannya, atau karena mencoba mengakomodasi hak konstitusional seorang
politikus. Apa yang terjadi adalah skandal hasil konsporasi jahat yang
sayangnya dilakukan dengan bodoh dan serampangan. Hanya diperlukan sedikit
ketelitian dan kesabaran, tahulah kita di mana jerat yang menggantung
oknum-oknum yang terlibat disematkan.
Tidak keliru bila sejak awal saya berkeyakinan DjM
semestinya tidak lolos DCT Pemilu 2014. Setelah lolos pun saya bersikukuh ada
yang keliru dan tak masuk akal. Kini dengan data-data terbaru (lengkap dengan
dokumen-dokumen sahih), level kepercayaan saya makin tinggi, bahwa setelah
keberatan dan gugatan di Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) KK dan Provinsi
Sulawesi Utara (Sulut), Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu), serta Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) usai, skandal ini harus diusut sebagai
persekongkolan jahat para kriminal.
Mengapa kita harus bertoleransi dengan kejahatan di depan
mata, yang jelas-jelas menista bukan hanya kewarasan dan harga diri warga KK?
Terlebih ulah lancung itu dilakukan oleh mereka yang seharusnya menjadi contoh
dan panutan?***